BOBY Wiliem Tutupoly telah kembali. Ia tidak ada lagi di Las
Vegas, atau di Reno atau di Restoran Ramayana New York. Ia sudah
di sini. Menjadi pribumi kembali dan menyanyikan sebuah lagu
ciptaan Adriadie yang berjudul WidurL Masih ingat lagulagu:
Tiada Maaf Bagimu, Tinggi Gunung Seribu Janji, Lidah Tak
Bertulang. Anak kelahiran Surabaya tahun 1939 inilah yang
pernah melontarkannya sekitar tahun 1969. Ia telah mengekor grup
The Ventures tetirah ke Amerika, justru pada saat namanya sedang
mencuat. Tapi kini, "Saya akan tetap di sini dan tidak kembali
lagi ke Amerika", ujarnya kepada TEMPO.
"Saya pergi pada waktu nama saya sedang harum-harumnya. Sebab
kalau aku tidak berhasil di Amerika, untuk muncul lebih mudah",
kata Bob lehih lanjut menjelaskan taktiknya. Ini boleh dianggap
juga sebagai pengakuan terus terang bahwa ia memang tidak bisa
sukses di negara dolar itu. Meskipun berbekal nama lumayan untuk
ukuran Indonesia, di sana, seperti diakuinya sendiri ia hanya
sebutir pasir di padang sahara. Di sana ia melihat ratusan ribu
penyanyi menjadi penganggur dan berlomba mencuri hati para
produser. Mereka menempuh jalan damai dan jalan yang
menyedihkan, misalnya dengan cara menjadi budak atau menjual
diri kepada yang punya duit. Bob sendiri hampir masuk ke dalam
jaringan hitam itu. Ia sudah hendak dipastikan cepat tersohor,
kalau saja suka tidur dengan orang-orang homosex, katanya.
"Beruntunglah saya masih menolak. Waktu itu saya, sempat
berfikir sampai 3 hari, kebetulan sekali saya sudah bekerja di
Restoran Ramayana, walaupun hanya dengan gaji kecil", kata Bob.
Widuri
Dengan label Remaco, Bob melemparkan 8 buah lagu dan berhasil
menerapkan taktiknya. Suaranya yang banyak terpengaruh oleh gaya
menyanyi Nat King Cole dan Harry Belafonte, menyeruak di antara
suara biduan-biduan pribumi lain. Terutama sekali lagu Widuri,
yang didukung iringan Panca ada plus latar belakang Lex's Trio
Koor, menjadi sebuah langkah kembali yang manis. Lagu ini pas
dengan temperamen suara dan gaya Bob, dengan tehnik yang sedikit
lebih rapih dari tatkala ia meninggalkan Indonesia. Bob tidak
terasa lapuk. Boleh jadi disebabkan karena kelihaian mengontrol
emosi dan mengekspresi lirik-lirik lagu. Soal yang satu ini
penjiwaan lagu - memang Bob sudah terbilang assooi. Meskipun
kemampuan itu kini sudah berhasil dikuasai penyanyi-penyanyi
lain, toh warna suara Bob masih jadi modal yang bisa diharapkan
menopang usahanya untuk muncul kembali. Sayang sekali lagu-lagu
cepat dalam kaset ini: Jangan Kau Rayu, Gadis Ayu, Oh Cha Cha
dan Hallo Apa Kabar, hanya merupakan variasi-variasi. Lirik dan
lagunya asal jadi. Bob terasa terlalu memaksakan diri
menyanyikan lagu-lagu yang mengajak melenggang itu. Bob
seharusnya hanya memilih lagu macam Widuri atau Di sana,
Kerinduan (Yasir Syam) Oh Sayang (ciptaan Sani).
"Siapa tahu saya juga bisa membawakan lagu-lagu keras dengan
baik, atau mungkin akan cocok sekali untuk saya, dan kemudian
orang tidak hanya menyebut saya sebagai pembawa lagu yang
romantis saja" kata Bob membela diri.
Ia sendiri setuju untuk mengatakan bahwa di negeri ini,
kekuasaan para produser juga amat menentukan. Merekalah yang
menentukan lagu maupun irama yang sedang disukai. Dilihatnya
Koes Plus atau Bimbo terpaksa juga menyanyikan beberapa buah
lagu yang dimaui sang juragan, meskipun kedua grup itu sadar
sudah punya warna sendiri. Bob sendiri mengaku terus terang
bahwa ia juga akan terlibat dalam kesibukan yang sama, selama ia
sendiri belum bisa menentukan sendiri kariernya. Padahal ia
sudah bilang tidak bisa melihat cara hidup penyanyi-penyanyi
Amerika yang tidak mempunyai kepribadian. "Mereka hidup dalam
dua pribadi, pribadi sendiri dan pribadi yang dibentuk
produsernya", kata Bob. "Banyak di antaranya yang merasakan
goncangan batin, lalu melepaskannya melalui kehidupan yang
eksentrik atau dengan narkotik".
Kopral Djono
Zaman Revolusi, Bob berada di Yogya, terpisah dari orang tuanya.
Dia sudah mulai menyanyi di RRI sebagai penyanyi anak-anak.
Bangku SMP dijalaninya kembali di Surabaya sambil mendirikan
sebuah band sekolahan. Baru setelah duduk di kelas II SMA ia
menjadi penyanyi profesional. Lagu-lagu yang sering dibawakannya
adalah lagu-lagu Belafonte. Kemudian bergabung dengan band
Bhineka Ria yang benar-benar merupakan campuran Arab, Madura dan
Ambon. Tahun 1960 ia mendapat kesempatan pertamanya, melantunkan
antara lain lagu Oto Bemo dan Kopral Djono, Tatkala pindah ke
Bandung 2 tahun berikutnya untuk kuliah, ia bergabung dengan
band Cressendo. Tetapi perjalanan kariernya sesungguhnya baru
benarbenar mulai tegas sesudah ia pindah ke Jakarta dan bekerja
di Hotel Indonesia. Waktu itu ia bekerja sama dengan Panca Nada
yang menelorkan Lidah Tak Bertulang dan Mengapa Tiada Maaf.
Kembali ke Indonesia, ia melihat kehidupan penyanyi sudah
bertambah baik. Paling tidak mereka sudah sanggup hidup dari
tarik suara. Tetapi ia mengatakan kehidupan shwbiz amat
membosankan. Ini menurut Bob dikarenakan, mereka tidak tahu
bagaimana cara tampil yang baik. Pokoknya asal ada panggilan
baik band atau penyanyi terus berangkat. "Mereka tidak mau tahu
bahwa untuk itu harus ada latihan yang betul-betul matang
sehingga tidak mengecewakan. Karena penonton dalam showbiz
adalah raja", kata Bob. Ia telah melihat bagaimana Barbara
Streissand, Harry Belafonte, Neil Diamond, Sammy Davis Jr,
tampil dengan begitu teliti dan mempesona, berkat latihan yang
intensif dan teratur. Memang diakuinya juga, problim di
Indonesia bukan hanya soal kemalasan, tetapi juga masalah teknik
dan peralatan yang kurang. Ditanya mengapa ia tidak ikut serta
lomba-lomba nyanyi, seperti dilakukan oleh Broery yang sempat 2
kali jadi juara, Bob menjawab: "Merugikan. Kalau menang, orang
tidak melihat sebagai surprise. Tapi kalau jatuh, orang akan
mengatakan kok sama penyanyi baru, kalah".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini