Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Isi Naskah Lakon Teater Wawancara dengan Mulyono yang Gagal Dipentaskan di ISBI Bandung

Berikut isi naskah Wawancara dengan Mulyono yang semula hendak dipentaskan Teater Payung Hitam namun ruangannya digembok Rektorat ISBI Bandung.

18 Februari 2025 | 15.18 WIB

Gambar baliho Teater Payung Hitam yang dicopot di kampus ISBI Bandung. Foto: Dok.Payung Hitam.
Perbesar
Gambar baliho Teater Payung Hitam yang dicopot di kampus ISBI Bandung. Foto: Dok.Payung Hitam.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Teater Payung Hitam gagal mementaskan lakon terbarunya yang berjudul Wawancara dengan Mulyono pada 15 dan 16 Fabruari 2026 di Studio Teater Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung karena pintunya dikunci dengan dua gembok. Naskah lakon itu menurut Rachman Sabur, penulis naskah, aktor, sutradara Teater Payung Hitam, bagian dari sepuluh teks monolog yang dibukukan. “Pertunjukannya komedi satir, bukan yang memunculkan stressing,” katanya kepada Tempo, Senin 17 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Lakon Wawancara dengan Mulyono melibatkan dua orang aktor. Seorang pemain berperan sebagai pewawancara, sementara aktor lain menjawab pertanyaan dengan bahasa tubuh tanpa ucapan. Mulyono merupakan nama kecil mantan Presiden Joko Widodo. Rachman Sabur menyilakan Tempo untuk mempublikasi isi naskah drama itu yang mengundang kontroversi belakangan ini.

(Di suatu ruang pertunjukan, backdrop kain merah bolong-bolong, di samping kiri atau kanan panggung ada bentangan kain putih robek-robek. Musik biola menyanyikan lagu 'Rayuan Kelapa'. Ujung-ujungnya musik biola jadi chaos, rusak, tak lagi bisa dinikmati.)

Sebagai seorang pewawancara amatir, sungguh! Saya tidak tahu darimana untuk memulainya wawancara dengan Pak Mulyono ini. Saya tidak tahu. Saya tidak diberi tahu sebelumnya. Tahu-tahu saya harus mewawancarainya. Padahal mana saya tahu! Tapi mungkin ini juga tidak apa-apa. Mungkin dari ketidak tahuan inilah akan menjadi sesusatu yang surprise! Yang menarik untuk diketahui khlayak. 

Bahkan hal ini bisa menjadi sesuatu yang penting! Yang teramat penting untuk disampaikan kepada masyarakat umum. Dan juga kepada para penonton drama yang berada di seantero negeri Konoha ini. Sungguh! Wawancara yang akan saya lakukan dengan Pak Mulyono, diharapkan akan menjadi bahan renungan dan pencerahan bagi kita semua. 

Mahasiswa melakukan aksi protes terkait pelarangan pertunjukan monolog Wawancara dengan Mulyono oleh Teater Payung Hitam di taman Kampus ISBI, Bandung, Jawa Barat, 17 Februari 2025. Tempo/ Prima mulia

Termasuk bagi keluarganya. Bagi buzzer-buzzer-nya. Dan bagi ternak-ternaknya yang selama sepuluh tahun terakhir ini tumbuh bagai tumbuhnya jamur di musim hujan. Kemudian berkembang biak sampai ke pelosok-pelosok. Ke gorong-gorong. Mencari-cari sesuatu. Entah apa gerangan yang dicarinya itu? Apakah itu pencitraan atau yang sejenisnya? Yang tahu pasti adalah dirinya sendiri.

Baik, sebelum saya mulai wawancaranya dengan Pak Mulyono, ada baiknya pula kita flashback dulu sesaat. Sambil menikmati musik pengantar wawancara dan tayangan video rekam jejak Pak Mulyono. Ya! Untuk rangsangan pengembangan imajinasi, ingatan, dan emosi kita tentunya. Kepada pemain musik dan operator infocus saya persilakan untuk beraksi!

(Musik kuda kumping, pewawancara amatir menyanyi dan menari kuda lumping. Muncul Pak Mulyono, bisa imajiner, bisa real dihadirkan)

Selamat datang kepada Pak Mulyono! Selamat datang di ruang pertunjukan ‘drama’ omon-omon ini! Semoga Anda panjang usia! Panjang rejeki! Panjang bahagia! Panjang segalanya! Kepada para penonton dipersilakan bertepuk tangan semeriah mungkin untuk kehadiran Pak Mulyono!

(Pak Mulyono bergerak dan berpose ke sana ke mari)

Bayangkan! Seandainya saya sebagai pewawancara diperbolehkan untuk marah-marah? Boleh bicara yang jelek-jelek? Yang buruk-buruk? Boleh bicara kasar? Seperti: Anjing! Babi! Setan! Ular belang! Kodok buduk! Lalat busuk! Kadal buntung! Cacing! Tai! Tai ayam! Tai sapi! Tai kuda! Tai kucing! Tai orang! Tai! Tentu saja kata-kata itu tidak sopan! Kata-kata itu harus baik-baik saja. Meskipun situasi yang sedang dihadapi tidak baik-baik saja. Semuanya harus kita simpan dalam pikiran kita. Tidak boleh dimuntahkan. Ditelan saja. Ya! Ditelan saja!

Wah! Tiba-tiba muncul ide! Sebelum wawancara ini kita mulai, bagaimana kalau Pak Mulyono ini kita daulat untuk menyanyikan lagu hymne aktor? Karena yang saya tahu, Pak Mulyono ini adalah seorang aktor berbakat juga. Di suatu saat Pak Mulyono bermain drama di panggung depan. Di saat yang lain bermaian drama di panggung belakang. Amazing! Saya yakin kita semua sangat setuju untuk mendengarkan Pak Mulyono menyanyikan lagu hymne aktor. Bagaimana Pak Mulyono? Oke? Oke? Oke!!!

(Lagu hymne aktor diperdengarkan, Pak Mulyono menyanyikan lagu hymne aktor dengan ekspresi tubuhnya)

Sungguh-sungguh dahsyat! Mantap! Luar biasa! Bravo! Bravo! Bravo! Saya sampai terkesiap! Tersihir oleh ekspresi yang kharismatik! Saya mohon bertanya: apakah Anda ini Mulyono asli? Atau Mulyono palsu?

(Pak Mulyono menjawab dengan bahasa tubuhnya)

Saya merasa takjub sekali! Menyaksikan gestur tubuhnya yang penuh vitalitas. Energik! Plastis! Elastis! Ini di luar dugaan saya. Jawaban bahasa tubuh dari Pak Mulyono singkat. Padat. Penuh metaphor. Multitafsir. Beraneka makna!

(Pak Mulyono bertepuk tangan)

Dalam hati saya akan bertanya. Kita akan bertanya. Kenapa harus Pak Mulyono? Kenapa bukan Pak Trump? Bukan Pak Putin? Bukan Pak Netanyahu? Bukan pula Xi Jinping? Ya karena Pak Mulyono ini fenomenal sekali! Pak Mulyono selalu jadi pusat perhatian mata dulia! Menjadi pembicaraan di mana-mana! Di seantero dunia!

Seniman dan sutradara kelompok Teater Payung Hitam Rachman Sabur menunjukkan buku hasil karyanya berjudul Teks-Teks Monolog Rachman Sabur di Kampus Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Jawa Barat, 15 Februari 2025. Antara/Novrian Arbi

Pak Mulyono, pertanyaan berikutnya: Karier Anda melesat dengan cemerlang sekali. Mulai dari seorang pengusaha meubel. Lalu menjadi wali kota. Lalu menjadi gubernur. Lalu menjadi presiden selama dua periode. Sungguh-sungguh perkembangan karier Anda yang fantastis! Pertanyaannya adalah: apakah jabatan dan kekuasaan itu anugerah atau musibah?

(Pak Mulyono menjawabnya masih dengan bahasa tubuhnya lebih atraktif).

Pak Mulyono, Anda bisa menjelaskan tentang Parcok? Tentang IKN? Tentang Bansos? Tentang KPK? Tentang PSN? Tentang PIK 2? Tentang pagar laut? Penjelasan Anda Pak Mulyono?

(Pak Mulyono menjawabnya dengan membawa-bawa pot bunga uang ke sana ke mari)

Oh! Maksud Pak Mulyono itu sudah tapi belum, itu kan maksudnya? Sebuah penjelasan dan jawaban yang sungguh-sungguh sulit untuk dimengerti! Tapi tidak apa-apa. Sah-sah saja. Lalu bagaimana komentar Anda tentang: No Mulyono No Democration?

(Pak Mulyono menggeleng-gelengkan kepala menjulur-julurkan lidahnya)

Ini penjelasan yang benar-benar rumit! Rumit! Rumit! Benar-benar no ethic no justice! Absur! Absur! Pak mulyono pertanyaan terakhir: Bagaimana komentar Anda  ketika Anda dinobatkan menjadi salah seorang terpopuler di dunia menurut OCCRP. Klarifikasi Anda?

(Pak Mulyono mengeluarkan banyak uang dari kantung babinya. Melakukan saweran uang kepada penonton. Pewawancara kehabisan kata-kata. Musik-video-istigfar)

Anwar Siswadi (Kontributor)

Anwar Siswadi (Kontributor)

Kontributor Tempo di Bandung

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus