Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Kumbang-kumbang Desa Mantar

Film yang berkisah tentang tiga sekawan yang penuh cita-cita. Persoalan terbesar di Desa Mantar, Sumbawa, adalah pendidikan.

27 Juni 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Serdadu Kumbang
Sutradara: Ari Sihasale
Skenario (Screenplay): Jeremias Nyangoen
Pemain: Yudi Miftahudin, Lukman Sardi, Asrul Dahlan, Putu Wijaya, Titi Sjuman, Monica Sayang Bati, Ririn Ekawati, Surya Saputra, Fanny Fadila
Produksi: Alenia Pictures

Apa rungan negeri kita hari ini, Amek?” (Apa kabar negeri kita hari ini, Amek?) Pertanyaan itu kerap ditujukan kepada Amek (Yudi Miftahudin), murid kelas enam sekolah dasar Desa Mantar, yang selalu bermimpi menjadi penyiar berita terkenal. Dan ia selalu menjelaskannya secara gamblang. Tak seorang pun tahu apa cita-cita Amek karena dia tak pernah memberitahukannya kepada siapa pun. Cacat bibir sumbing yang diderita membuat dia lebih suka menyimpan cita-citanya. Bahkan kepada kedua sahabatnya, Acan (M. Fachri Azhari) dan Umbe (Aji Santosa), atau kepada kakak perempuannya, Minun (Monica Sayang Bati), Amek tak ingin berterus terang.

Nun pada sebuah pohon di atas bukit, anak-anak SD 08 menggantungkan cita-cita mereka di dalam botol. Di dalam kemiskinan dan keterbatasan pendidikan, mereka rajin mengabsen cita-cita setiap anak, kecuali Amek, yang lebih menyibukkan diri mengendarai kuda kesayangannya. Yang tak pernah dia sembunyikan adalah kerinduannya kepada sang ayah, yang mengaku pergi jauh mencari nafkah menjadi tenaga kerja Indonesia di Malaysia.

Alenia Pictures dalam produksi yang kelima ini masih saja konsisten dengan cerita yang mengangkat kisah anak-anak Indonesia dengan warna berbagai kebudayaan lokal. Kali ini sutradara Ari Sihasale sebagai sutradara film mengambil Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, masa kini sebagai setting cerita.

Jalan cerita yang ditulis oleh Jeremias Nyangoen mengambil inti cerita tentang persahabatan tiga anak dan pendidikan di Desa Mantar, yang ternyata mengalami problem saat ujian nasional. Jeremias dan Ari Sihasale juga menambahkan berbagai subplot dan puluhan karakter yang punya permasalahan sendiri. Serangkaian permasalahan itu membangun cerita, tapi semuanya diakhiri dengan tempo yang cepat. Bahkan ada beberapa yang dibiarkan tak tuntas, sehingga subplot seperti sketsa yang berhubungan.

Berbeda dengan film Tanah Air Beta dan King—dua karya Ari terdahulu—yang berfokus pada persoalan peran utama, film Serdadu Kumbang menyajikan beberapa permasalahan yang dihadapi Amek. Ujian nasional yang bisa dilalui para kakak kelas Amek di sekolah menengah pertama, usaha Amek mengikuti pertandingan pacuan kuda, cita-cita menjadi reporter terkenal, keinginan mencari ayahnya, Zakaria (Asrul Dahlan), yang sudah lama meninggalkan keluarganya, dan yang paling berat adalah problem psikologi ketika terjadi tragedi atas Minun, kakak yang dicintainya.

Meski subplot cukup banyak, karakter yang disajikan memang berwarna. Ada Pak Guru Alim (Lukman Sardi) yang obsesif mengajar murid seperti latihan militer, Ibu Guru Imbok (Ririn Ekawati) yang menjadi pahlawan bagi muridnya, dan Haji Maesa (Putu Wijaya) yang selalu memberi petuah bijak. Kehadiran Ketut (Surya Saputra) dalam beberapa adegan terasa janggal dan tak banyak membantu dalam bangunan besar cerita. Tiba-tiba saja ia sangat dekat dengan trio bandel itu dan membawa anak-anak SD 08 ke kota untuk berkegiatan melepas anak penyu ke laut.

Film ketiga yang disutradarai sendiri oleh Ari ini merupakan kerja sama dengan PT Newmont Nusa Tenggara. Sembari memperkenalkan wilayah eksotis dan kesenian tradisionalnya, Sekeco, Ari menyatakan tokoh Ketut merupakan representasi perusahaan ini dengan kegiatan lingkungannya. Di situ pula diselipkan program operasi bibir sumbing yang digagas perusahaan tersebut.

Yudi Miftahudin, pemain baru dari Balaraja, Serang, Banten, tampil meyakinkan saat ia harus berulang kali meraung menumpahkan kesedihan ketika berbagai tragedi menimpanya. Yang kadang tak dimungkiri, ini membuat kita berasa miris mendengarnya.

Ismi Wahid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus