Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Rrt, minyaknya dan arahnya

Minyak sebagai sumber kenaikan perekonomian rrt, menjanjikan prospek baru politik luar negerinya. rrt setuju mengirim minyak ke mesir yang anti soviet. sektor pertanian dikembangkan untuk penuhi kebutuhan pangan

15 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MINYAK rupanya menjanjikan prospek baru bagi politik luar negeri RRT. Selain sudah digunakan untuk mengimbangi arus minyak dari Soviet ke Jepang, Muangthai, Pilipina, RRT juga sudah setuju untuk mengirim minyaknya ke Mesir, yang kini sangat anti-Soviet. Dan baru-baru ini Mesir sudah pula membeli peralatan pesawat tempur MIG dari RRT . Dari hasil penjualan minyaknya pula, RRT rupanya mampu membeli lisensi pembuatan mesin jet Rolls Royce untuk industri pesawat terbangnya. Mereka juga sudah membeli pesawat terbang anti-kapal selam dari Jepang. Agaknya RRT merasa butuh memiliki industri pesawat terbang sendiri untuk bisa memprodusir jenis yang mirip MIG 23 dan 25 dalam rangka menghadapi Soviet. Dan timbullah suatu prospek baru: pendekatan kepada negara-negara baru dan menggalakkan ketidaktergantungan mereka dari pengaruh kekuatan besar. Mungkin ini akan mewarnai politik luar negeri mereka di masa depan. Namun ada satu soal yang masih menggoda para pemimpin RRT sehubungan dengan berkah minyaknya: bagaimana sebaiknya menerima suatu perekonomian yang cenderung melaju pesat? Masalah seperti 'seberapa besar tingkat kenaikan yang wajar dilakukan', merupakan suatu hal yang diperdebatkan. Bagi mereka masyarakat harus siap menerima setiap tingkat kenaikan. Tapi mereka anggap percuma, bila kenaikan itu akan menunjukkan suatu sikap "kapitalisme". Jadi diperlukan suatu mekanisme penolak yang "built-in dan tumbuh secara keyakinan yang sadar. Sektor Pertanian Minyak memang menjadi pelicin kenaikan perekonomian RRT. Tapi sektor pertanian rupanya tetap diandalkan sebagai tulang punggung perekonomian negeri itu. Naik turunnya produksi pertanian akan mempengaruhi tingkat industri, perdagangan luar negeri dan GNP. Dan lebih khas lagi adalah peranan produksi pangan. Karena impor pangan berarti mempergunakan devisa yang masih langka itu. Namun yang mengherankan adalah ini: Sekali pun produksi pangan cuma baik 3%, selama periode 1967-1972, akibat Revolusi Kebudayaan yang dilancarkan Mao, toh industri meningkat sebesar 80-93%. Dan selama 5 tahun itu GNP adalah 27%. Perdagangan luar negeri yang meningkat dengan 46%. Mengapa bisa begitu? Rupa-rupanya telah terjadi sumbangan yang cukup besar dari sektor pertanian kepada sektor industri semasa sebelum Revolusi Kebudayaan pecah. Tepatnya pada masa "Lompatan Besar Kemuka' dan masa "Penyesuaian Kembali". Masa "Lompatan" yang dikembangkan olel Mao berhasil membangun bendungan, irigasi, penghijauan jalan raya dan lain lagi. Juga tumbuhnya industri-industri kecil yang sekalipun sederhana, tapi menunjang industri berat dan industri pertanian. Sementara periode penyesuaian yang dipimpin Liu Shao-ch'i lebih memusatkan pada kenaikan produksi pertanian. Keuntungan dari dua periode itu: tegaknya tulang punggung perekonomian yang kuat, yang bisa lebih menjamin investasi di sektor perindustrian. Meskipun dalam ukuran jangka panjang (1952-1972), pertumbuhan ekonomi menunjukkan kenaikan yang sedang: selama 20 tahun itu sektor pertanian hanya naik 1,9%, industri naik 8,4% dan GNp hcrtambah dengan 3,8%. Namun jalan lain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi RRT pun datang ketika pecah krisis enerji. Para pemimpin Cina menyambut permintaan dari Jepang untuk membeli minyak. Sekalipun mereka amat berhati-hati dan bersikap "alot" selama perundingan. Keinginan Jepang untuk bisa membor sumur-sumur minyak RRT di lepas pantai Po Hai perlu menunggu setahun. Dan baru di musim panas 1973 RRT setuju untuk memulai perundingan dengan kontraktor minyak dari Nippon Steel dan Mitsui. Tapi arus penjualan minyaknya tak sebanyak diduga orang. Jepang yang butuh minyak sekitar 250 juta ton setahun, hanya kebagian tak sampai 5 juta ton selama 1974 dari RRT. Selama tahun lalu ekspor minyak mereka ke Jepang naik menjadi 7,8 juta ton. Sebaliknya dalam periode yang sama arus impor meningkat masuk RRT, berupa barang-barang modal, prasarana industri minyak dan pabrik-pabrik petrokimia. Maka tak heran kalau timbul defisit yang di tahun 1974 saja berjumlah tak kurang dari $AS 200 juta (ada juga beberapa pengamat yang menaksir defisit tahun itu sampai di atas $AS 1 milyar). Kalau benar begitu, lubang defisit pasti tak mungkin ditambal dengan hasil ekspor pertanian. Maka itu sebabnya ekspor minyak--yang sesungguhnya ingin mereka manfaatkan untuk kepentingan dalam negeri--tak bisa dihindarkan. Meskipun begitu, untuk masa dekat (sampai tahun 1980?) RRT agaknya masih perlu mengembangkan sektor pertanian ini. Mengapa? Pertambahan penduduk melebihi pertambahan pangan. Antara 1952-1972 penduduk bertambah sebanyak 50O, sementara kenaikan produksi pangan hanya antara 43-530. Pada awal dasawarsa 1970 ini malah terjadi krisis pangan yang melanda dunia, yang juga mengenai RRC. Dalam masa itu negara-negara yang mampu memiliki stockpile semacam AS menjadi penting dan bisa mempergunakannya sebagai alat politik luar negeri. Sementara itu telah berlangsung usaha mempersiapkan kenaikan produksi di bidang pertanian secara lebih pesat. Seperti pembangunan prasarana yang terus berlangsung (waduk, irigasi dan lain-lain). Pembuatan industri-industri kecil yang menghasilkan peralatan pertanian, seperti traktor ringan, mesin pompa air--juga pembuatau pupuk, obat pemberantasan hama. Juga peningkatan produksi enersi yang tak saja minyak, tapi juga kampanye massal menggali batu bara. Begitu pula pembangunan PLTA yang banyak didirikan, dari yang besar sampai yang diusahakan oleh komune-komune (PLTA kecil-kecil ini kalau dijumlah bisa menyamai atau hallkan melebihi satu unit PLTU raksasa di AS). Dengan kecemasan bahwa sektor pertanian akan jauh tertinggal oleh sektor industri, maka diadakanlah persiapan yang matang untuk usaha mekanisasi pertanian. Inilah prakarsa Hua Kua feng sebelum menjadi Perdana Menteri. Menurut Hua, mekanisasi pertanian setidaknya tahun 1980 bakal dicapai oleh sepertiga komune. Hua mengingatkan bahwa sasaran tersebut harus dibarengi dengan pengawasan melalui"perjuangan kelas" yang lebih ketat. Ini mungkin juga suatu isyarat persiapan menuju pergantian generasi pemimpin pada tahun 1980. Betapapun juga, pastilah usaha gerakan "pembetulan pikiran" akan dilakukan secara lebih intensif. Pada gilirannya ini selain menanamkan mekanisme penolak sikap "individualisme", juga menyiapkan pergantian kepemimpinan secara lebih teratur. Sekalipu demonstrasi mendukung Teng baru-baru ini perlu juga diperhitungkan. Ada suatu masalah lain akibat kenaikan perekonomian ini. Yaitu berkenaan dengan penurunan penjualan minyak dan penurunan pembelian baja oleh RRC ke Jepang pada tahun ini. Mungkin terdapat perdebatan juga antara kelompok radikal-Hua dengan kelompok Teng, yaitu tentang sampai seberapa besar perekonomian perlu tumbuh, dan seberapa besar pula kebutuhan impor bagi industri RRC. Sebab penjualan minyak dan pembelian baja itu kelihatannya akan dimanfaatkan bagi pertumbuhan sektor industri juga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus