Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAN ON A LEDGE
Sutradara: Asger Leth
Penulis: Pablo Fenjves
Pemain: Sam Worthington, Elizabeth Banks, Jamie Bell, Genesis Rodriguez, Anthony Mackie, Ed Harris.
Studio: Summit Entertainment
Apa yang ada di benak Anda ketika menyaksikan seorang pria bersiap terjun bebas dari puncak sebuah gedung? Berharap seorang superhero tiba-tiba datang menyelamatkannya atau menunggu detik-detik mendebarkan saat tubuh pria malang itu terjerembap di aspal? Inilah premis yang ditawarkan thriller garapan sutradara Asger Leth, Man on a Ledge. Menyaksikan orang yang hendak bunuh diri jelas pengalaman yang amat mendebarkan.
Seperti judulnya, film ini memang bercerita tentang seorang lelaki yang membuat heboh Kota Manhattan, New York. Dia adalah Nick Cassidy (Sam Worthington), bekas polisi yang terpaksa mendekam di penjara lantaran dituduh menggelapkan permata seharga US$ 40 juta milik taipan David Englander (Ed Harris). Kesempatan Nick kabur dari penjara datang ketika dia menghadiri pemakaman ayahnya.
Bukannya kabur ke luar kota, Nick malah menginap di sebuah kamar suite di puncak Hotel Roosevelt. Di hotel itu, ia menyantap makanan terakhir sebelum akhirnya bersiap bunuh diri dari lantai 23 hotel tersebut. Petugas polisi, tim SWAT, dan tim pemadam kebakaran pun dikerahkan. Dante Marcus (Titus Welliver), yang memegang komando, mengirim Jack Dougherty (Edward Burns) untuk membujuk Nick, tapi ditolak pria itu. Nick malah meminta polisi mendatangkan Lydia Mercer (Elizabeth Banks), seorang negosiator andal yang masih menderita trauma dengan kegagalannya menyelamatkan polisi yang bunuh diri dari atas Jembatan Brooklyn.
Man on a Ledge merupakan thriller pertama Asger Leth. Sebelumnya, sutradara asal Denmark ini lebih sering menyutradarai film dokumenter, seperti The Five Obstructions (2003) dan Ghosts of Cité Soleil (2006). Leth, menurut saya, cukup sukses membuat penonton penasaran dan mengikuti adegan demi adegan untuk menemukan jawaban atas teka-teki yang penuh intrik itu.
Dengan konsisten dia berhasil menjaga ritme ketegangan yang dibangun di awal film hingga menjelang menit-menit terakhir. Menggunakan alur maju-mundur, film ini tak melulu berfokus pada aksi percobaan bunuh diri Nick. Sejumlah kejutan yang dimunculkan karakter-karakter pendukung membuat film ini tidak membosankan. Meski, pada beberapa bagian, plot cerita yang disuguhkan kadang tidak masuk akal dan terlalu serba kebetulan.
Kehadiran saudara laki-laki Nick, Joey (Jamie Bell), dan kekasihnya, Angie (Genesis Rodriguez), memberi ketegangan tersendiri lewat aksi mereka menelusup ke ruang rahasia yang sangat ketat, layaknya film Mission: Impossible. Pada saat yang sama, dialog keduanya mampu memancing tawa penonton. Dilema yang dihaÂdapi kepolisian New York juga memunculkan aspek drama psikologis yang memikat.
Film ini menandai kembalinya Sam Worthington, yang sempat vakum setelah film Clash of the Titans pada 2010. Sebagai lelaki yang akan bunuh diri, aktingnya sebenarnya biasa-biasa saja. Beruntung, pemain-pemain lain—meski kadang terasa komikal—dapat menutupi kelemahan "sang jagoan utama".
Film yang dibangun dengan amat meyakinkan ini sayangnya berakhir antiklimaks. Sebagai penulis naskah, Pablo Fenjves (sebelumnya menulis buku otobiografi Bernie Mac, O.J. Simpson, dan David Foster) seperti kehilangan kecerdasan untuk membuat akhir cerita yang tidak klise. Meloncatkah Nick?
Nunuy Nurhayati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo