BALET adalah produk peradaban Eropa yang bermuasal dari tari
rakyat, yang di zaman Renaisans diangkat ke istana para
bangsawan. Toh, balet yang seperti kini dikenal baru berusia
sekitar 400 tahun, dan lahir di Italia. Dan meski sama-sama
berciri Barat, balet di masing-masing negara di Eropa memiliki
cirinya sendiri.
Negeri Belanda yang agaknya paling muda memiliki balet. Secara
resmi, pemerintah di sana baru membina jenis kesenian ini sejak
20 tahun yang lalu. Dua grup balet, The Netherlands Ballet dan
Amsterdam Ballet, dilebur menjadi Balet Nasional Belanda.
Tentu saja, karena usia yang masih remaja itu, balet Belanda,
bagaimanapun, masih begitu dekat dengan balet klasik. Toh, di
Belanda, lantaran dulu ethos Kalvinisme begitu keras, selalu
menaruh syak bahwa tontonan ini mudah membangkitkan birahi,
Balet Nasional ini sudah dianggap sangat maju.
Empat malam berturut-turut, 29 Juli - 1 Agustus, Balet Nasional
Belanda mempergelarkan karya-karyanya di Teater Terbuka, Taman
Ismail Marzuki. Cukup banyak penonton pada malam pertama, tapi
semakin menipis pada malam terakhir. Boleh jadi karena suasana
Lebaran.
Grup ini agaknya selalu berpijak pada dasar koreografi klasik
yang kuat, tapi tetap terbuka pada pendekatan-pendekatan baru.
Menurut buku acara seluruh nomor pada malam I dan II adalah
"baru". Adagio Hammerklavier, Ramifications, Pas de deux Passed
By dan 4 Tango, buah karya trio penata tari grup ini sendiri
yang seluruhnya pribumi: Hans van Manen, Rudi van Dantzig dan
Toer van Schayk. Itulah, kemudian terasa agak janggal munculnya
duet Don Kisot (Marius Petipa, 1869), yang nyelonong di malam
pertama.
Memadukan yang klasik dan yang baru memang tak gampang.
Pembaharuan balet Belanda ini masih terasa berat dan cenderung
kepada yang lama.
Keayuan Gerak
Adagio Hammerklavier yang sebagaimana nama musik pengiringnya
(adagio) bergerak perlahan. Memang gerakan para penari yang
rata-rata bertubuh gempal itu cukup bersih, rapi dan rampak.
Adagio memang nomor tari untuk memperlihatkan kontrol
keseimbangan penari. Para balerina memamerkan keayuan geraknya
dalam tempo perlahan. Terlampau perlahan bahkan, sehingga nomor
pembuka yang 24 menit ini terasa lamban, membosankan. Banyak
pose dengan garis-garis tubuh yang bersih dilakukan cukup lama.
Yang senang saya kira, adalah para juru foto, yang dapat dengan
leluasa memburu sasaran.
Ramifications garapan Rudi van Dantzig terasa lebih semarak. Di
samping tubuh penari yang padat dan kerapian, yang juga mereka
warisi dari balet klasik adalah pameran teknik dan ketrampilan
gerak yang akrobatik,. Berulang kali, pada beberapa nomor, dapat
dilihat gerakan-gerakan melemparkan, menjatuhkan dan
menggulirkan penari wanita untuk kemudian ditangkap kembali oleh
penari pria dengan sigap.
Nyelonongnya Don Kisot di malam pertama, meski terasa janggal
dilihat dari keseluruhan nomor, ternyata sebuah kebetulan yang
menguntungkan. Nomor ini batal di malam terakhir dan digantikan
dengan duet Romeo and Yuliet. Ditambah Apollon Musagete (George
Balanchine, 1928), ketiganya mewakili nomor klasik dan sangat
berguna untuk memberikan variasi pada pergelaran Balet Nasional
Belanda ini.
Dari sederet nomor baru yang ditampilkan pada malam terakhir,
Past lmperfect (Toer van Schayk) paling menunjukkan kebaruan.
Sementara 4 Last Tango memberikan suasana cinta yang manis.
Balet, sebagaimana karya seni yang lain, dapat dinikmati dari
berbagai macam aspeknya. Bagi yang lebih mengutamakan kerapian
dan kebersihan, juga kebagusan dan alam mimpi, selera itu
barangkali cukup terpuaskan dengan pergelaran ini. Tetapi bagi
yang lebih menyukai kebaruan dan kenyataan grup ini kurang
membahana. lbarat bendera Belanda, yang menonjol warna putih dan
biru, kurang kentara merahnya.
Dewasa ini derap pembaharuan dalam seni balet memang cukup laju.
Ini dimulai semenjak balet lepas dari kungkungan tembok istana.
Bagi kita di Indonesia hal ini dapat diamati lewat grup-grup
yang sempat singgah di TIM Jakarta.
Dari Prancis, tempat balet dibesarkan dan menjadi dewasa gtelah
kelahirannya di Italia, pernah datang Group de Recherches
Theatrales de l'Opera de Paris (1978). Grup ini memang dibentuk
untuk mencari kemungkinan-kemungkinan baru dan cukup berani
eksperimentasinya.
Dari Jerman muncul Wuppertal (1979). Pada mulanya grup ini
merupakan grup balet. Pada tahun kedua berdirinya, 1974,
mengubah namanya menjadi tanztheater atau teater tari. Salah
satu nomor kebanggaan Wuppertal adalah The Rite of Springs.
Benar-benar tak cuma bersih dan kelu, tetapi membahana dan
berjiwa. Barangkali tak disukai oleh mereka yang memilih
kerapian dan keteraturan.
Bandingan di atas tidaklah untuk mengatakan, tidak terjadi
pembaharuan dalam tubuh salet Belanda. Melainkan untuk
menggarisbawahi, bahwa pembaruan itu agaknya tidak dapat
dilepaskan dari dukungan lingkungan dan masyarakat setempat.
Masyarakat Belanda agaknya belum berani terlalu jauh melangkah.
Inilah agaknya yang memaksa grup ini membatasi diri pada batas
lingkaran lama.
Sal Murgiyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini