SUKIRNO dengan 51 buah lukisannya muncul di ruang pameran TIM
awal Maret yang lalu. Pelukis 69 tahun ini menambahkan R.G.A di
depan namanya dan menganggap dirinya sebagai "Juru Waras" --
Kunst Schildr Tevels Practijk Medicus -- sebagaimana yang
tertera di dalam kartu namanya. Ia belum pernah pameran tunggal
selama 50 tahun jadi pelukis. Ia belum pernah menjual lukisan,
tetapi ia salah seorang anggota Persagi yang aktif pada masanya.
Sebuah karya posternya yang bernama Kapas pernah mendapat
hadiah dan pujian dari Sendenbubutyoo Syoo. Ia menganggap
perkembangan ke arah abstrak untuk seni lukis modern Indonesia
adalah suatu kemunduran karena segala yang datang dari Barat
harus disaring untuk menumbuhkan benih yang berasal dari Timur
sendiri. Iapun khawatir terhadap corak lukisan batik sekarang.
Sementara itu ia pun mempunyai selebaran yang menokohkan dirinya
sebagai pelukis dan "juru waras" kaliber internasional. Di situ
disebutkan antara lain bahwa ia hi melakukan pengobatan jarak
jauh.
Harga-harga yang ditetapkan oleh Sukirno atas lukisannya
berkisar dalam jutaan. Sebuah lukisannya yang bernama Seniman
memperlihatkan sebuah sosok yang disabet dari bentuk wayang.
Sosok itu kelihatan sedang siap melakukan penyiksaan terhadap
sebuah sosok kecil, yang menilik raut mukanya tidak lain dari
pelukisnya sendiri. Warna-warnanya adalah warna-warna pokok yang
berbaur tapi masih melantunkan kesan hijau coklat dan sedikit
kuning. Ada suasana primitif dalam kanvas ini. Ada kesan magis,
karena unsur-unsur teknis diabaikan sama sekali sehingga yang
mencuat adalah ekspresi dari naluri. Sukirno tampaknya sama
sekali tidak berusaha untuk menghiraukan apa yang akan dikatakan
oleh -- orang asal dia sudah menancapkan bagaimana maunya. Tak
banyak orang suka pada lukisan ini. Terasa ia tidak menawarkan
percakapan bagi yang melihatnya, hanya memamerkan suatu suasana
unik. Namun harus diakui ada terasa kejujuran di dalamnya.
Kejujuran yang cukup gila pada akhirnya kalau orang melihat,
pada daftar harga. Lukisan itu berharga Rp 10 juta.
Humor
Munculnya Sukirno dengan sebuah dunia yang kelihatannya sepele
tetapi sudah ditunggunya dengan edan puluhan tahun, memang
terasa aneh. Hampir seluruh lukisannya yang berpangkal dari
dirinya sendiri dilontarkannya dalam bentuk-bentuk yang
karikatural. Pelukis yang pedagang obat ini tampaknya masih
merasa bahwa seniman adalah mahluk yang malang dan tergencet.
Sehingga harus ditokohkan sebagai hero. Dan ia telah bersepakat
untuk melambangkan hidupnya dengan ketiga isterinya sebagai
dunia kecil yang bisa menampilkan dengan sederhana kenyataan
dunia pada umumnya.
Untunglah ia tidak berusaha mengkambing hitamkan siapa-siapa
sebagai sumber kemalangan seniman itu bahkan sering mengejek
dirinya sendiri. Dan kalau ia melukis seorang penari dengan
pantat bundar dan hanya memakai cawat -- dari belakang panggung
-- asosiasi kita terhadap beberapa tokoh yang kelihatan menonton
di depan panggung bukanlah para pejabat atau orang-orang gedean.
Kita jadi tersenyum saja melihat humor yang muncul dari cara
Sukirno menampilkan pengamatannya. Kadangkala kanvasnya menjadi
surealis, karena ia sama sekali mencoba menampilkan apa saja
yang terlintas pada otaknya. Misalnya gambar mulut yang memakan
manusia. Gambar diri sebagai seekor singa yang ditunggangi oleh
anak-anak dan isterinya. Gambar pelukis sendiri sedang
menunggang seekor ayam jago.
Hitchcock
Gambar-gambar tersebut sayang sekali begitu kasar dibayangi oleh
wajah pelukisnya sendiri --yang selalu minta bagian seperti
seorang Hitchcock dengan film-film horornya. Sehingga, meskipun
sering melantunkan humor yang pedih, sinisme, kritik-kritik
sosial, banyak kali lerasa berkelebihan. Misalnya saja pada
gambar seseorang sedang mengacungkan tangan, sedang di telapak
tangannya ada sebutir telur dengan tulisan "pelukis". Juga ada
sebuah gambar di mana sang pelukis kelihatan sedang memegang
paletnya dengan setangkai kembang putih di kuping kanan,
sedangkan di latar belakangnya tampak laut dan perahu. Belum
lagi keisengan dari pelukis untuk membubuhkan kata-kata atau
kalimat pada lukisannya. Misalnya pada gambar seorang wanita
telanjang dengan latar bulan dan bayangannya di atas air, ada
sebuah peti tempat wanita itu tertekan berisi tulisan
"Pancasila".
Akal untuk mencuri efek ini, jadi sekaligus bertentangan dengan
kejujurannya pada gambar-gambar lain. Apalagi pada gambar itu ia
dengan sopan mencoba menghilangkan gambar kelamin wanita
tersebut, sementara pada gambar lain ia tak tanggung-tanggung
nenampilkan gambar alat kelamin lelaki, juga tak
tanggung-tanggung melukiskan gambar tinja yang sedang meluncur
dari anus pemiliknya. Dua hal yang berbeda ini mungkin boleh
dianggap sebagai perkembangan watak dari pelukis. Ia pada
periode terakhir tampak mulai tidak semasa bodoh masa lalunya.
Gambar-gambarnya yang belakangan ampak romantis dan mau manis.
Misalnya pada gambar seorang wanita tidur menelungkup dengan
sprei putih. Gambar ini jauh berbeda dengan gambar wanita yang
sedang mencuci atau Ratu Batik, yang boleh dianggap lumayan
dalam rentetan dunianya. Dunia Sukirno bagi banyak orang terasa
sebagai dunia yang asing. Dunia yang mungkin mengingatkan pada
karikaturalnya lukisan-lukisan Otto Djaja. Dunia yang mencoba
menampilkan kenyataan, tetapi kemudian terasa oleh orang sebagai
sesuatu yang surealis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini