Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Kurang kentara merahnya

Grup balet nasional belanda, gabungan dari dua grup balet the netherlands ballet dan amsterdam ballet memperagakan karya-karyanya di teater terbuka tim. grup ini selalu berpijak pada dasar koreografi.

15 Agustus 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BALET adalah produk peradaban Eropa yang bermuasal dari tari rakyat, yang di zaman Renaisans diangkat ke istana para bangsawan. Toh, balet yang seperti kini dikenal baru berusia sekitar 400 tahun, dan lahir di Italia. Dan meski sama-sama berciri Barat, balet di masing-masing negara di Eropa memiliki cirinya sendiri. Negeri Belanda yang agaknya paling muda memiliki balet. Secara resmi, pemerintah di sana baru membina jenis kesenian ini sejak 20 tahun yang lalu. Dua grup balet, The Netherlands Ballet dan Amsterdam Ballet, dilebur menjadi Balet Nasional Belanda. Tentu saja, karena usia yang masih remaja itu, balet Belanda, bagaimanapun, masih begitu dekat dengan balet klasik. Toh, di Belanda, lantaran dulu ethos Kalvinisme begitu keras, selalu menaruh syak bahwa tontonan ini mudah membangkitkan birahi, Balet Nasional ini sudah dianggap sangat maju. Empat malam berturut-turut, 29 Juli - 1 Agustus, Balet Nasional Belanda mempergelarkan karya-karyanya di Teater Terbuka, Taman Ismail Marzuki. Cukup banyak penonton pada malam pertama, tapi semakin menipis pada malam terakhir. Boleh jadi karena suasana Lebaran. Grup ini agaknya selalu berpijak pada dasar koreografi klasik yang kuat, tapi tetap terbuka pada pendekatan-pendekatan baru. Menurut buku acara seluruh nomor pada malam I dan II adalah "baru". Adagio Hammerklavier, Ramifications, Pas de deux Passed By dan 4 Tango, buah karya trio penata tari grup ini sendiri yang seluruhnya pribumi: Hans van Manen, Rudi van Dantzig dan Toer van Schayk. Itulah, kemudian terasa agak janggal munculnya duet Don Kisot (Marius Petipa, 1869), yang nyelonong di malam pertama. Memadukan yang klasik dan yang baru memang tak gampang. Pembaharuan balet Belanda ini masih terasa berat dan cenderung kepada yang lama. Keayuan Gerak Adagio Hammerklavier yang sebagaimana nama musik pengiringnya (adagio) bergerak perlahan. Memang gerakan para penari yang rata-rata bertubuh gempal itu cukup bersih, rapi dan rampak. Adagio memang nomor tari untuk memperlihatkan kontrol keseimbangan penari. Para balerina memamerkan keayuan geraknya dalam tempo perlahan. Terlampau perlahan bahkan, sehingga nomor pembuka yang 24 menit ini terasa lamban, membosankan. Banyak pose dengan garis-garis tubuh yang bersih dilakukan cukup lama. Yang senang saya kira, adalah para juru foto, yang dapat dengan leluasa memburu sasaran. Ramifications garapan Rudi van Dantzig terasa lebih semarak. Di samping tubuh penari yang padat dan kerapian, yang juga mereka warisi dari balet klasik adalah pameran teknik dan ketrampilan gerak yang akrobatik,. Berulang kali, pada beberapa nomor, dapat dilihat gerakan-gerakan melemparkan, menjatuhkan dan menggulirkan penari wanita untuk kemudian ditangkap kembali oleh penari pria dengan sigap. Nyelonongnya Don Kisot di malam pertama, meski terasa janggal dilihat dari keseluruhan nomor, ternyata sebuah kebetulan yang menguntungkan. Nomor ini batal di malam terakhir dan digantikan dengan duet Romeo and Yuliet. Ditambah Apollon Musagete (George Balanchine, 1928), ketiganya mewakili nomor klasik dan sangat berguna untuk memberikan variasi pada pergelaran Balet Nasional Belanda ini. Dari sederet nomor baru yang ditampilkan pada malam terakhir, Past lmperfect (Toer van Schayk) paling menunjukkan kebaruan. Sementara 4 Last Tango memberikan suasana cinta yang manis. Balet, sebagaimana karya seni yang lain, dapat dinikmati dari berbagai macam aspeknya. Bagi yang lebih mengutamakan kerapian dan kebersihan, juga kebagusan dan alam mimpi, selera itu barangkali cukup terpuaskan dengan pergelaran ini. Tetapi bagi yang lebih menyukai kebaruan dan kenyataan grup ini kurang membahana. lbarat bendera Belanda, yang menonjol warna putih dan biru, kurang kentara merahnya. Dewasa ini derap pembaharuan dalam seni balet memang cukup laju. Ini dimulai semenjak balet lepas dari kungkungan tembok istana. Bagi kita di Indonesia hal ini dapat diamati lewat grup-grup yang sempat singgah di TIM Jakarta. Dari Prancis, tempat balet dibesarkan dan menjadi dewasa gtelah kelahirannya di Italia, pernah datang Group de Recherches Theatrales de l'Opera de Paris (1978). Grup ini memang dibentuk untuk mencari kemungkinan-kemungkinan baru dan cukup berani eksperimentasinya. Dari Jerman muncul Wuppertal (1979). Pada mulanya grup ini merupakan grup balet. Pada tahun kedua berdirinya, 1974, mengubah namanya menjadi tanztheater atau teater tari. Salah satu nomor kebanggaan Wuppertal adalah The Rite of Springs. Benar-benar tak cuma bersih dan kelu, tetapi membahana dan berjiwa. Barangkali tak disukai oleh mereka yang memilih kerapian dan keteraturan. Bandingan di atas tidaklah untuk mengatakan, tidak terjadi pembaharuan dalam tubuh salet Belanda. Melainkan untuk menggarisbawahi, bahwa pembaruan itu agaknya tidak dapat dilepaskan dari dukungan lingkungan dan masyarakat setempat. Masyarakat Belanda agaknya belum berani terlalu jauh melangkah. Inilah agaknya yang memaksa grup ini membatasi diri pada batas lingkaran lama. Sal Murgiyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus