Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Lelaki Dilarang Menenun

Film pendek Sejengkal (A Little Twist) menyoroti tentang stigma dalam tradisi menenun. Menenun adalah pekerjaan perempuan.

30 Mei 2021 | 00.00 WIB

Dionisius Rivaldo Moruk sebagai Menas dan Zadrak Obaja Nenu sebagai Manu dalam film "Sejengkal (A Little Twist)" karya sutradara Arie Oramahi. Dok. Motion Capture Indonesia
Perbesar
Dionisius Rivaldo Moruk sebagai Menas dan Zadrak Obaja Nenu sebagai Manu dalam film "Sejengkal (A Little Twist)" karya sutradara Arie Oramahi. Dok. Motion Capture Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Sejengkal (A Little Twist) mengangkat persoalan dalam tradisi menenun.

  • Menenun adalah pekerjaan perempuan dan laki-laki akan sangat memalukan jika menenun.

  • Film ini berangkat dari keprihatinan mulai hilangnya kekayaan tradisi tenun di Pulau Semau, NTT.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Haram hukumnya laki-laki menyentuh benang dan alat tenun. Begitu yang ada di benak Alfred (Sumaya Thomas Kafu). Karena itu, ia menyuruh Menas, putranya (Dionisius Rivaldo Moruk), meninggalkan alat tenun peninggalan istrinya. Tapi Menas keras kepala. Ia ingin belajar menenun untuk menyelesaikan tenunan mendiang ibunya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ester, ibu Menas, menyiapkan kain tenun merah dengan motif kuning keemasan itu saat ia sedang sakit. Ia ingin bertemu dengan Tuhan Yesus mengenakan kain tenun cantik itu. Sayang, belum sempat ia selesaikan, maut sudah menjemput. Kain itu tinggal sejengkal dan belum sempat ditenun.

Keinginan Menas menyelesaikan tenunan itu menjadi sumber konflik di rumah Alfred. Menas bahkan minggat dari rumah untuk belajar menenun di rumah Manu. “Kalau mau keluar rumah, keluar sudah sana,” ujar Alfred marah melihat putranya memacu sepeda motor meninggalkannya di ladang jagung. Alfred merasa keinginan Menas itu memalukan dirinya dan almarhum kakeknya sebagai kepala desa.

Semaya Thomas Katu sebagai Aflred dalam film "Sejengkal (A Little Twist)" karya sutradara Arie Oramahi. Dok. Motion Capture Indonesia

Kisah Menas dan ayahnya termaktub dalam film pendek produksi Terasmitra dan Motion Capture. Berjudul Sejengkal (A Little Twist), film ini mengambil kisah dan latar di sebuah pulau di Nusa Tenggara Timur. Sejengkal menggambarkan perjuangan seorang anak laki-laki melawan stigma patriarki di masyarakatnya, termasuk ayahnya.

Menenun, bagi Alfred dan laki-laki di desa, adalah pekerjaan perempuan. Laki-laki yang memegang alat tenun dinilai memalukan. Namun Menas tak peduli terhadap pandangan yang sangat maskulin dan patriarkis itu. Bagi dia, keyakinan dan kecintaan kepada sang ibu lebih besar dibanding tradisi itu.

Ia pun tidak peduli bahwa lelaki yang menenun akan dijauhi, dicemooh, bahkan dikucilkan, dianggap seperti nona-nona ( perempuan atau banci). Hal itu, misalnya, dialami tokoh Manu (Zadrak Obaia Nenu), yang hidup dari kain yang ditenunnya. Batin lelaki itu terluka, dikucilkan keluarga dan masyarakatnya. Ia hidup di puncak bukit tak jauh dari desa.

“Kalau mau belajar tenun, tanggung risikonya,” ujar Manu kepada Menas, menantang tekad pemuda itu sebelum belajar menenun. Bagi Menu, lebih baik Menas membatalkan keinginannya belajar menenun ketimbang menuai konflik lagi. Tak hanya keluarga, kawan-kawan Menas pun mengolok-oloknya. Tapi tante Menas, Rosi (Velda Ariance), tak berkutik dengan keinginan keponakannya itu.

Dionisius Rivaldo Moruk sebagai Menas dan Zadrak Obaja Nenu sebagai Manu dalam film "Sejengkal (A Little Twist)" karya sutradara Arie Oramahi. Dok. Motion Capture Indonesia

Selain konflik keluarga, film ini memotret sebuah desa yang gersang dikelilingi jalan berdebu, dilimpahi sinar matahari yang terang menyengat. Rumah-rumah berpagar kayu yang sederhana. Alfred mengandalkan ladang jagung untuk menghidupi keluarganya. Pemandangan eksotis tersaji di berbagai adegan, bagian lain desa ini; pantai yang bersih dan punggung bebukitan yang menghadap laut lepas.

Penulis naskah, Santirta Martendano dan Arie Oramahi, berusaha membongkar stigma yang turun-temurun. Melalui tenun, elemen budaya yang kental filosofi, mereka mencoba menjembatani konflik yang muncul. “Jika untuk melestarikan budaya, mengapa hanya perempuan yang berperan? Laki-laki seharusnya juga bisa terlibat,” ujar Santirta saat acara konferensi pers peluncuran film secara daring pada 21 Mei lalu.

Film "Sejengkal (A Little Twist)" karya sutradara Arie Oramahi. Dok. Motion Capture Indonesia

Film ini diproduksi pada tahun lalu di tengah hebatnya pandemi Covid-19. Pengambilan gambar dilakukan pada Agustus lalu dengan kru terbatas dan mengerahkan sumber daya lokal dari Kupang. Ide cerita ini, menurut Santirta, muncul dari keprihatinan atas mulai hilangnya kekayaan tradisi tenun di Pulau Semau, Nusa Tenggara Timur, dan tradisi yang melekat di masyarakat. Hal itu dibuktikan dengan sulitnya menemukan kain tenun asli Semau untuk properti pengambilan gambar.

Tim produksi masih cukup beruntung menemukan beberapa kain tenun tua Semau. Film yang sempat ditayangkan di saluran YouTube secara terbatas dan ditonton hingga 6,8 ribu kali ini direncanakan akan diikutkan dalam sejumlah festival.


Sejengkal (A Little Twist)

Sutradara: Arie Oramahi

Penulis Naskah: Santirta Martendano, Arie Oramahi

Ide cerita: Catharina Dwihastarini

Pemain: Dionisius Rivaldo Moruk, Zadrak Obaia Nenu, Velda Ariance, Sumaya Thomas Kafu, Sulyati S. Kafu, Dejari Djenlau

Genre: drama

Produksi: GEF SGP, Teras Mitra, Motion Capture

 

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus