Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Kaki tangan heren di timur

Pengarang: c.r. boxer. jakarta: sinar harapan, 1983. resensi oleh: onghokham. (bk)

6 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jan Kompeni Dalam Perang dan Damai 1602-1799: Sebuah Sejarah Singkat tentang Persekutuan Dagang Hindia Belanda. Oleh: C.R. Boxer Penerbit: Sinar Harapan, Jakarta, 1983, 160 halaman. KALAU cuma membaca judulnya saja orang akan mengira buku ini adalah mengenai sejarah Indonesia. Jan Kompeni atau VOC sebenarnya memiliki kegiatan yang jauh lebih luas daripada di Indonesia saja -- pada masa jayanya di abad ke-17. Kegiatannya menjangkau seluruh Asia. Peran VOC terbesar memang di Indonesia. Dan markasnya di Asia adalah di Kota Batavia (sekarang: Jakarta). Tapi dalam buku ini soal sejarah Indonesia hampir tidak disinggung. Misalnya, mengapa kerajaan-kerajaan di Indonesia demikian mudah dikuasai VOC? Sebagai sejarawan kolonial di Asia, Boxer hanya menunjukkan perhatian pada segi Barat saja. VOC dilukiskan dengan strukturnya, yang di Nederland diketuai oleh Heren XVII, sebagai wakil para saudagar besar dari berbagai provinsi yang tergabung dalam satu uni. Kota Amsterdam dalam VOC memiliki saham terbesar sebagai kota terkaya di Belanda pada zaman itu. Berhasil didirikannya VOC merupakan sesuatu yang besar dan raksasa mengingat renggangnya uni Belanda di masa itu. Hanya kesadaran akan saingan dari negara lain yang merealisasi adanya VOC. VOC adalah perseroan dagang dengan tujuan mengambil keuntungan sebesarbesarnya. Tapi beroperasi di daerah Timur di mana kedudukan dagang harus direbut dengan kekerasan dari raja-raja Indonesia dan Timur lainnya. Pada abad itu antara perdagangan, pembajakan laut, perang, dan politik memang tidak ada perbedaan yang terlalu besar. Tipe (model) ideal tokoh VOC yang berhasil adalah seorang serdadu pedagang (soldier-merchant) seperti Laksamana Speelman yang menaklukkan Makasar dan mengadakan aliansi pertama antara VOC dan raja Mataram. Namun dalam organisasi para pejabat pedagang VOC tetap lebih unggul dari militer. Ini terlihat dari kedudukan para gubernur-jenderal di Timur yang merupakan wakil tertinggi dari Heren XVII di Belanda. Tidak saja terhadap raja-raja Indonesia VOC berlaku keras. Juga pada saingannya yang terbesar: Inggris. VOC pernah mengusir orang Inggris dari Banten, dan membantai mereka di Maluku, yang terkenal sebagai Ambonse Moord, pada abad ke-17. VOC, menurut Boxer, penting bagi perekonomian Belanda, antara lain, karena memberikan pekerjaan, kesempatan pada modal untuk berkembang, dan mobilitas sosial. Boxer benar. Kemiskinan dan taraf hidup rakyat bawahan di Batavia pada abad ke-17 menyolok sekali. Ruangan tidur tanpa jendela dan didiami sepuluh orang atau lebih. Hal inilah yang mendorong orang mencari jalan keluar dari sana dan berpetualangan di Timur. Dan ini sekaligus menghindarkan Belanda dari keresahan, bahkan revolusi sosial, di dalam negeri. Dalam abad ke-18 VOC menurun dan akhirnya menghadapi kebangkrutan. Sebabnya? Menurut Boxer, mutu orang yang dipekerjakan VOC sebagai pejabat, serdadu, kelasi, dan sebagainya menurun kualitasnya. Sebab tenaga-tenaga itu diperoleh VOC melalui ronselarij -- pembujukan dengan cara memabukkan gelandangan di kota-kota pelabuhan. Setelah mereka dalam keadaan tidak sadar lalu dimasukkan ke dalam tangsi-tangsi VOC dan kemudian dikirim ke Timur. Banyak sejarawan mengatakan bahwa VOC runtuh karena korupsi. Tapi banyak pula, di antaranya sejarawan terkenal van Leur dan Schrieke, menyangkal hal itu. Boxer sendiri mengatakan dalam serikat dagang Inggris, East India Company (EIC) juga banyak korupsi. Namun dalam zaman itu mereka justru unggul. Soal lain yang disinggung Boxer dapat menyebabkan kebangkrutan VOC adalah terlibatnya mereka pada perang dan politik. VOC adalah perseroan dagang dengan tujuan mengambil untung sebanyak mungkin. Karena perdagangan itu dipaksakan dengan kekerasan tentu ada pembiayaan bagi perang dan politik. Batavia, umpamanya, merupakan suatu pos kerugian. Sebab pembiayaan pertahanannya selalu tinggi. Tidak demikian halnya dengan markas lain seperti di Persia dan Jepang. Ekspansi kolonial Hindia Belanda dalam abad ke-19 ternyata sering juga tidak didasarkan atas kepentingan ekonomi. Tapi pada kepentingan politis. Sebab dilihat dari sudut ekonomis sama sekali tidak ada motivasi kuat bagi ekspansi di Kalimantan Barat, Aceh, Bali, Flores, Sumba, Sumbawa ataupun Irian. Pertimbangan politis dan militer adalah dasar dari ekspansi tersebut. Politik ekspansi VOC ini tentu ada dasar ekonomisnya. Yakni: obsesi VOC akan monopoli perdagangan. Dengan demikian para sejarawan yang selalu mencari motif ekonomis dapat dibenarkan. Dalam rangka ini harus ditunjukkan, seperti juga Boxer melakukannya, bahwa bukan perdagangan Asia-Eropa yang menjadi tujuan VOC ataupun EIC, tapi penguasaan perdagangan inter-Asia. Kalau perseroan dagang Barat hanya bertujuan untuk mengimpor rempah-rempah Indonesia dan hasil bumi Asia lainnya ke Eropa, benua terakhir ini akan ditempatkan dalam kedudukan yang sama seperti kini dihadapi Barat dalam persoalan perdagangan dengan negara penghasil minyak di Timur Tengah dan Jepang. Negara-negara Asia ini menjadi kaya raya karena ekspor minyak dan lain-lain. Sedang mereka hanya membeli sedikit dari Barat. Demikian juga sebenarnya negara-negara Asia dalam abad ke-17-an. Mereka tidak memerlukan bir, gandum, atau barang ekspor lainnya dari Barat. Tapi Barat memerlukan teh, sutra, tekstil, rempah-rempah dari Asia. Penguasaan perdagangan antar-Asia oleh Barat harus membayar impor Eropa ini dan menjadikan Barat suatu kekuatan politik di Asia. Buku Jan Kompeni sebenarnya kurang mendalam mempersoalkan hal-hal pokok itu -- yang kini oleh sejarawan seperti E. Wallerstein banyak dikemukakan. Buku ini lebih menekankan semangat dan budaya. Sebagai buku demikian ia sangat berharga -- khususnya karena banyak gambar-gambar. Mungkin karena sifat-sifatnya, buku ini lebih menjelaskan mengenai warisan VOC atau Kompeni pada kita dibanding buku-buku lain. Saya sangat menganjurkan bagi sejarawan, para peminat sejarah, dan lain-lain untuk membacanya. Khususnya karena Boxer ini adalah seorang ilmuwan yang menulis dengan cara populer tanpa mengurangi nilai akademisnya. Dl sinilah terletak kelebihan Boxer yang menjadikan semua sejarawan iri hati. Onghokham

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus