SELASA malam pekan silam itu jenazah Ali Moertopo disemayamkan di ruang tengah rumahnya, di Jalan Matraman Raya 18, Jakarta Pusat, yang beralaskan permadani merah, tepat di bawah lampu gantung. Begitu Presiden Soeharto dan Ny. Tien selesai melayat, menjelang tengah malam, terdcngar surat Yassin dibaca beberapa orang. Beberapa di antara kitab Yassin yang kecil itu bergambarkan pohon beringin yang dibentuk dengan huruf Arab. Pelayat terus berdatangan hingga menjelang pagn Esoknya ribuan orang terus mengalir datang di rumah Almarhum, juga tatkala jenazah disemayamkan di gedung DPA, lalu terakhir di TMP Kalibata. Almarhum memang tokoh populer yang dekat dengan bermacam kelompok. Ia dianggap "bapak" oleh banyak kelompok, antara lain pemuda dan mahasiswa. Ia bahkan akrab dan membantu banyak tokoh PRRI dan Permesta yang sebelumnya disisihkan. Pernah juga ia membina beberapa bekas tokoh DI/TII. Semua itu dilakukannya tatkala ia memimpin Opsus (Operasi Khusus), yang semula dibentuk dalam perjuangan mengembalikan Irian Barat ke wilayah RI. Dalam penataan kembali kehidupan politik Orde Baru, peranan Ali Moertopo sangat menonjol. Namun, dalam peran sebagai "operator" atau "pendobrak" itulah ia dituding sebagai pemecah belah parpol. Dr. Alfian, Direktur Lembaga Riset Kebudayaan Nasional LIPI, menganggap Ali Moertopo tokoh yang kontroversiak "Ia melahirkan beberapa ide yang menarik, seperti akselerasi pembangunan dan massa mengambang. Pada mulanya ide itu kontroversial, tapi akhirnya bisa diterima masyarakat sebagai kenyataan," ujarnya. Alfian, ahli ilmu politik itu, berpendapat, Ali Moertopo kadang kala berani melawan arus karena ia mempunyai sense of purpose (tekad) yang sangat kuat dalam pembangunan bangsa, hingga ia berani mengambil risiko dalam tingkah laku politiknya. Dalam pengamatan Alfian, Ali Moertopo mempunyai kelebihan: mampu keluar dari berbagai krisis politik. "Ia bahkan menjadikan krisis itu sebagai faktor untuk mengembangkan dirinya," tutur Alfian. Ia menyebut Peristiwa 15 Januari 1974 (Malari) sebagai contoh. Akibat peristiwa itu, banyak tokoh yang berkurang pengaruhnya, atau tersingkir dari percaturan politik nasional. Tapi Ali Moertopo malah makin menonjol. "Daya tahan politiknya ini menunjukkan kualitas Ali Moertopo yang luar biasa," kata Alfian. Ali Moertopo juga dianggap Alfian tokoh yang multidimensi. "Di mana pun ia ditempatkan - sebagai aspri presiden, waka Bakin, atau menpen - ia selalu dapat mengembangkan dirinya dan mewarnai bidang itu," katanya. Walau Ali Moertopo telah meninggal Alfian percaya, Almarhum meninggalkan jejak. "Sebab, secara tak langsung, pengaruh Ali Moertopo masih tetap ada melalui ide dan kader yang ditinggalkannya," katanya. Ridwan Saidi, anggota FPP, menilai Ali Moertopo sebagai salah satu superstar bagi kebesaran Golkar. "Bila benar ada sejumlah politisi muda yang dilindunginya, tentunya, setelah kepergiannya, mereka akan mencari katrolan baru," kata Ridwan. Tapi, Sofyan Wanandi, Anggota Dewan Direktur CSIS, tak sependapat. "Tak benar kalau ada kesan teman-temannya meninggalkan Pak Ali," katanya. Kesan dari luar mungkin begitu, tapi itu karena "dia menyuruh setiap orang berkembang". Ia tetap berdiri di belakang. "Jadi semacam godfather," ujarnya. Sekjen DPP Golkar, Sarwono Kusumaatmadja, mengakui juga bahwa semasa hidupnya Ali Moertopo berperan sebagai semacam godfather yang mengorbitkan politisi muda. Almarhum dinilainya sebagai tokoh militer yang punya karakter, kaya dengan gagasan, dan sekaligus mau memperjuangkan gagasannya. "Ali Moertopo adalah pencetus sistem politik Orde Baru," katanya. Sabam Sirait, Sekjen PDI yang juga menjadi anggota DPA, tak sependapat bila Ali Moertopo disebut sebagai perancang Orde Baru. "Dia lahir bersamaan dengan Orde Baru, tapi itu bukan berarti dia arsiteknya. Dengan caranya sendiri, ia memang banyak mengarahkan," ujarnya. Dan itulah yang dianggapnya sumbangan terbesar Ali Moertopo dalam pembangunan politik Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini