Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Lagu seorang supir

Matt monro, bekas supir bus yang jadi penyanyi, yampil di flores room hotel borobudur. ia didampingi pianis anthony stanson dan beberapa musisi yang diambil dari mana-mana. (ms)

3 April 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUPIR-SUPIR bus di Jakarta mungkin tidak banyak yang tahu bahwa salah seorang bekas rekannya mendapat kehormatan yang mahal harganya di Flores Room Hotel Borobudur. Panitia sendiri rupanya tidak bermaksud juga untuk mengingatkan, bahwa Matt Monro sebelum tersohor karena lagunya yang bernama Portrait Of My Love adalah supir bus biasa di London dengan gaji $ 45 seminggu. Untuk 3 kali pertunjukan di Hotel Borobudur ini -- dengan kontrak Å“ 1700 --Matt memang sudah sangat jauh dari dunia supir. Wawasan geraknya sudah mencapai selembar tiket yang berharga Rp 14 ribu plus makan malam) pada malam pertama dan Rp 6000 sampai Rp 2000 pada kedua pertunjukan malam berikutnya. Hotel Borobudur -- 18 dan 19 Maret itu -- jangankan didatangi oleh para supir, pencandu-pencandu musik pun hanya terbatas batang hidungnya. Maklum juga. Selain publikasinya kurang, Matt Monroe ini memang hanya populer pada tahun-tahun 60-an di bumi yang sedang diserang dang-dut ini. "Dia itu penyanyi rilek", ujar A. Riyanto dari Favorite Grup yang tampak hadir pada malam kedua bersama isterinya. Benar juga, menilik tongkrongan yang datang, malam pertunjukan memang diharapkan agar menjadi santai dan damai. Hanya sayangnya, Matt suah cukup lama juga menghilang sesudah melemparkan lagu-lagu yang dikenal publik seperti Walk Away. Sehingga meskipun dimaksudkan untuk ramah-ramahan, penonton seperti kehilangan jalur. "Hanya mereka yang mempunyai koleksi lengkap dari piringan hitam Matt, yang pasti akan bisa meresapi sentuhan penampilan- nya", komentar Riyanto. Yesterday Dengan setelan jas berwarna hitam, Matt yang berusia 45 tahun itu membuka acara dengan lagu Overture. Kemudian disambungnya dengan You'd Better Love Me. Sesungguhnya suaranya masih seperti dahulu juga. Walau pun peralatan tata suara tidak banyak membantunya kali ini, sehingga ia terdengar seperti di bawah mutunya yang kita bayangkan sebelumnya. Sampai kepada lagu yang bernama Without A Song penonton tampaknya hanya bersopan-santun saja untuk mendengarkan dengan tekun. Lagu-lagu yang tak dikenal ini menyebabkan suasana jadi asing. Dengan segan-segan mereka bertepuk tangan "Lagu apa ini?" tanya seorang mahasiswa psikologi penggemar Matt, yang rupanya memuja bekas supir ini lewat lagu Born Free dan Yesterday. Untunglah Matt tidak sibuk sendirian. Ada usahanya juga untuk mengajuk hati penontonnya yang agak kebingungan. Ia mulai berceloteh hilir mudik di pentas yang jaraknya hanya 2 meter dari tempat duduk yang berharga Rp 6.000. Ia mulai mengajak penonton untuk ikut bersorak gembira dalam lagu Let Me Si A Happy Song. Ini membangunkan suasana menjadi lebih hangat. Lalu pada saat itulah Matt langsung melemparkan apa yang rupanya sudah lama ditunggu-tunggu, sebuah lagu bernama Yesterday. Barulah penonton keplok tangan dengan seru dan riang. Meskipun seorang yang peka telinganya masih sempat bilang suara Matt lewat piringan yang dianggapnya lebih mulus dari suara langsungnya malam itu. Mungkin karena sistem suara dalam tudio perekam lebih baik. Di samping Matt, adalah seorang pemain piano bernama Anthonv Stanson. Dia inilah yang memimpin 9 orang pembawa alat musik tiup, 2 gitar dan sebuah drum -- yang dimainkan oleh musisi yang dicomot dari sana-sini. Orang-orang cabutan ini kelihatannya serius sekali mendampingi Stanson, ka rena menurut Subroto -- yang memukul drum -- pemain piano ini amat awas. "Selama empat jam, dalam dua hari itu kami berlatih, dia itu amat cermat dan peka. Salah sedikit saja, nyeleweng dari partitur, wah bisa gawat", ujarnya. Apalagi dalam kesempatan menampilkan lagu rakyat Israel Hava Nagila -- tampak benar semua anggota pengiring malam itu sangat berhati-hati menyelusuri tuntunan partiturnya masing-masing. Maka lagu yang berbau Timur Tengah ini sempat juga hadir dengan dinamis dan cukup bersih Angka 13 telah dipakai patokan oleh Matt untuk menghadiri berondongan lagunya. Di antaranya terselip beberapa bumbu-bumbu yang rupanya memang sengaja diatur untuk mempersiapkan suasana. Misalnya ada satu ketika Matt turun menghadiri seorang gadis dan menawarkan corong suaranya. "Anda bisa menyanyi?" Tentu saja yang bersangkutan jadi kemalu-maluan, lantas menyerahkan kembali corong itu. Matt tak putus asa. Ia mencari yang lain. Lalu Matt melemparkan sebuah lagu bernama My Kind Of Girl. Para wanita yang hadir malam itu tentu saja berkesan juga dengan pembangun suasana semacam ini. Pada kali yang lain, Matt berusaha juga adil menghubungi penonton pria. Dia terbatuk-batuk -- pura-pura tentu saja -- lalu meminta sebatang rokok dengan sopan dan halus. Keramahan yang menyenangkan akan tetapi kalau penonton tahu bahwa itu persis diulanginya pada pertunjukan berikutnya, keramahan itu akan jadi hambar saja. Matt yang konon di samping sukses sebagai penyanyi juga mempunyai keajaiban pada tangannya -- karena bisa jadi dukun yang menyembuhkan orang -- malam itu sayang sekali tidak mendemonstrasikan keahliannya. Isterinyalah yang pertama kali menemukan khasiat pada tangannya itu, tatkala wanita ini menderita sakit pada bagian belakang tubuhnya. Matt sendiri terkejut juga tapi sesudah itu ia mulai meyakinkan dirinya sendiri dengan mengobati keponakannya, saudari iparnya dan kawan-kawan wanitanya. "Seakan-akan ada semacam kekuatan mengalir dari tangan kaku ke tubuh mereka", ujar supir yang kemudian ternyata lebih suka jadi penyanyi dari pada dukun ini. Mungkin karena menyanyi jauh lebih menguntungkan. Bisa menikmati perhatian banyak orang, bergembira atau minum-minum. Seperti halnya malam itu. Matt juga meneguk sebuah sloki "Hmmm, segar", ujarnya, "Gin kah ini?" Dia mendekati seorang wanita bule vang erbaju merah. "Gin kah ini?" Wanita itu cepat menjawab. "tidak wiski!" sahut seorang yang lain. "Bukan", kata Matt. Lalu ada yang lain mencoba menebak. "Itu vodka,vodka!" Lantas Matt membenarkan serta langsung saja menyanyikan From Russia With Love. Penonton tepuk tangan gemuruh. "Ya vodka, vodka dari Rusia", kata mereka. Sementara itu Matt yang percaya huruf "M" punya daya gaib sudah siap pula dengan lagu berikutnya yang bernama Feeling -- lagu yang paling banyak digumamkan di kamar mandi pada saat ini. Tentu saja bagi yang punya kamar mandi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus