Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Menyambung Pipa Bakrie

Pabrik pengecoran pt bakrie-tubemakers di bekasi diresmikan. Pabrik kongsi antara Australia dengan Indonesia ini menghasilkan sambungan pipa dll. Sepertiga produksinya untuk ekspor. (eb)

15 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK banyak pengusaha pribumi yang berhas mengembankan usahanya. Apalagi setelah mengalirnya madal asing. Tapi Achmad Bakrie, presiden direktur PT Bakrie & Brothers, agaknya merupakan pengecualian. Dalam usia 59 tahun, Rahu pagi pekan lalu pengusaha kawakan itu kembali melebarkan sayapnya. Bukan di bidang perdagangan umum impor-ekspor tapi industri pengecoran. Dengan disaksikan ratusan undangan antara lain Dubes Australia R. Woolcott & nyonya, oleh Menteri Perindustrian M. Jusuf diresmikanlah pabrik pengecoran PT Bakrie-Tubemakers, milik kongsi Bakrie Brothers dengan Tubemakers of Australia Ltd. Letaknya di Bekasi, kurang lebih 27 km dari Jakarta, di atas tanah seluas kira-kira 7400 M2. Modal yang dituangkan dalam pabrik pengecoran itu berjumlah AS $ 7,4 juta, dengan perbandingan saham antara Australia - Indonesia, 75: 25. Meski saham dari fihak Indonesia lebih kecil tapi "ini adalah anak dari pabrik Talang Tirta" kata A. Bakrie. Dengan kata lain, pengusaha yang juga menjabat Presdir PT Bakrie-Tubemakers itu, ingin menerangkan bahwa jauh sebelumnya, yakni di tahun 1957. ia telah menerjunkan diri di bidang industri dengan mendirikan pabrik yang memproduksi barang-barang dari kawat. Lalu tahun 1959 mendirikan pabrik pipa baja di Jakarta, yang pertama di Indonesia. Tapi pabrik itu terbatas membuat pipa baja untuk keperluan listrik, konstruksi ringan dan perabot rumah tangga. Tahun 1972, dengan fasilitas PMDN di jalan Tendean didirikannya pabrik Talang Tirta yang memproduksi pipa-pipa baja untuk penyaluran air dan gas. Dan bagi A. Bakrie adanya pabrik kongsi yang pertama dengan asing ini belum dipandang cukup. "Kami juga telah memikirkan untuk perluasan pabrik ini katanya. Dewasa ini, pabrik pengecoran Bakrie-Tubemakers ini menghasilkan sambungan pipa (malleable iron fitting), katup-katup (valves), barang-barang tuangan umum (general castings) dan juga grinding-balls yang diperlukan oleh pabrik-pabrik di Indonesia. Pada tahap pertama kapasitas produksinya 2000 ton setahun dengan tenaga kerja 180 orang. Ini masih dapat ditingkatkan menjadi 3000 ton setahun dengan tenaga kerja tidak kurang 400 orang. Sedang bahan baku berupa besi mentah (pig iron) masih diimpor dari Australia. "Kalau Krakatau Steel sudah berproduksi tahun depan dan harga cocok, bahan bakunya mungkin akan dibeli di dalam negeri", kata seorang manajer. Tapi apakah yang mendorong A.Bakrie mendirikan pabrik ini dan berkongsi dengan Australia' Jawabnya: barang-barang tersebut sampai saat ini masih diimpor dari Amerika Serikat, Taiwan dan Jepang, karena belum dibuat di Indonesia. Dan Australia mempunyai bahan baku yang melimpah dan tidak jauh dari Indonesia. Sementara partnernya dalam berusaha telah berpengalaman pululan tahun serta merupakan pabrik pipa baja terbesar di Australia.Dewasa ini ia memiliki 1 pabrik sejenis tersebar di seluruh negeri Kangguru itu. Pemasaran, tampaknya tidak menjadi masalah baginya.Dan dibaginya dalam dua bidang: ekspor dan pasaran dalam negeri. Sepertiga dari produksi akan dipasarkan ke luar negeri yang akan disalurkan oleh Tubemakers of Australia.Kini pabriknya sudah mendapat pesanan dari Singapura. Selain itu,ia juga akan melemparkan barang-barang ke Inggeris.Dan "mungkin juga'' ke Astralia karena upah buruh di sana tinngi. Sedangkan sisanya (2/3 dari produksi) untuk kebutuhan dalam negeri yang penyalurannya langsung diurus oleh PT Bakrie & Brothers. Tidak hanya itu. Menurut Bakrie. pabrik pengecoran ini juga akan nemproduksi komponen kendaraan bermotor yang sekarang sebagian besar masih diimpor. Tentang pemasaran yang berorientasi ke luar negeri itu, Menteri Jusuf punya' nasehat. Katanya: "Ekspor, memang salah satu penyelesaian bagi Singapura. Hongkong dan Taiwan. Karena penduduknya sedikit satu-satunya jalan untuk perluasan produksi adalah ekspor. Tapi bagi Indonesia, terutama di masa mendatang. produksi tak selalu harus berorientasi pada ekspor.Sebab Indonesia dengan penduduknya yang padat, merupakan pasaran yang cukup luas.Di tahun 2000 nanti penduduk Indonesia akan berkembang menjadi 50 juta jiwa. Pulau Jawa saja diperkirakan akan berpenduduk 140 juta. Jadi tak perlu berorientasi seperti Singapura. Tapi itu masalah nanti. Kini yang penting para produsen dalam negeri perlu mampu bersaing, baik harga maupun mutu dibandingkan dengan barang-barang impor. Demi konsumen atau payah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus