Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Lelucon, kurang streng

Grup teater lembaga mementaskan "pesta pencuri" di tim. naskah ditulis jean anouilh. sutradara pramana pmd. kritik sosial atau soal demokrasi disajikan hanya sebagai banyolan karena yang utama komedi. (ter)

15 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PESTA PENCURI naskah: Jen Anouilh sutradara: Pramana Pmd. produksi: Teater Lembaga. *** TIDAK begitu jelas "manfaat" pementasan Pesta Pencuri oleh grup Teater Lembaga, di Taman Ismail Marzuki'7 April-1 Mei yang lalu Disutradarai oleh Pramana Pmd, naskah Jean Anouih itu disebut sebagai "semata-mata komedi". Sebutan itu sendiri bau ironi maksudnya kalaupun cerita itu menyelipkan kritik sosial atau nyeletuk soal demokrasi dan sebagainya , maka itupun hanyalah banyolan.Anoulih sendiri (Perancis,lahir,1910) biasa disebut tokoh terakhir- kelompok avant garde 1930-an dan tokoh awal generasi post 1945) adalah seorang 'tukang kritik' - meskipun ia lebih seorang anarkis dari seorang revolusioner. Tetapi sebagai "semata-mata komedi". pementasan kelihatan tidak menekankan diri di sana.Dan naskah itu sendiri menyediakan bekal sangat banyak untuk edan-edanan'. Hasilnya, seperti terlihat selamaa lima malam itu, yang muncul dari Anollih adalah seginya yang lebih fundamentalis': yang memandang hidup sebagai absurd dan tidak bertujuan. Setidak-tidaknya tidak mempunyai makna penting untuk ditekankan. Nyonya Hurp,orang kaya,untuk mengisi keisengannya mengundang sekawanan pencuri berlibur di kediamannya. Para pencuri ini menyamar sebagai orang-orang berdarah ningrat Si nenek tahu bahwa salah-seorang pangeran yang dijadikan identitas penyamaran sebenarnya sudah meninggal tahun 1924 (sedang si pencuri sendiri mungkin tidak tahu) Tapi ia justru ingin menikmati sandiwara itu Tetapi niat para pencuri untuk merampok isi rumah yang menjamunya tidak berhasil Si nenek setelah memberi mereka makan minum dan kesempatan kencan dengan gadis-gadis mengundang mereka ke dalam satu acara yang disebut karnaval pencuri yang gagal. Pada waktu itulah si nenek heran bagaimana mungkin seorang gadisnya yang akhirnya tahu bahwa mereka pencuri bisa kecantol dengan salah-seorang mereka itu.Begitu mereka pulang dari acara pencuri yang satu ini bersama si gadis - yang tidak turut pergi -- siap-siap mengangkut barang-barang. Dan seluruh rumah akhirnya malah merestui mereka iri kepada nasib mereka. Gerak Apakah itu sebuah cerita tentang arti cinta dalam hidup yang absurd? Sekiranya sutradara menekankan titik berat di situ sudah pasti akan ada sesuatu kesan lebih tajam meskipun cinta dalam naskah Anouilh itu terasa sebagian dari komedi juga dan bukan hikmah yang berada di luar Tetapi Pramana melihat pementasannya sampai yang terakhir ini adalah seorang sutaradara lebih pandai dalam memilih pola daripada memilih kesan dan menyampaikannya dengan berhasil. Untuk itu naskah yang aslinya sebuah balet komedi (Le Bal des voleurs,1932) dan merupakan hanya salah-satu bentuk yang dipilih Anoulih,kelihatan dituangkan Pram dengan memberi perhatian pada basisnya yang asli: gerak. Tidak mudah untuk menggambarkan gerak di pentas arena itu kepada pembaca. Ini gerak bukan gerak Perancis. saudara, apa lagi Perancis 1930-an yang entah bagaimana. Ada terasa gaya akting besar' - seperti bila aktor-aktor neo-klasik memainkan Shakespeare. Tapi akting itu dikesankan justru dengan tingkatan gerak-gerik dan langkah kecil-kecil - dan kadang berhenti dengan tubuh condong atau kaki dilempar ke belakang. Dan semua itu diiringi tetabuhan rakyat pesisiran di bawah supervisi Suka Hardjana. Hasilnya: kesan aristokratik dan ironis sekaligus. Bayangkan bila gerak ini dilakukan oleh wadam-wadam (hanya dua orang, diperankan dengan bagus oleh Eddy de Rounde dan Adrie Rantung, namun diberi jatah dominan),yang kemudian mempertajam unsur tari pada basis. Memang disayangkan tidak semua pemain berhasil masuk sepenuhnya dalam pola itu. Sebagian mereka hanya memunculkan farce atau komik biasa. Toh, di samping perbedaan antara dua hal itu layaknya tidak dirasakan semua orang, kostum dan rias yang dirancang perencana artistik Panarto telah turut menterjemahkan balet komedi itu ke dalam lingkungan kita dengan catatan menjadi "lebih sandiwara" daripada aslinya. Achdiat Perhatian besar PRAMANA pada pola atau 'tekhnik' memang bisa ditandai sejak pementasannya Pak Dulah karya Achdiat dulu maupun Hippolutos Euripides yang mengambil bentuk randai. Ide-ide seperti itu harus dibilang mahal di samping "akademis". Namun yang tetap terlihat pada Pram ialah: kurangnya keberhasilan dalam penjabaran tempo dan ritme.Para pemain itu,mahasiswa lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta yang sudah lebih baik dari yang lalu (dalam hal ini misalnya Bambang BS) kelihatan hidup dan bisa dipercaya. Mereka terutama"banci-banci" melakukan bukan main banyaknya improvisasi yang total - yang bisa dihargai kadang-kadang hanya bila dilihat butir demi butir seeara lepas dan bukan sebagai bagian dari keseluruhan. Sebab ulah mereka itu di segi lain memmjukkan tidak adanya koordinasi. Dan bila hal itu terjadi di luar kemauan sutradara setidak-tidaknya Pramana bukanlah sutradara yang terlalu bagus dari segi organisasi. Ia tetap saja kurang "streng". Maka fokus pun agak buyar. Bila Pesta Pencuri katakanlah cerita cinta orang ingin mendapat kesan tersebut begitu tontonan usai. Tapi bagian penutup misalnya justru disediakan untuk memperkeras pola yang dipakai dan bukan untuk kesan.Lelucon yang mengalahkan segala-galanya (dan kadang menjemukan karena ikatan yang merangkaikannya tidak tepat).juga menyebabkan kritik terasa hanya disampirkan tidak selalu pada tempatnya.Tambahan lagi Le Bal des voleurs sendiri bukanlah wakil representatif dari kebagusan Anouilih yang suka disebut pendekar teknik-- dibanding naskah-naskahnya yang lebih belakangan. Alhasil bila keharuan tak ada iuga tak ada apa yang disebut 'kearifan' sedang "kritik" tidak berarti. Iantas apa "manfaat" pementasan itu'? Cukuplah kebagusan akting saja - yang lucu tanpa dimensi keseluruhan? "Dramaturgi" Begitulah bila orang bertanya tanpa melihat harga "bentuk"--atau "dramaturgi". Sedang Pram sayap lain LPKJ di samping Wahyu Sihombing tampaknya mementingkan benar hal itu.Dengan tambahan bahwa pementasan ini--di mana bentuk sama sekali tidak terasa hanya bagi kulit lebih bagus dari dua pementasan Pram yang lalu (Pak Dullah itu kedodoran,sedang Hippolutos hanya pameran randai yang menenggelamkan plot) kadang memang terasa layak bila sebuah lembaga pendidikan kesenian dengan akademi teaternya memberi perhatian lebih besar kepada itu "dramaturgi". Sebagai bandingan grup-grup lain paling tidak. Syu'bab Asa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus