Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Perfilman, Musik, dan Media serta Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Ristek akan menyelenggarakan Konser Rakyat Leo Kristi pada Sabtu, 27 Juli 2024, rangkaian kegiatan mulai dilakukan pukul 14.00.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konser Rakyat leo Kristi kali ini bertajuk ku Tak Kan Pernah Mati, konser ini diadakan untuk mengenang kepergian musisi Leo Kristi yang meninggal pada 21 Mei 2017. Acara akan berlangsung di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kegiatan ini menindaklanjuti Leo Kristi sebagai penerima Anugerah Kebudayaan 2016. Salah satunya agar penerima Anugerah Kebudayaan tidak berhenti hanya sebatas anugerah itu, tapi difasilitasi untuk tetap dikenang, dikenal, diwariskan nilai-nilai positifnya," kata Punto Kumoro, pengarah tim pelaksana kegiatan tersebut kepada Tempo.co, Jumat, 26 Juli 2024.
Konser Rakyat Leo Kristi menampilkan pameran tentang perjalanan Leo Kristi. Sebelum konser, diadakan pula Sarasehan bersama Romo Mudji Sutrisno dan pengamat musik Franki Raden yang dimulai pukul 15.30 sampai 17.30. Barulah, pada pukul 19.00, puncak acara Konser Rakyat Leo Kristi dimulai. Konser yang akan menyanyikan lagu-lagu Leo Kristi ini dimeriahkan beberapa pemusik Tanah Air seperti Ote Abadi, Nona van der Kley, Liliek Jasqee, dan tim musik dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ)
Leo Kristi adalah seorang musisi, penyair, aktor, ilustrator musik film, dan pelukis yang dikenal luas sebagai salah satu ikon seni Indonesia. Pada 2016, ia dianugerahi Anugerah Kebudayaan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk kategori Pencipta, Pelopor, dan Pembaru, seperti yang dikutip dari pres rilis.
Penghargaan ini diberikan sebagai pengakuan atas kontribusinya yang besar dalam mengembangkan lagu-lagu balada Indonesia. Karya-karyanya tidak hanya menyuarakan keindahan musik, tetapi juga mengangkat semangat dan cerita kehidupan rakyat jelata yang sering kali diabaikan.
Lahir pada 8 Agustus 1949 di Surabaya, Leo Kristi tumbuh dalam lingkungan yang kaya akan seni. Ia mulai menampilkan bakatnya sejak usia muda, tampil di berbagai panggung lokal termasuk di Taman Ismail Marzuki, Pasar Seni Ancol, dan Gedung Kesenian Jakarta.
Pada usia 12 tahun, ia sudah bergabung dengan Sekolah Musik Rakyat (SMR), tempat di mana ia mulai mengasah keterampilan musiknya. Tahun 1975 menjadi titik balik dalam karirnya ketika ia mendirikan Konser Rakyat, sebuah kelompok musik yang bukan hanya fokus pada penampilan musik tetapi juga menyebarkan semangat optimisme dan kebersamaan dari berbagai lapisan masyarakat.
Konser Rakyat yang didirikan Leo Kristi telah menjadi lebih dari sekadar kelompok musik; ia menjadi sebuah gerakan yang menyuarakan cerita dan harapan rakyat jelata, dari petani hingga nelayan. "Leo Kristi boleh mati, tapi Konser Rakyat harus tetap hidup," ujar Leo Kristi suatu hari, menggarisbawahi pentingnya keberlanjutan semangat yang ia bangun.
Selama 43 tahun berkarya, Leo menciptakan lebih dari seratus lagu, dengan album-album terkenal seperti "Serenada Pagi 1971," "Nyanyian Fajar" (1976), "Nyanyian Malam" (1977), "Nyanyian Tanah Merdeka" (1978), dan "Tembang Lestari" (1995). Karya-karya ini tidak hanya dinikmati oleh masyarakat luas, tetapi juga dihargai sebagai warisan budaya yang kaya dan mendalam.
Leo Kristi sering dijuluki sebagai trubadur musik Indonesia, sebuah gelar yang mengingatkan kita pada seniman Eropa yang berkelana dan menyanyikan puisi. Leo tidak hanya tampil di panggung umum, tetapi juga di tempat-tempat istimewa seperti Istana Wakil Presiden Adam Malik dan dalam acara Kenduri Nasional 50 Tahun Indonesia Merdeka di Monas pada tahun 1995. Dalam acara tersebut, Leo membawakan lagu "Tembang Lestari" di hadapan Presiden Soeharto, sebuah momen yang menjadi salah satu tonggak penting dalam karirnya.
Namun, Leo Kristi tidak hanya berkarya di bidang musik. Ia juga menjajal dunia film dan seni rupa. Dalam dunia film, Leo dua kali menjadi penata musik, yakni untuk film "Letnan Harahap" (1977) yang disutradarai oleh Sophan Sophiaan dan "Nyoman" (1989) yang disutradarai oleh Yudi Soebroto.
Ia juga pernah memerankan tokoh Bung Tomo dalam film "Soerabaia '45" yang disutradarai oleh Imam Tantowi pada tahun 1990. Dalam dunia seni rupa, Leo Kristi menggelar pameran lukisannya di Gedung Kesenian Jakarta pada tahun 1996 dan di Bentara Budaya Jakarta pada tahun 2003 dan 2016, menunjukkan keterampilan multidimensionalnya dalam berkesenian.
Leo Kristi meninggal dunia pada 21 Mei 2017 di Rumah Sakit Immanuel, Bandung, pada usia 67 tahun. Ia dimakamkan di pekuburan umum Iqro’, Jatimakmur, Bekasi, Jawa Barat, bersama rakyat jelata yang begitu dicintainya.
MYESHA FATINA RACHMAN I RACHEL FARAHDIBA R
Pilihan Editor: Musisi Leo Kristi Berpulang