Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tepat di tengah bidang gunungan bangunan pabrik, citraan sosok Samin Surosentiko yang terbuat dari resin berdiri tegak berbaju kurung putih. Sosoknya kontras dengan latar berwarna biru muda. Kepalanya berbalut kain ikat hitam. Kepalan tangan kirinya, yang menempel di pinggang, menggenggam sebatang pohon tebu. Tangan kanannya diangkat lurus ke depan dengan jari telunjuk menuding. Itulah satu bagian mural yang menghiasi salah satu bangunan pabrik gula Gendhis Multi Manis di Desa Tinapan, Todanan, Blora, Jawa Tengah.
Pada bidang gunungan dengan lebar 50 meter dan tinggi 30 meter itu, sosok penyeru ajaran Samin tersebut seolah-olah hidup kembali. Kepada pengunjung pabrik atau masyarakat yang melintas di depan pabrik, Samin Surosentiko (1859-1914) mengingatkan kembali pada pokok ajaran Samin, yang ditulis sebagai latar gunungan, yakni demen (kasih sayang), becik (kebaikan), rukun (kerukunan), seger (keselamatan), dan waras (kesehatan). Di atas tulisan terdapat citraan matahari bersinar. Secara visual, "kehadiran" Samin bukan hanya terlihat dari warnanya yang kontras, melainkan juga dari ukuran yang gigantik sehingga terlihat jelas dari jalan raya—berjarak sekitar 100 meter dari area pabrik.
Di sebelah kanan Samin terdapat citraan lelaki bertelanjang dada bertopi petani. Tangan kirinya memanggul seikat pohon tebu. Terdapat selarik kalimat "tebune lemu-lemu". Di sebelah kiri terdapat sosok petani menuju pabrik sambil memanggul tebu di pundak kanan. Tangan kirinya membawa obor. Di bagian bawahnya tertulis kalimat "kanggo urip bebarengan". Pesan dari mural itu: hubungan yang harmonis antara petani tebu dan pabrik gula.
Adalah Samuel Indratma dan Ong Harry Wahyu, dua seniman dari Yogyakarta, yang mengerjakan mural tersebut. Dibutuhkan waktu dua bulan untuk persiapan dan dua pekan buat mengerjakannya. Menurut Samuel, idealnya posisi petani tebu dengan pabrik gula adalah sejajar. Bukan saling mengeksploitasi, melainkan bersinergi yang saling menguntungkan. "Relasi petani dan pabrik tebu harus sejajar, tidak berhadap-hadapan," katanya.
Selama ini, menurut Samuel, relasi antara petani tebu dan pabrik di hampir semua pabrik gula di Indonesia tak pernah sejajar. Cerita petani sebagai pihak yang sering dirugikan selalu mengemuka. Karena itu, mural ini mengingatkan akan pentingnya kesetaraan kedua belah pihak. "Tebu bisa kanggo urip bebarengan."
Adapun pemilihan sosok Samin Surosentiko, menurut Ong Harry Wahyu, sengaja dilakukan untuk mengambil spirit ajaran Samin, yang memang berbasis di Blora, sebagai kearifan lokal yang mengajarkan kejujuran dan kepolosan serta menjaga harmoni dalam interaksi sosial. "Ajaran Samin jangan dipinggirkan, tapi harus disosialisasi," ujarnya.
Samuel menuturkan alasan dia bersama Ong menerima proyek mural tersebut ketika Kamadjaya, salah satu pemilik Gendhis Multi Manis, menyampaikan perlu strategi kebudayaan untuk mengubah relasi antara petani tebu dan pabrik gula. Maka keduanya tumbuh tidak dilandasi rasa saling curiga, tapi saling membutuhkan. Bangunan pabrik yang biasanya terkesan congkak dengan bangunan yang kokoh menjulang dibikin teduh dan berwarna dengan lukisan mural.
Seluruh dinding pabrik yang mulai beroperasi pada 4 Juni 2014 itu juga akan dihiasi mural. Rencananya, pada Agustus mendatang, di tempat yang sama akan digelar festival mural internasional dengan mendatangkan seniman mancanegara, seperti dari Amerika Serikat, Prancis, dan beberapa negara lain. Di antara seniman mural yang sudah menyatakan kesediaannya adalah Aaron Noble dari San Francisco, Amerika. Pada 2003, Samuel dan Noble terlibat proyek bersama melukis mural di gedung Bioskop Permata, Yogyakarta.
Menurut Samuel, pengerjaan mural Samin sangat menantang dan cukup sulit. Pada malam hari, dia tak bisa mengerjakannya karena dinding gunungan pabrik yang terbuat dari seng galvalum mengharuskan penggunaan cat minyak yang cepat mengering. Karena itu, sinar matahari sangat dibutuhkan. Kesulitan lain adalah tinggi bidang yang mencapai 35 meter mengharuskan tekanan udara dari kompresor yang sangat kuat. Maka pengerjaan mural ini sampai harus mendatangkan kompresor jumbo dari Yogyakarta.
Khusus pengerjaan mural Samin, Kamadjaya juga mengundang Sabar Gorky, pemanjat dinding berkaki satu, untuk memasang serpihan mural gambar matahari yang disaksikan ratusan petani. Hal ini dimaksudkan memompa semangat petani bahwa, dengan semangat, tak ada yang tak bisa dilakukan sekalipun oleh penyandang disabilitas.
Nyamprus, 65 tahun, petani tebu penganut Samin dari Banjar Rejo, Blora, mengatakan mendukung apa yang dilakukan pabrik Gendhis mengangkat sosok Samin Surosentiko dalam mural. Dia berharap nilai-nilai kejujuran dan kasih sayang ajaran Samin diterapkan dalam relasi antara petani tebu dan pabrik gula. "Pabrik harus merangkul petani karena, kalau petani rugi, pabrik juga tidak mendapatkan pasokan tebu," ujarnya.
Sohirin (Blora)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo