Eddie Hara, 45 tahun, adalah sebuah fenomena tersendiri dalam seni rupa kontemporer Indonesia. Ketika perupa pada umumnya tidak puas hanya menjelajah media dua dimensi dengan merambah medium seni instalasi atau seni rupa pergelaran (performance art), Eddie Hara justru semakin kuat mendekap medium konvensional, kanvas dan kertas. Ia sangat setia terhadap seni lukis. Kalaupun ia tetap memelihara keliaran ekspresinya, ia tak bergerak jauh dari teknik melukis di atas media dua dimensi, semisal medium mural sebagaimana yang ia pamerkan dalam pameran tunggalnya yang bertajuk Sweet Beasts. Pada pameran yang berlangsung di Galeri Semarang, Semarang, pada 3 Agustus hingga 16 Agustus lalu itu, Eddie Hara melukis di atas dinding dalam ruang galeri.
Ia menggarap mural baru satu tahun belakangan ini, semisal yang ia kerjakan di Basel (Swiss), Achen (Jerman), Art Frankfurt (Jerman). "Dengan menggarap mural, ada karya lukis saya yang tak harus dijual," katanya. Bagi Eddie Hara, berekspresi lewat medium mural masih tetap dalam kerangka seni lukis. Melukis, katanya, adalah cara berekspresi yang praktis, karena bisa dilakukan di mana pun dan pada saat apa pun. Tapi ia melukis tidak dalam bentuk konvensional. Eddie memperlakukan medium dengan teknik yang lebih bebas. Kadang ia menggunakan teknik campuran di atas medium kanvas, saat lain ia melukis di atas kertas amplop surat yang masih menyisakan cap pos. Dalam karya muralnya ini pun Eddie Hara mengimbuhkan dua obyek berbentuk kepala dari materi kayu. "Yang penting masih dalam lingkup seni lukis," katanya. Kehadiran karya mural dalam pameran ini membuat pameran Eddie Hara agak berbeda dengan pameran sebelumnya.
Penonton disuguhi bentuk makhluk antah berantah dalam garis yang mencitrakan garis kekanak-kanakan. Ada figur hanya berupa kepala menggelembung dengan mulut menyeringai, mata melotot, lidah menjulur, tapi dilengkapi dengan kaki panjang yang ramping, dan ada kalanya diberi bentuk roda. Bentuk figur selalu digarap secara tidak proporsional, yang menghasilkan citra bentuk monster atau makhluk hasil metamorfosis. Tapi, di tangan Eddie Hara sosok monster yang seram menjadi figur yang menyenangkan mata.
Kesuntukannya dengan medium dua dimensi menjadikan proses kreatifnya lebih terfokus pada teknik dan eksplorasi elemen estetik. Pada pameran kali ini karya lukisnya semakin komikal. Ada garis yang membelah kanvas menjadi dua bagian atau lebih, seolah menggambarkan beberapa adegan. "Ini upaya untuk memperkaya komposisi," katanya. Selalu ada figur yang berhadap-hadapan atau saling memunggungi, seolah sedang terjadi dialog. Padahal ungkapan seperti ini nyaris tidak diperuntukkan buat ditafsirkan.
Eddie Hara lebih cerewet dalam mengolah bentuk daripada memberi makna pada bentuk. Figur hadir begitu saja tanpa memiliki relasi satu sama lain. Meski dalam beberapa karyanya Eddie menampilkan figur yang ia kutip dari ikon budaya pop, semisal sosok si Tikus Mickey atau Superman. Eddie mengaku terinspirasi komikus kontemporer Amerika, Charles Burns, yang dalam karya komiknya banyak menampilkan bentuk monster, figur aneh, situasi gelap. Eddie tertarik dengan cara bertutur komik Burns yang tak mengindahkan alur cerita dan tidak realis, bahkan abstrak. Bisa dipahami kalau kemudian karya lukis Eddie Hara tak menceritakan sesuatu secara jelas, sehingga judul karya pun lebih berfungsi untuk membedakan satu karya dengan karya lain.
Eddie Hara dikenal sebagai perupa yang memiliki kemampuan artistik di atas rata-rata. Kemampuan ini belakangan semakin menjadi-jadi dan muncul berupa kecenderungan menghias pada karyanya. Ia membangun bentuk figur dari tumpukan cat yang berlapis-lapis dengan menonjolkan warna primer. Ada banyak totolan yang menutup sebagian besar bidang kanvasnya dalam berbagai warna, atau pengulangan bentuk tak beraturan yang mengingatkan orang pada pola batik. Penonton seperti diajak mengembara dalam dunia fantasi yang penuh warna namun terkesan artifisial.
Berbeda dengan karya lukisnya di atas kertas. Eddie lebih hemat menggunakan warna, tapi justru menonjolkan kesan segar pada karya lukisnya. Warna yang cair dan transparan membasahi kertas menunjukkan spontanitas garis menjelajahi bidang kertas. Walhasil, penonton sepenuhnya disuguhi kecanggihan artistik Eddie Hara dalam mengolah elemen rupa. Ini sebuah kecenderungan baru dalam seni rupa kontemporer yang lebih mengolah elemen estetik tanpa harus digayuti dengan beban representasi yang sarat dengan komentar sosial.
Raihul Fadjri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini