Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tema LGBT atau lesbian, gay, biseksual, dan transgender kerap menjadi jalur inti penyelenggaraan Q Film Festival. Hingga perhelatan tahun kedelapan, festival yang sudah ada sejak 2002 tersebut tetap berada di bawah bendera tema LGBT. Berikut ini petikan wawancara Tempo dengan John Badalu, selaku direktur festival dan penentu program festival.
Bagaimana pemilihan film-film untuk festival ini?
Seperti yang sudah-sudah, tetap berpatokan pada film dengan tema LGBT. Tapi juga wajib ada film tema kemanusiaan. Karena festival ini merupakan bagian dari acara yang mengacu pada Berlin Film Festival di Jerman, jadi film-filmnya memang umumnya yang sudah pernah diputar di sana.
Apa kriteria utama pemilihannya?
Pertama, filmnya harus bagus dari segi kualitas. Tapi ada juga beberapa film yang penggarapannya masih amatir, tapi isunya perlu diangkat. Nah, film yang seperti itu kami masukkan juga. Kedua, film ini belum diputar di Q Film Festival sebelumnya.
Dalam festival kali ini ada acara Q! Gossip, apa itu?
Q! Gossip adalah sebuah ajang pertemuan untuk membahas seputar isu LGBT dengan narasumber kompeten, seperti seksolog, penulis, dan komunitas gay serta lesbian.
Berapa jumlah film yang dipersiapkan untuk festival tahun ini, dan film apa yang dijagokan?
Sekitar 100 film. Sejak tiga tahun terakhir, penyelenggara selalu menjaga jumlah film di kisaran 80-100 film. Film yang dijagokan kali ini ada Beautiful Boxer, A Moment in June, Dolls, dan Dose.
Pernahkah Q Film Festival menerima protes?
Pada 2002 dan 2003, kami pernah diprotes Front Pembela Islam (FPI). Saat itu mereka memboikot salah satu venue kami. Tapi setelah diajak nonton bareng dan berdiskusi, akhirnya mereka menganggap film-film itu aman. Tapi imbasnya, ada salah satu sponsor yang beranjak menjauh, mungkin karena hal itu, dan juga takut terhadap Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi.
Bagaimana animo penonton hingga tahun kedelapan ini?
Secara statistik meningkat dari tahun pertama (2002), yang cuma ada 750 penonton di Jakarta. Festival pertama memang hanya diselenggarakan di Jakarta. Sampai 2008 sudah mencapai 18 ribu penonton, yang tersebar di lima kota, yakni Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali. Pada tahun ini ada penambahan kota, yaitu Makassar. Tapi karena festival ini nonprofit, jadi kami tidak ngoyo.
Adakah respon nyata dari masyarakat yang lahir setelah berkunjung di Q Film Festival?
Ada, yakni Arus pelangi. Organisasi itu dibentuk oleh para pecinta film Q Festival. Kontribusi mereka hingga kini terus meramaikan festival kami, aktif menonton dan ikut diskusi.
Aguslia Hidayah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo