Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LARRY CROWNE
Sutradara: Tom Hanks
Skenario: Tom Hanks dan Nia Vardalos
Pemain: Tom Hanks, Julia Roberts
INI kisah tentang orang-orang biasa. Dengan kehidupan biasa, cita-cita sederhana, dan definisi kebahagiaan yang bersahaja pula.
Tapi "biasa" tak berarti "membosankan". Mengisahkan problem orang-orang biasa di masa krisis ekonomi tak berarti cukup menampilkan sebuah skenario yang datar sembari melempar dua aktor besar bernama Tom Hanks dan Julia Roberts. Inilah yang tak disadari Tom Hanks sebagai sutradara dan penulis skenario film terbarunya ini.
Larry Crowne (Tom Hanks) adalah seorang pekerja supermarket yang rajin, penuh teladan, dan efisien. Apa boleh buat, dia terkena pemutusan hubungan kerja karena buruknya ekonomi. Mereka yang hanya berijazah sekolah menengah atas terbabat lebih dulu. Di masa mudanya, setamat SMA, Larry langsung saja meloncat ke atas kapal, ikut berlayar bersama para pelaut dan menjadi tukang masak seraya memandang kaki langit.
Dengan nasibnya yang ditekuk oleh kekejian ekonomi Amerika, dan istri yang lantas meninggalkannya, lengkaplah sudah sosok protagonis kita, yang diperkenalkan sebagai tokoh yang dilindas oleh nasib buruk.
Tapi Larry Crowne adalah matahari pagi yang memberi kehangatan, bahkan saat hidupnya mendung. Di dalam darahnya mengalir arus optimisme. Dia memutuskan sekolah lagi; membeli skuter dan dengan serius menjadi mahasiswa mata kuliah ekonomi Profesor Matsutani (George Takei) dan mata kuliah public speaking dengan Mercedes Tainot (Julia Roberts). Dengan mudah pula Harry langsung saja bergabung dengan geng skuter Talia (Gugu Mbatha-Raw) dan membiarkan Celestia mengubah interior apartemennya sesuai dengan feng shui dan merombak penampilan Harry yang dianggap seperti "polisi yang selalu memasukkan T-shirt ke dalam celana".
Sejauh ini film berjalan lancar, datar tanpa dialog yang menggigit. Bahkan ketika Julia Roberts muncul sebagai seorang dosen yang bosan dengan segalanya: bosan mengajar, bosan dengan hidupnya sendiri, bosan dengan suaminya yang kerjanya hanya mencari situs porno; film ini tak terasa berhasil menggandeng dan melarutkan kita dalam dunianya. Bukan karena itu "dunia orang biasa", melainkan lantaran memang skenario film ini sungguh buruk.
Berbeda dengan film The Company Men (John Wells, 2010) atau Up in the Air (Jason Reitman), yang memilih sisi pahit dan gelap orang-orang yang kehilangan pekerjaan, Tom Hanks memilih untuk sebuah "pesan moral": jangan pernah tenggelam dalam keputusasaan meski hidup seolah tak berpihak pada kita. Boleh-boleh saja bersikap optimistis dan ceria; bahkan untuk berharap sang dosen cantik yang judes itu jatuh cinta kepadanya. Tapi sebuah film dari genre apa pun-dan film ini berupaya menjadi komedi romantis-tetap berpegang pada skenario sebagai tulang punggung seluruh tubuh. Tak ada dialog yang lucu, tak ada momen yang menggetarkan, dan plot cerita tak meyakinkan kita bahwa begitulah cara seseorang bangun dari keruntuhan.
Bahkan adegan di antara kedua bintang besar itu-yang sungguh magnetis dalam film Charlie Wilson's War (Mike Nichols, 2007)-tak menimbulkan percikan apa pun. Tentu saja bukan lantaran sutradara sengaja meniadakan erotisme, melainkan lebih karena bangunan kedua karakter itu tidak dikembangkan hingga matang. Persoalan pribadi tokoh Mercedes dan Larry diselesaikan hanya karena memang cerita mengharuskan demikian, bukan karena pengembangan karakter mereka yang mengalir dengan alamiah.
Kawan-kawan kuliah Larry, selain Talia, meski berguna sebagai segerombolan sosok komikal, juga tak kunjung berhasil menarik urat humor.
Satu-satunya adegan yang menyentuh adalah saat Larry giliran tampil memberikan presentasi di kelas Mercedes tentang titik geografis di bola dunia yang pernah dikunjunginya. Itulah satu-satunya monolog yang bernas, lucu, menyentuh, sekaligus melibatkan para tokoh dan penonton untuk ikut merangkul tokoh kita yang sudah sejak awal layak dipeluk itu.
Sebagai karya kedua setelah film That Thing You Do yang disutradarainya pada 1996, film Larry Crowne adalah kemunduran. Dengan modal yang dimiliki seorang produser, sutradara, dan aktor sekaliber Tom Hanks, kita mengharapkan sebuah lompatan yang jauh lebih tinggi dan meraih hati.
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo