Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Kembali lewat widuri

Bob tutupoly telah kembali dari amerika dan akan tetap tinggal di indonesia. mulai rekaman di remaco dengan lagu antara lain widuri. lagu ini pas dengan temperamen suara dan gaya bob.

19 Februari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BOBY Wiliem Tutupoly telah kembali. Ia tidak ada lagi di Las Vegas, atau di Reno atau di Restoran Ramayana New York. Ia sudah di sini. Menjadi pribumi kembali dan menyanyikan sebuah lagu ciptaan Adriadie yang berjudul WidurL Masih ingat lagulagu: Tiada Maaf Bagimu, Tinggi Gunung Seribu Janji, Lidah Tak Bertulang. Anak kelahiran Surabaya tahun 1939 inilah yang pernah melontarkannya sekitar tahun 1969. Ia telah mengekor grup The Ventures tetirah ke Amerika, justru pada saat namanya sedang mencuat. Tapi kini, "Saya akan tetap di sini dan tidak kembali lagi ke Amerika", ujarnya kepada TEMPO. "Saya pergi pada waktu nama saya sedang harum-harumnya. Sebab kalau aku tidak berhasil di Amerika, untuk muncul lebih mudah", kata Bob lehih lanjut menjelaskan taktiknya. Ini boleh dianggap juga sebagai pengakuan terus terang bahwa ia memang tidak bisa sukses di negara dolar itu. Meskipun berbekal nama lumayan untuk ukuran Indonesia, di sana, seperti diakuinya sendiri ia hanya sebutir pasir di padang sahara. Di sana ia melihat ratusan ribu penyanyi menjadi penganggur dan berlomba mencuri hati para produser. Mereka menempuh jalan damai dan jalan yang menyedihkan, misalnya dengan cara menjadi budak atau menjual diri kepada yang punya duit. Bob sendiri hampir masuk ke dalam jaringan hitam itu. Ia sudah hendak dipastikan cepat tersohor, kalau saja suka tidur dengan orang-orang homosex, katanya. "Beruntunglah saya masih menolak. Waktu itu saya, sempat berfikir sampai 3 hari, kebetulan sekali saya sudah bekerja di Restoran Ramayana, walaupun hanya dengan gaji kecil", kata Bob. Widuri Dengan label Remaco, Bob melemparkan 8 buah lagu dan berhasil menerapkan taktiknya. Suaranya yang banyak terpengaruh oleh gaya menyanyi Nat King Cole dan Harry Belafonte, menyeruak di antara suara biduan-biduan pribumi lain. Terutama sekali lagu Widuri, yang didukung iringan Panca ada plus latar belakang Lex's Trio Koor, menjadi sebuah langkah kembali yang manis. Lagu ini pas dengan temperamen suara dan gaya Bob, dengan tehnik yang sedikit lebih rapih dari tatkala ia meninggalkan Indonesia. Bob tidak terasa lapuk. Boleh jadi disebabkan karena kelihaian mengontrol emosi dan mengekspresi lirik-lirik lagu. Soal yang satu ini penjiwaan lagu - memang Bob sudah terbilang assooi. Meskipun kemampuan itu kini sudah berhasil dikuasai penyanyi-penyanyi lain, toh warna suara Bob masih jadi modal yang bisa diharapkan menopang usahanya untuk muncul kembali. Sayang sekali lagu-lagu cepat dalam kaset ini: Jangan Kau Rayu, Gadis Ayu, Oh Cha Cha dan Hallo Apa Kabar, hanya merupakan variasi-variasi. Lirik dan lagunya asal jadi. Bob terasa terlalu memaksakan diri menyanyikan lagu-lagu yang mengajak melenggang itu. Bob seharusnya hanya memilih lagu macam Widuri atau Di sana, Kerinduan (Yasir Syam) Oh Sayang (ciptaan Sani). "Siapa tahu saya juga bisa membawakan lagu-lagu keras dengan baik, atau mungkin akan cocok sekali untuk saya, dan kemudian orang tidak hanya menyebut saya sebagai pembawa lagu yang romantis saja" kata Bob membela diri. Ia sendiri setuju untuk mengatakan bahwa di negeri ini, kekuasaan para produser juga amat menentukan. Merekalah yang menentukan lagu maupun irama yang sedang disukai. Dilihatnya Koes Plus atau Bimbo terpaksa juga menyanyikan beberapa buah lagu yang dimaui sang juragan, meskipun kedua grup itu sadar sudah punya warna sendiri. Bob sendiri mengaku terus terang bahwa ia juga akan terlibat dalam kesibukan yang sama, selama ia sendiri belum bisa menentukan sendiri kariernya. Padahal ia sudah bilang tidak bisa melihat cara hidup penyanyi-penyanyi Amerika yang tidak mempunyai kepribadian. "Mereka hidup dalam dua pribadi, pribadi sendiri dan pribadi yang dibentuk produsernya", kata Bob. "Banyak di antaranya yang merasakan goncangan batin, lalu melepaskannya melalui kehidupan yang eksentrik atau dengan narkotik". Kopral Djono Zaman Revolusi, Bob berada di Yogya, terpisah dari orang tuanya. Dia sudah mulai menyanyi di RRI sebagai penyanyi anak-anak. Bangku SMP dijalaninya kembali di Surabaya sambil mendirikan sebuah band sekolahan. Baru setelah duduk di kelas II SMA ia menjadi penyanyi profesional. Lagu-lagu yang sering dibawakannya adalah lagu-lagu Belafonte. Kemudian bergabung dengan band Bhineka Ria yang benar-benar merupakan campuran Arab, Madura dan Ambon. Tahun 1960 ia mendapat kesempatan pertamanya, melantunkan antara lain lagu Oto Bemo dan Kopral Djono, Tatkala pindah ke Bandung 2 tahun berikutnya untuk kuliah, ia bergabung dengan band Cressendo. Tetapi perjalanan kariernya sesungguhnya baru benarbenar mulai tegas sesudah ia pindah ke Jakarta dan bekerja di Hotel Indonesia. Waktu itu ia bekerja sama dengan Panca Nada yang menelorkan Lidah Tak Bertulang dan Mengapa Tiada Maaf. Kembali ke Indonesia, ia melihat kehidupan penyanyi sudah bertambah baik. Paling tidak mereka sudah sanggup hidup dari tarik suara. Tetapi ia mengatakan kehidupan shwbiz amat membosankan. Ini menurut Bob dikarenakan, mereka tidak tahu bagaimana cara tampil yang baik. Pokoknya asal ada panggilan baik band atau penyanyi terus berangkat. "Mereka tidak mau tahu bahwa untuk itu harus ada latihan yang betul-betul matang sehingga tidak mengecewakan. Karena penonton dalam showbiz adalah raja", kata Bob. Ia telah melihat bagaimana Barbara Streissand, Harry Belafonte, Neil Diamond, Sammy Davis Jr, tampil dengan begitu teliti dan mempesona, berkat latihan yang intensif dan teratur. Memang diakuinya juga, problim di Indonesia bukan hanya soal kemalasan, tetapi juga masalah teknik dan peralatan yang kurang. Ditanya mengapa ia tidak ikut serta lomba-lomba nyanyi, seperti dilakukan oleh Broery yang sempat 2 kali jadi juara, Bob menjawab: "Merugikan. Kalau menang, orang tidak melihat sebagai surprise. Tapi kalau jatuh, orang akan mengatakan kok sama penyanyi baru, kalah".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus