DI Afghanistan bulan suci Ramadan tampaknya sama saja seperti bulan sebelumnya. Kecamuk perang bakal melolong panjang. Gempuran gerilyawan Mujahidin bahkan makin meningkat. Padahal, pada bulan puasa ini orang diajar untuk menahan diri dari berbagai macam godaan nafsu, tetapi meningkatkan ukhuwah. Pada minggu pertama April ini paling tidak 20.000 gerilyawan Mujahidin telah melakukan serangan serentak ke Jalalabad. Dari tiga arah gerilyawan memuntahkan 18.000 roket selama 24 jam. Sementara itu, pasukan pemerintah Afghanistan menghadang serangan dengan jet, helikopter tempur, dan rudal Scud-B jarak jauh. Kota ketiga terbesar di Afghanistan itu kupak-kapik dalam kancah perang saudara sejak awal Maret lalu, setelah Soviet menarik 15.000 pasukannya. Pertikaian antara pemerintah Marxis rezim Najibullah dan kelompok Islam yang berlangsung selama 10 tahun itu telah mengambil banyak korban penduduk sipil. Di antara mereka terdapat wanita, orang tua, dan kanak-kanak. Mereka itu mungkin tidak tahu-menahu mengapa harus ada perang. Mengapa picu senjata dan mesiu merenggut jiwa sanak keluarga. Rumah, pasar, gedung sekolah, tempat bermain luluh lantak dihantam roket. Dan belum ada tanda-tanda kecamuk perang akan mereda. Bahkan pasukan kedua belah pihak di hari-hari terakhir ini semakin menguatkan posisi masing-masing. Jalur logistik Salang, antara Kabul dan perbatasan Soviet, terancam. Untuk mendapatkan makanan orang harus sabar dalam antrean panjang. Akibatnya, ribuan penduduk Kabul mengungsi ke kota provinsi dan negara tetangga. India dan Pakistan saja menampung pengungsi tak kurang dari 5 juta jiwa. Dan Iran kebagian 2 juta pengungsi. Para pengamat meramalkan, andai pun pasukan Mujahidin berhasil menjatuhkan pemerintahan Marxis Najibullah, penderitaan rakyat belum tentu segera berakhir. Aliansi tujuh kelompok Mujahidin, yang membentuk pemerintahan sementara, tumbuh dalam perbedaan persepsi. Belum ada kesatuan pandangan bagaimana bentuk negara yang dicita-citakan. Antara kelompok Islam radikal, moderat, dan demokratis, dan yang tradisional konservatif terdapat benih sengketa, yang sewaktu-waktu siap pula meledak. Sementara itu, 100 kelompok Mujahidin lainnya tentu tak mau ketinggalan meramaikan panorama visi dan cita-cita Afghanistan masa depan.Burhan Piliang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini