UGO Haryono tidak hanya melukis. Mahasiswa senirupa ini juga
menulis lagu. Pada malam final Lomba Cipta Lagu Remaja yang
terutama didalangi oleh Radio Prambors Rasisonia ia duduk di
kursi tinggi. Membawa gitar, harmonika sambil menyanyikan
ciptaannya O Bunga Anggrek dan Melati Putih di Waktu Malam, yang
termasuk 2 dari 10 finalis.
Suaranya tersendat-sendat. Lirik lagu itu kedengaran cengeng.
Tapi 228 lagu pengikut lainnya sudah sempat ia sikut. Bisa
dibayangkan betapa buruknya keadaan para pengikut yang tidak
tergolong finalis. Ini terjadi di Teater Terbuka TIM, 5 Mei yang
lalu.
Perlu Ditingkatkan
Radio Prambors Rasisonia bekerja sama dengan majalah TOP dan MG
plus beberapa lagi sponsor lain, sedikitnya telah sempat membuat
para remaja sibuk. Anak-anak belasan tahun memberondong Teater
Terbuka TIM untuk merebut karcis yang dijual seharga Rp 1.500.
Tak heran, sejak acara belum mulai tiket sudah amblas. Anehnya
karcis di bangku-bangku agak ke belakang, seharga setengah dan
seperlima harga tersebut seperti kurang disukai. Begitu
bernafsunya anak-anak itu mendesak ke depan - sampai-sampai
pintu belakan panggung mau dijebol, seperti biasa. Boleh jadi
mereka massa Prambors yang juga banyak mengeluarkan rekaman
kaset.
Demikianlah para pencipta muda itu bergiliran mengerahkan
seluruh kemampuan. Di deretan juri juga terlihat wajah-wajah
muda: Keenan Nasution, Donny Cideon, Rahadi, Salanto, Papo
Parera, Theodora KS, Djodi Wuryantoro, Tommy Lesanpura dan
Guruh. Mereka memperhatikan dengan serius kegetolan para finalis
yang tentu saja semuanya pengin menang. Sayang sekali hadiah
terbatas.
Meskipun semangat mereka bagus, tetap terasa adanya kebeliaan
yang menjurus pada kecengengan. Namun demikian para juri masih
tetap sepakat untuk memberikan hadiah pertama kepada Junaidi HS
dengan ciptaannya berjudul Kemelut. Dengan mengumpulkan nilai
155 iapun berhak mengantongi duit hadiah sebesar Rp 50 ribu.
Anak muda ini sebelumnya lebih dikenal sebagai pemain film Aku
Tak Berdosa - memang agak mengherankan juga tiba-tiba muncul
sebagai penulis lagu. Mungkin karena pergaulannya dengan Guruh
dan Keenan. "Lagu-lagu yang saya kirimkan tu, saya bikin tahun
1975: Mana ejaannya salah lagi, habis tergesagesa sih", katanya
kepada TEMPO.
Pemenang lainnya adalah Baskoro dengan ciptaannya bernama Dalam
Kelembutan Pagi, yang mengumpulkan nilai 144. Ia menggaet hadiah
Rp 30 ribu. Sementara SMA Negeri III dengan judul Di Malam Sang
Sukma Datang, hanya berhasil menjadi juara III dengan nilai 142
dan uang hadiah Rp 15 ribu. Menyusul juara harapan I dan II,
masing-masing SMA Negeri III (Akhir Dari Sebuh Opera) dan JS.
Sundah (Lilin-Lilin Kecil).
Joni, Direktur Prambors Rasisonia meniatkan untuk mengadakan
kegiatan yang bagus ini setiap tahun. Tetapi mungkin sekali niat
itu akan tetap niat. Sebab rupa-rupanya mereka tergantung pada
kebaikan hati para sponsor. Sayang, kan.
Meskipun lomba ini belum menampakkan mutu yang baik, tetapi
jumlah pengikutnya membayangkan harapan. Bahwa suasana mencipta
masih tetap subur. Tidak cukup hanya dengan merangsang-rangsang.
Yang paling penting adalah menghargainya. Untuk itu rasanya uang
hadiah yang diberikan perlu ditingkatkan jugalah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini