Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosok

Kisah Lantunan Azan yang Bermula dari Mimpi Sahabat Nabi

Seorang sahabat bernama Abdullah bin Zaid menghadap Nabi Muhammad dan bercerita bahwa dirinya baru saja bermimpi melihat seruan azan pada malam sebelumnya.

15 April 2022 | 13.37 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi azan. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Madinah -Pada mulanya, belum ada panggilan seruan yang memberitahukan waktu salat tiba, seperti saat azan kita biasa dengar 5 kali sehari saat ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salat dahulu kala dilakukan dengan cara berkumpul di suatu tempat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dari pelbagai sumber literatur Islam, saat masa-masa Islam awal di Madinah, umat Islam berkumpul di masjid untuk menunggu waktu salat. Setelah berkumpul, umat Islam langsung salat, tanpa ada penanda sebelumnya. Seakan seperti tahu sama tahu.

Namun, seiring meluasnya ajaran Islam, banyak muslim yang tinggal jauh dari masjid. Selain itu, beberapa umat Islam lainnya juga memiliki kesibukan yang bertambah sehingga tidak dapat berkumpul sembari menunggu waktu salat di masjid.

Melihat situasi seperti itu, beberapa sahabat nabi memberi usul kepada Nabi Muhammad SAW agar membuat penanda salat. Beragam usulan muncul, mulai dari menggunakan lonceng, terompet, hingga nyala api. Namun, seluruh usul tersebut ditolak.

Ketika kondisi buntu, seorang sahabat bernama Abdullah bin Zaid menghadap Nabi Muhammad. Ia bercerita bahwa dirinya baru saja bermimpi melihat seruan azan pada malam sebelumnya.

Dalam mimpi tersebut, Abdullah bin Zaid didatangi seorang berjubah hijau yang sedang membawa lonceng. Orang tersebut menyarankan kepada Abdullah bin Zaid untuk mengucapkan serangkaian kalimat, sebagai penanda waktu shalat telah datang.

Serangkaian kalimat azan yang dimaksud adalah:

Allahu Akbar Allahu Akbar, Asyhadu alla ilaha illallah, Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, Hayya ‘alash sholah hayya ‘alash sholah, Hayya ‘alal falah hayya ‘alal falah, Allahu Akbar Allahu Akbar, dan La ilaha illallah.

Mendengar hal itu, Nabi Muhammad kemudian meminta Abdullah untuk mengajari Bilal bin Rabah bagaimana cara melafalkan kalimat-kalimat tersebut. Saat Bilal bin Rabah mengumandangkan azan, Umar bin Khattab yang tengah berada di rumahnya mendengar seruan tersebut dan langsung menghadap Nabi Muhammad. Ia bercerita bahwa dirinya juga memimpikan hal yang sama dengan Abdullah bin Zaid. Mimpi tentang azan sebagai tanda masuknya waktu shalat.

Dalam suatu riwayat, Nabi Muhammad SAW disebutkan telah mendapatkan wahyu tentang azan. Oleh sebab itu, beliau mengiyakan apa yang disampaikan oleh Abdullah bin Zaid. Sejak saat itu, azan resmi menjadi penanda masuknya waktu salat. Azan pertama kali disyariatkan di Kota Madinah pada tahun pertama Hijriyah dan dikumandangkan oleh Bilal bin Rabbah.

M. IHSAN NURHIDAYAH

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus