Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Kesaktian dan Kekonyolan Gundala

Tokoh patriot pertama Marvel-nya Indonesia. Joko Anwar menghadirkan tokoh Gundala yang membumi.

31 Agustus 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gundala (Abimana).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak ada lagi pria berkostum hitam ketat bercawat, bersepatu merah, bertopeng, dan hanya terlihat bagian mulut dan hidungnya. Dia bukan ilmuwan yang mencari serum antipetir. Yang ada adalah pria berkostum ketat dengan jaket merah dengan kombinasi karet pengaman membebat bagian bahu, lengan, dan paha, plus helm berkacamata seperti helm penerbang. Yang hampir sama adalah semacam sayap kecil di bagian telinga. Dialah Sancaka alias Gundala.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pria berkostum hitam ketat bercawat itu adalah Gundala era 1980-an dalam film besutan Lilik Sudjio yang dibintangi Tedy Purba. Film ini mengadaptasi komik berjudul Gundala Putra Petir karya Hasmi yang terbit pada 1969. Dalam film itu, Ir Sancoko digambarkan sebagai ilmuwan yang menciptakan serum antipetir. Ia kemudian diangkat anak oleh Dewa Petir dan mempunyai kekuatan super dengan kecepatan kilat serta petirnya. Ia kemudian berhadapan dengan sindikat narkotik pimpinan Gazul.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berbeda dari film 38 tahun lalu itu, dalam film Gundala, sutradara Joko Anwar melahirkan Sancaka sebagai Gundala. Bukan ilmuwan, melainkan rakyat kebanyakan. Seorang petugas keamanan percetakan koran yang rajin membaca setumpuk buku. Sancaka digambarkan sebagai seorang pemuda dengan latar belakang yang lebih membumi. Tak ada lagi Dewa Petir.

Sancaka (Abimana Aryasatya) tumbuh sebagai lelaki yang cuek dengan lingkungannya, meski terlihat ada "panggilan" dari hati kecilnya ketika ada sesuatu yang tak benar di depan matanya. Pengalaman hidupnya yang keras semasa kecil mengajarkannya untuk itu. Sancaka kecil (Muzakki Ramdhan) harus hidup di jalanan mempertahankan diri selepas kematian ayahnya (Rio Dewanto), seorang buruh pabrik, dan ditinggalkan ibunya (Marissa Anita).

Bapak Sancaka (Rio Dewanto).

Rasa peduli, welas asih, dan membela keadilan senantiasa diajarkan kedua orang tuanya. Namun hidup yang keras di kota membuat Sancaka membentengi diri. "Jangan ikut campur urusan orang lain kalau hidupmu tak mau susah," ucap Awang (Faris Fadjar), pemuda yang menolongnya dan mengajarinya bela diri.

Pesan itulah yang terus mengiang hingga ia dewasa. Namun suatu saat ia dibenturkan pada peristiwa seorang copet yang minta diselamatkan dari hajaran massa. Atasannya, Pak Agung (Pritt Timothy), menyentil nuraninya ketika menyelamatkan si copet dan membawanya ke polisi.

Penonton memang harus bersabar untuk melihat kesaktian Sancaka dengan petirnya sebagai seorang patriot. Joko Anwar agak mengulur memperlihatkan kedahsyatan petir di tangan pemuda yang lugu ini. Sancaka harus terlibat dulu dengan sejumlah perkelahian dengan preman saat ia menolong Wulan (Tara Basro) dan adiknya, tetangga di sebelah kontrakannya.

Dari sana, ia juga jadi terlibat dalam kepungan preman pasar. Perlahan ia mulai masuk pusaran persoalan hingga bertemu dengan anak buah Pengkor, seorang bos mafia (diperankan Bront Palarae yang berakting cukup ciamik). Sepanjang film ini, penonton akan melihat banyak adegan laga dengan tangan kosong dan bersenjata. Meski begitu, sutradara tak mengumbar tumpahan darah.

Sancaka pun tak langsung menyadari kesaktiannya. Sejak kecil hingga dewasa, ia takut petir. Baginya, petir selalu mengejarnya. Ia berusaha menghindarinya. Namun, suatu saat, petir menemukannya, menyengatnya dengan hebat. Ia sangat kesakitan, tapi kemudian menantang sengatan listrik mahadahsyat dari petir itu.

Seperti halnya Spiderman yang pada mulanya tak menyadari kehebatannya, Sancaka pun terheran-heran akan kekuatannya menghadapi puluhan preman. Lukanya juga sembuh begitu tersengat petir. Tak melulu melihat ketegangan dari adegan laga, penonton juga terhibur dengan adegan-adegan kocak sang patriot yang menggambarkan keculunan atau kepolosannya. Lihat saja saat ia mengenakan antena radio transistor sebagai pengantar listrik.

Gundala patut diacungi jempol. Ia digadang-gadang sebagai tokoh patriot yang meluncur mengawali produksi jagat Bumilangit, sebuah perusahaan yang didirikan pada 2003 dan menjadi semacam Marvelnya Indonesia. Sederet tokoh patriot dan musuh lain pun sudah mengantre di belakang Gundala dan telah diumumkan oleh Bumilangit.

Gundala, yang merupakan film pertama Bumilangit, bertabur banyak aktor dan aktris ternama. Joko menggarap sinematografinya dengan apik dan detail, antara lain gambar tayangan kerusuhan seperti potongan footage kerusuhan era 1998. Namun adegan kilas balik dan footage yang muncul sedikit-banyak membuat penonton harus jeli untuk mengenalinya.

DIAN YULIASTUTI



Gundala

Sutradara: Joko Anwar

Penulis naskah: Joko Anwar

Pemain: Abimana Aryasatya, Tara Basro, Bront Palarae, Ario Bayu, Rio Dewanto, Marissa Anita, Lukman Sardi, Cecep Arif Rahman, Kelly Tandiono, Hanah Al Rasyid, Pevita Pierce, Putri Ayudya, Donny Alamsyah, Asmara Abigail, Della Dartyan, Tanta Ginting, Arswendy Bening Swara, Pritt Timothy

Produksi: Screenplay Films-Bumilangit Studios-Legacy Pictures

Genre: Drama, action

Durasi: 123 menit

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus