Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Horor Topi Kepala Kelinci

Pelukis street art mendongengkan masa kelamnya dengan lanskap penuh ornamen. Cara bercerita yang mampu menyedot perhatian.

12 April 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada mulanya adalah realitas kekerasan fisik pada masa kecil. Belasan tahun kemudian pengalaman kelam itu menjadi daya khayali yang kuat. Lahirlah Trip of Trap, satu citraan lukisan perjalanan dengan rangkaian kereta beroda meluncur meliuk di udara dengan latar belakang keindahan cakrawala merah dengan matahari kuning, seperti penggambaran Sinterklas memacu kereta rusanya dalam film-film Hollywood yang diputar menjelang Natal.

Kereta gandeng itu bak peselancar yang meluncur menerobos panorama terowongan ombak yang di dekatnya menjulang bangunan mirip rumah tradisional Cina beratap melengkung. Ada siluet ranting pohon, burung dengan kepala yang bulat mengepakkan sayap, dan ikan yang melayang di udara. Keindahan lanskap itu masih dilengkapi seonggok stroberi dan mawar di pojok bawah kanvas.

Tapi keindahan itu terasa aneh ketika ada sosok bermulut menyeringai memamerkan gigi sembari mengemudikan rangkaian kereta itu. Di kepalanya bertengger topi berbentuk kepala kelinci. Di belakangnya ada kelinci bermata merah nyalang yang memunggungi gadis berkacamata berwajah tirus, pucat.

Ada keriangan dunia dongeng, ada keindahan dunia fantasi, tapi terasa sesuatu yang sureal dan menakutkan. Oky Rey Montha Bukit, 26 tahun, membawa pengunjung pameran dalam dunia khayali dengan belasan gaya lukisan bercorak street art di Tujuh Bintang Art Space, Yogyakarta, lewat pameran tunggal bertajuk Evorah (Evil of Rabbit Head) 1-13 April.

Kelinci yang lucu, horor kekerasan pada masa kecil, bertabrakan dalam imajinasi Kyre, sapaan Oky Rey. Ia memasukkan fragmen-fragmen pengalaman hidupnya dengan menjadikan potret dirinya yang digambarkan secara karikatural sebagai lakon utama. Potret diri itu sangat khas. Dengan mengandalkan kekuatan garis berserabut dan berlapis-lapis blok warna ia menggambarkan sosok berkepala besar dengan rambut tergerai, lubang hidung menghadap ke depan bak hidung babi, bibir tebal, dan tubuh kerempeng.

Sosok kerempeng itu muncul dalam lanskap yang hanya ada dalam ilustrasi cerita dongeng dengan berbagai pa­norama ornamental dan bentuk makhluk imajinatif. Citraan itu dibalut warna primer yang menyenangkan mata, meski narasi utamanya penuh kesedihan dan kelam. Bahkan Kyre menegaskan fragmen kelam itu dengan mengecat hitam semua permukaan ruang pamer.

Tengoklah karya bertajuk Private Dimension #1-#5 yang tampaknya menggambarkan perjalanan kelam hidup Kyre. Ada lima panel kanvas yang di­awali dengan citraan pemuda kerempeng bertopi kepala kelinci, berhidung­ babi, dan berbibir tebal dengan wajah nelangsa. Pemuda itu mencoba menghangatkan diri dengan memasukkan dua tangannya ke dalam celana pendek.

Dari kepalanya mengalir semburat kisah seperti cairan mengalir membentuk narasi yang sarat dengan bentuk yang hanya ada di alam mimpi atau film horor. Ada makhluk dengan tiga mata dan tubuh yang hanya berupa serabut, bola mata bertebaran, dua figur berwajah menjijikkan dan kepala bermahkota api, tengkorak. Tapi ada sosok yang menyenangkan berupa wajah gadis berkacamata, berwajah tirus tadi, juga kelinci dengan teks: ”rabbit story”. Semua makhluk khayali itu seperti terperangkap dalam belukar yang tak berujung.

Fragmen itu diakhiri dengan pemuda kerempeng tadi dalam keadaan tubuhnya ringsek. Kacamata hitam bertengger di hidung babi, mulut ditutup mas­ker gas, dan tabung infus menggantung di tubuhnya yang mengenakan celana panjang melorot dengan tali pinggang berkepala tengkorak. Di sebelahnya berkibar teks: ”alcohol effect”. Ada pula balon teks: ”no real”. Yang tersisa dari sosok awal tersebut hanyalah topi kepala kelinci masih menghiasi kepalanya.

Kyre adalah nama yang relatif baru dalam genre street art. Toh, dalam pameran tunggalnya yang pertama ini, pelukis dengan latar belakang Desain Komunikasi Visual ISI Yogyakarta itu sudah menunjukkan sebagai pelukis yang punya kemampuan menyedot perhatian penonton. Secuil bukti: semua karya lukisnya ludes terjual dalam pembukaan pameran ini justru ketika pasar seni rupa sedang terkapar.

Raihul Fadjri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus