Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Konser Mozart di dalam Rahim

Karya Mozart tetap menjadi incaran ibu hamil. Diyakini mampu mengembangkan multiple intelligence pada anak.

15 Januari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di ruangan sejuk, empat wanita hamil berbaring di atas bantalan empuk. Denting piano Twinkle-twinkle Little Star karya Wolfgang Amadeus Mozart membuai para wanita itu hingga tidur pulas. Sejam lamanya ibu dan janinnya itu menikmati karya besar komposer asal Austria ini di Rumah Sakit Bersalin Harapan Kita, Jakarta.

Di bagian Parent Education Program, terapi musik ini tidak pernah sepi peminat. Dalam sehari paling tidak ada delapan ibu hamil yang mengikuti terapi ini dalam dua sesi, pagi dan sore. Program ini ditangani psikolog Louise Maspaitella. Mereka mempraktekkan efek Mozart, seperti yang dikenalkan Don Campbell dalam karyanya, The Mozart Effect.

Pada awal 2000, terapi musik di Harapan Kita masih menggunakan karya asli Mozart dan komposer ternama lainnya seperti Vivaldi atau Chopin. Belakangan, Louise menggabungkan musik klasik itu dengan suara alam. Desir angin, debur ombak, kicau burung, atau lengkingan seruling. ”Kami pelajari dan modifikasi supaya benar-benar menimbulkan efek positif pada ibu dan janin,” ujar Louise.

Efek Mozart dipercaya bisa membuat multiple intelligence janin berkembang optimal, seperti kecerdasan dan emosi. Campbell bahkan menyebutkan, efek Mozart ini bisa membantu proses penyembuhan, mengurangi stres, meningkatkan kemampuan pendengaran, hingga mengatasi autisma dan gangguan mental lainnya.

Dalam terapi musik bagi ibu hamil, karya Mozart, Cassation, sangat pas ketika usia kehamilan memasuki satu hingga tiga bulan. Cassation dipercaya membuat ibu tenang sehingga meredakan stres dan menghilangkan mual. Pada tahap ini, efek Mozart ditujukan pada ibunya karena indra pendengaran janin belum berfungsi. ”Dengan musik klasik, si ibu bisa mengelola rasa sakit,” kata Louise.

Ketika usia janin memasuki tiga hingga enam bulan, musik Mozart diyakini bisa membuat bayi tumbuh menjadi pribadi yang inovatif dan kreatif, merangsang anak memiliki kemampuan menangkap pesan, makna, dan cepat mengambil keputusan. Karya Mozart itu adalah Konser Piano C Mayor KV 467 Andante, Konser Piano No. 21, Konser Seruling G. Dur.KV.313 Allegro atau Kuartet Seruling No. 1, 2, 3 dan 4 KV 285, serta Twinkle-twinkle Little Star.

Mozart kembali menjadi lagu pendamping saat kehamilan memasuki usia enam hingga sembilan bulan. Lagu Ave Verum Corpus, Sanctus, Sonata bisa membuat emosi anak setelah lahir stabil, memiliki konsentrasi belajar, terampil membaca-menulis, serta mampu berinteraksi dengan lingkungannya. ”Nantinya anak tidak cengeng dan cepat belajar,” kata Louise.

Setelah anak lahir, karya Mozart juga masih dipercaya membuat anak lebih percaya diri melalui Andante dari Symphony No. 25 in G Minor (K.183), Andante Sostenute dari Violin Sonata in C Mayor (K.926). Lagu klasik bisa membuat anak lebih tenang ketika sulit minum susu.

Hingga anak berusia 12 tahun, karya Mozart membantu tumbuh kembang anak dalam kecerdasan dan emosi. Pada usia prasekolah, Rondo alla Turca, The Magic Flute bisa membuat anak ceria serta mampu mengekspresikan gagasannya. Memasuki usia sekolah, Ave Verum Corpus, Sanctus serta Sonata akan mengasah kemampuan belajar anak.

Efek Mozart ini dirasakan betul oleh Jihan Kemala. Mahasiswa S2 Psikologi Universitas Indonesia ini mengikuti terapi di bawah bimbingan Louise tiga tahun lalu. Dia mengikuti terapi ini setelah memasuki usia kehamilan empat bulan. Menjelang ia tidur, karya Mozart selalu menyala hingga kembali bangun.

Setelah anak lahir, Louise memantau tumbuh kembangnya anak Jihan, Razfi Ramadhan Hernanda. Razfi sudah bisa berdiri pada usia 8 bulan dan berjalan dengan digandeng pada bulan berikutnya. Memasuki usia 10 bulan, Razfi sudah bisa menaiki tangga seperti umumnya anak di atas setahun. Kini Razfi sudah memasuki usia 3 tahun dan mengikuti kursus musik. Menurut Jihan, anaknya memiliki daya tangkap yang sangat cepat terhadap musik. ”Kalau dia mendengar lagu Mozart, pasti sudah bisa mengikutinya. Pokoknya, anak kedua nanti harus ikut terapi musik lagi,” ujar Jihan.

Yandi Mohammad R.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus