Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Ketika Polisi ’K’ Bertanya tentang Asal-usulnya

Kini, dalam sekuel Blade Runner yang dibuat 30 tahun kemudian, seorang Blade Runner bernama K terguncang ketika menemukan setumpuk tulang replikan. Pertanyaan tentang identitas dan eksistensi para tokohnya.

15 Oktober 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketika Polisi ’K’ Bertanya tentang Asal-usulnya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMANYA K.

Sejak detik pertama, sutradara Dennis Villeneuve mengirim kesan tokoh K dari Franz Kafka dalam suasana absurd pada cerita "The Trial".

Dingin, tampan, dan tanpa emosi, K bukan seseorang yang mempertanyakan kesalahannya seperti cerita klasik Kafka. K adalah seorang polisi yang kelak mempertanyakan asal-usulnya, karena sesungguhnya "replikan" dalam jagat yang diciptakan novelis Philip K. Dick berjudul Do Androids Dream of Electric Sheep? adalah robot sintetis yang diciptakan dan didesain sedemikian rupa sehingga sangat mirip dengan manusia. Dalam film Blade Runner arahan Ridley Scott yang menggemparkan penonton dunia pada 1982, kita diperkenalkan pada Los Angeles yang dystopia pada 2019 ketika para replikan diciptakan oleh Tyrell Corporation untuk menjadi "pesuruh" di area atau planet lain. Adapun replikan yang memberontak dan kembali ke bumi kemudian diburu oleh polisi yang disebut sebagai Blade Runner. Rick Deckard (Harrison Ford) adalah polisi Blade Runner yang ditugasi memburu para replikan pimpinan Roy Batty.

Di dalam sekuel arahan sutradara Dennis Villeneuve, K adalah Blade Runner baru kita. Karena ini adalah sekuel dengan latar yang sama setelah 30 tahun berselang, tak mengherankan jika Villeneuve menyajikan gambar yang spektakuler, adegan-adegan yang lebih dahsyat, serta perkelahian yang lebih fantastis di antara mobil terbang dan lampu neon warna-warni yang bersinar di setiap sudut. Dia tetap mempertahankan suasana melankolis film orisinal sekaligus hujan yang terus-menerus membasahi bumi- sementara banyak penduduk yang sudah pindah ke planet lain- yang menambah rasa kekosongan dan kesia-siaan yang terpancar selama film.

Sama seperti film Blade Runner pertama yang dipenuhi pertanyaan filosofis dan "pemberontakan" Deckard terhadap aturan terhadap para polisi (dilarang berhubungan dengan para replikan), K mulai melontarkan berbagai pertanyaan kepada dirinya, identitasnya, dan kenangan masa kecilnya serta apakah dia memang memiliki orang tua atau sekadar makhluk buatan seperti replikan umumnya.

K, yang ditugasi menghabiskan sisa-sisa replikan masa lalu, menemukan tumpukan tulang masa lalu yang kemudian dinyatakan oleh ahli forensik sebagai "tulang replikan perempuan yang pernah melahirkan". Ini temuan besar karena replikan tidak diciptakan untuk prokreasi.

Film ini tentu saja memperlihatkan beberapa sentuhan teknologi yang 30 tahun lalu belum terbayangkan, misalnya "kekasih" K, Joi (Ana de Armas), yang merupakan sebuah android yang mencoba melayani K sebisanya di luar menyediakan makanan dan menemaninya. Tokoh Joi yang kemudian melangkah memasuki arena pertautan emosi dengan "sang tuan" mengingatkan kita pada film Her (Spike Jonze, 2013). Lalu cara mereka menikmati musik dengan menyalakan semacam alat pemutar musik yang lantas menghasilkan hologram sang penyanyi, Frank Sinatra atau Elvis Presley, misalnya.

Menggunakan keahlian mata dan tangan sinematografer Roger A. Deakins untuk film ini adalah sebuah keputusan tepat. Blade Runner 2049 bukan sekadar film sci-fi dystopia yang sibuk memperlihatkan kedahsyatan teknologi yang mengalahkan kemanusiaan, tapi sebetulnya di sepanjang film tokoh-tokohnya mempertanyakan kemanusiaan diri mereka, termasuk para replikan yang siap memberontak karena merasa diperbudak.

Kemunculan Deckard di akhir film, yang lebih daripada sekadar cameo, kemudian menggenapkan segala rasa hormat dan cinta Denis Villeneuve pada film klasik arahan Ridley Scott itu.

Sutradara Villeneuve, yang mencoba setia dan memberikan tribute sedalam mungkin terhadap film karya Ridley Scott, tetap memasukkan sidik jari ciri khasnya: sebuah kejutan besar di akhir film. Incendies (2010), Sicario (2015), dan Arrival (2016) semua menyimpan akhir film yang mengejutkan.

Blade Runner 2049 tak sekadar memperluas jagat ciptaan Ridley Scott (dan novelis Philip K. Dick) menjadi lebih fantastis dan megah, tapi juga berhasil menghasilkan pertanyaan-pertanyaan (dan jawaban) yang berlapis-lapis tentang identitas K dan Deckard.

Leila S.chudori


Blade Runner 2049
Sutradara: Denis Villeneuve
Skenario: Hampton Fancher, Michael Green
Pemain: Harrison Ford, Ryan Gosling, Ana de Armas, Dave Bautista, Robin Wright

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus