PESTA PENCURI
naskah: Jen Anouilh
sutradara: Pramana Pmd.
produksi: Teater Lembaga.
***
TIDAK begitu jelas "manfaat" pementasan Pesta Pencuri oleh grup
Teater Lembaga, di Taman Ismail Marzuki'7 April-1 Mei yang lalu
Disutradarai oleh Pramana Pmd, naskah Jean Anouih itu disebut
sebagai "semata-mata komedi". Sebutan itu sendiri bau ironi
maksudnya kalaupun cerita itu menyelipkan kritik sosial atau
nyeletuk soal demokrasi dan sebagainya , maka itupun hanyalah
banyolan.Anoulih sendiri (Perancis,lahir,1910) biasa disebut
tokoh terakhir- kelompok avant garde 1930-an dan tokoh awal
generasi post 1945) adalah seorang 'tukang kritik' - meskipun ia
lebih seorang anarkis dari seorang revolusioner. Tetapi sebagai
"semata-mata komedi". pementasan kelihatan tidak menekankan diri
di sana.Dan naskah itu sendiri menyediakan bekal sangat banyak
untuk edan-edanan'. Hasilnya, seperti terlihat selamaa lima
malam itu, yang muncul dari Anollih adalah seginya yang lebih
fundamentalis': yang memandang hidup sebagai absurd dan tidak
bertujuan. Setidak-tidaknya tidak mempunyai makna penting untuk
ditekankan.
Nyonya Hurp,orang kaya,untuk mengisi keisengannya mengundang
sekawanan pencuri berlibur di kediamannya. Para pencuri ini
menyamar sebagai orang-orang berdarah ningrat Si nenek tahu
bahwa salah-seorang pangeran yang dijadikan identitas penyamaran
sebenarnya sudah meninggal tahun 1924 (sedang si pencuri sendiri
mungkin tidak tahu) Tapi ia justru ingin menikmati sandiwara itu
Tetapi niat para pencuri untuk merampok isi rumah yang
menjamunya tidak berhasil Si nenek setelah memberi mereka makan
minum dan kesempatan kencan dengan gadis-gadis mengundang mereka
ke dalam satu acara yang disebut karnaval pencuri yang gagal.
Pada waktu itulah si nenek heran bagaimana mungkin seorang
gadisnya yang akhirnya tahu bahwa mereka pencuri bisa kecantol
dengan salah-seorang mereka itu.Begitu mereka pulang dari acara
pencuri yang satu ini bersama si gadis - yang tidak turut pergi
-- siap-siap mengangkut barang-barang. Dan seluruh rumah akhirnya
malah merestui mereka iri kepada nasib mereka.
Gerak
Apakah itu sebuah cerita tentang arti cinta dalam hidup yang
absurd? Sekiranya sutradara menekankan titik berat di situ sudah
pasti akan ada sesuatu kesan lebih tajam meskipun cinta dalam
naskah Anouilh itu terasa sebagian dari komedi juga dan bukan
hikmah yang berada di luar Tetapi Pramana melihat pementasannya
sampai yang terakhir ini adalah seorang sutaradara lebih pandai
dalam memilih pola daripada memilih kesan dan menyampaikannya
dengan berhasil. Untuk itu naskah yang aslinya sebuah balet
komedi (Le Bal des voleurs,1932) dan merupakan hanya salah-satu
bentuk yang dipilih Anoulih,kelihatan dituangkan Pram dengan
memberi perhatian pada basisnya yang asli: gerak.
Tidak mudah untuk menggambarkan gerak di pentas arena itu kepada
pembaca. Ini gerak bukan gerak Perancis. saudara, apa lagi
Perancis 1930-an yang entah bagaimana. Ada terasa gaya akting
besar' - seperti bila aktor-aktor neo-klasik memainkan
Shakespeare. Tapi akting itu dikesankan justru dengan tingkatan
gerak-gerik dan langkah kecil-kecil - dan kadang berhenti dengan
tubuh condong atau kaki dilempar ke belakang. Dan semua itu
diiringi tetabuhan rakyat pesisiran di bawah supervisi Suka
Hardjana. Hasilnya: kesan aristokratik dan ironis sekaligus.
Bayangkan bila gerak ini dilakukan oleh wadam-wadam (hanya dua
orang, diperankan dengan bagus oleh Eddy de Rounde dan Adrie
Rantung, namun diberi jatah dominan),yang kemudian mempertajam
unsur tari pada basis. Memang disayangkan tidak semua pemain
berhasil masuk sepenuhnya dalam pola itu. Sebagian mereka hanya
memunculkan farce atau komik biasa. Toh, di samping perbedaan
antara dua hal itu layaknya tidak dirasakan semua orang, kostum
dan rias yang dirancang perencana artistik Panarto telah turut
menterjemahkan balet komedi itu ke dalam lingkungan kita dengan
catatan menjadi "lebih sandiwara" daripada aslinya.
Achdiat
Perhatian besar PRAMANA pada pola atau 'tekhnik' memang bisa
ditandai sejak pementasannya Pak Dulah karya Achdiat dulu maupun
Hippolutos Euripides yang mengambil bentuk randai. Ide-ide
seperti itu harus dibilang mahal di samping "akademis". Namun
yang tetap terlihat pada Pram ialah: kurangnya keberhasilan
dalam penjabaran tempo dan ritme.Para pemain itu,mahasiswa
lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta yang sudah lebih baik dari
yang lalu (dalam hal ini misalnya Bambang BS) kelihatan hidup
dan bisa dipercaya. Mereka terutama"banci-banci" melakukan bukan
main banyaknya improvisasi yang total - yang bisa dihargai
kadang-kadang hanya bila dilihat butir demi butir seeara lepas
dan bukan sebagai bagian dari keseluruhan. Sebab ulah mereka itu
di segi lain memmjukkan tidak adanya koordinasi. Dan bila hal
itu terjadi di luar kemauan sutradara setidak-tidaknya Pramana
bukanlah sutradara yang terlalu bagus dari segi organisasi. Ia
tetap saja kurang "streng".
Maka fokus pun agak buyar. Bila Pesta Pencuri katakanlah cerita
cinta orang ingin mendapat kesan tersebut begitu tontonan usai.
Tapi bagian penutup misalnya justru disediakan untuk memperkeras
pola yang dipakai dan bukan untuk kesan.Lelucon yang
mengalahkan segala-galanya (dan kadang menjemukan karena ikatan
yang merangkaikannya tidak tepat).juga menyebabkan kritik terasa
hanya disampirkan tidak selalu pada tempatnya.Tambahan lagi Le
Bal des voleurs sendiri bukanlah wakil representatif dari
kebagusan Anouilih yang suka disebut pendekar teknik--
dibanding naskah-naskahnya yang lebih belakangan. Alhasil bila
keharuan tak ada iuga tak ada apa yang disebut 'kearifan' sedang
"kritik" tidak berarti. Iantas apa "manfaat" pementasan itu'?
Cukuplah kebagusan akting saja - yang lucu tanpa dimensi
keseluruhan?
"Dramaturgi"
Begitulah bila orang bertanya tanpa melihat harga "bentuk"--atau
"dramaturgi". Sedang Pram sayap lain LPKJ di samping Wahyu
Sihombing tampaknya mementingkan benar hal itu.Dengan tambahan
bahwa pementasan ini--di mana bentuk sama sekali tidak terasa
hanya bagi kulit lebih bagus dari dua pementasan Pram yang lalu
(Pak Dullah itu kedodoran,sedang Hippolutos hanya pameran randai
yang menenggelamkan plot) kadang memang terasa layak bila sebuah
lembaga pendidikan kesenian dengan akademi teaternya memberi
perhatian lebih besar kepada itu "dramaturgi". Sebagai bandingan
grup-grup lain paling tidak.
Syu'bab Asa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini