PERHATIAN Menteri Penerangan Mashuri SH akhir-akhir ini banyak
tertuju pada perfilman Tahun silam, bersama dengan Menteri P dan
K Syarif Thayeb dan Mendagri Amirmachmud, Mashuri membenahi
peredaran film dengan mendirikan PT Pertamina dan wajib putar
dua film nasional bagi setiap gedung bioskop Awal tahun ini
secara berturut-turut Mashuri mengeluarkan tiga keputusan--SK
51, 52,53 --yang membenahi impor dan produksi tilm Para importir
kabarnya tidak keberatan dengan putusan pemerintah itu, meskipun
ada juga keributan di kalangan mereka.
Pangkal soal keributan mereka terutama lantaran terjadinya
penumpukan sejumlah film di gudang Halim Perdana Kusuma.
"Mestinya putusan menteri itu berlaku setelah film-film kita di
Halim itu beres", kata seorang importir. Tapi Menteri Penerangan
Mashuri tidak merisaukan keluhan demikian. sebab film yang
berjumlah 450 judul itu "bukan milik bangsa Indonesia", menurut
menteri. "Lagi pula, itu toh knsekwensi dari tindakan
spekulasi", tambah Mashuri pula.
Merisaukan
Akan halnya putusan penggabungan para importir dalam 4 kelompok
(konsorsium), pemerintah memang punya pengalaman. Jauh sebelum
surat putusan yang baru ini ditandatangani oleh Mashuri, di
Jakarta sudah beroperasi Konsorsium Film Mandarin yang dipimpin
oleh Sudwikatmono. Pengalaman dari sana itulah yang dimanfaatkan
dalam membentuk 3 kaLi konsorsium, masing-masing konsorsium
untuk film-film Asia bukan Mandarin, konsorsium untuk film-film
Amerika dan satu lagi untuk film-film Eropa.
Yang masih amat merisaukan kalangan perfilman adalah keputusan
menteri untuk mewajibkan para importir itu untuk juga menjadi
produser. Setiap memasukkan 5 film, harus diimbangi membuat
sebuah film. Dengan perhitungan bahwa tahun ini kuota film impor
ada 300, maka dari para iblpolfi saja akal dihasilkan 60 film
buatan dalam negeri. "Apakah kita cukup punya tenaga untuk itu",
tanya seorang sutradara. Ketakutan pada pengalaman bikin film
asal jadi kini menghantui kalangan perfilman. Tapi Menteri
Mashuri merasa yakin bahwa tidak ada yang patut ditakutkan.
"Kita sudah melakukan penelitian sebelumnya".
Katanya kepada wartawan TEMPO yang mewawancarainya, Menteri
Mashuri tidak hanya berbicara tentang surat keputusan yang baru
saja ditandatanganinya itu .Segala aspek perfilman menjadi bahan
pembicaraan Mashuri dengan wartawan TEMPO, Salim Said, beberapa
hari yang lalu di gedung Deppen Merdeka Barat, Jakarta. Berikut
ini adalah bagian-bagian penting dari wawancara itu.
AKAN SEPERTI INDIA
Pembinaan film ini tidak dapat dipisahkan dari pembangunan
nasional secara keseluruhan. Dan dalam melaksanakan tugas itu,
kita bekerja tidak secara sektoral. Dan semua ini bertujuan
kepada menjadikan film nasional sebagai tuan rumah di negeri
sendiri.
Hal ini amat sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah untuk
sedapat mungkin memproduksi sendiri barang yang kita perlukan
dan tidak tergantung pada impor. Mobil, misalnya. Dulu kita
impor bulat-bulat kini kita rakit di sini. Lambat laun akhirnya
mobil-mobil kita bikin sendiri. Demikian juga dengan film. Sejak
periode saya sebagai menteri penerangan, terus menerus kita
melakukan pengurangan kwota film impor. Kebijaksanaan yang kita
konsultasikan juga dengan organisasi perfilman ini bertujuan
untuk tidak lagi mengimpor film pada akhir pelita II, kecuali
beberapa film yang kita masukkan secara selektif. Ya, film yang
menang festival sajalah, dan jumlahnya mungkin cuma 10 atau 15
buah. Jadi kita ini akan seperti India. Di sana juga tidak ada
impor.Ide menciutkan film impor ini sebenarnya dalam rangka
memberi kesempatan bagi pemasaran film nasional. Menurut sebuah
penelitian, jumlah penonton film nasional naik dari tahun ke
tahun, tapi ya kok di tahun 1975 yang lalu justru jumlah film
buatan dalam negeri berkurang. Setelah diselidiki ternyata
soalnya karena tahun ini kredit bank diperktat, lantaran para
produser yang menanggung risiko besar tidak bisa secara teratur
memenuhi kewajibannya. Ini mereka rasakan sejak tahun 1974.
BROKER: POSISI KUNCI
Risiko besar para produser itu disebabkan karena banyak terjepit
oleh para broker. Broker ini memegang posisi kunci. Karena
itulah maka keluar surat keputusan tiga menteri mengenai
peredaran Maksud untuk memperlancar peredaran dengan keputusan
bersama itu ternyata masih belum bisa dilaksanakan, sebab memang
kuncinya bukan hanya dalam peredaran saja. Harus ada koordinasi
dengan masaalah impor.Harus dilakukan penciutan impor dan
Importir. Jauh-jauh hari sudah kita beritakan pada Giprodfin
agar anggotanya siap-siap mengalihkan kegiatan mereka ke
produksi. Ini adalah penjelasan mengenai kelahiran SK Menteri
Penerangan no 51,52,dan 53 itu.
Tiap tahun kwota impor yang dikeluarkan pada bulan Januari.
Supaya gampang perhitungannya tahun ini kwota kita keluarkan
pada awal tahun anggaran, April. Di kalangan para importir ada
unsur spekulasi: kwota belum keluar mereka sudah giat. Dan
terjadilah penumpukan film di (lapangan terbang ) Halim Perdana
Kusuma. Tapi kalau kita teliti, film-film itu sebenarnya bukan
milik orang Indonesia. Jadi tidak ada masalah yang patut
diributkan Importir. Soal petisi para importir itu, Saya cuma
dengar-dengar saja, belum terima. Tapi sikap mereka itu terang
bertentangan dengan keputusan kita yang dicapai lewat konsultasi
dengan mereka.
Kalau Amerika tidak mau jual film pada kita, ya itu wewenang
mereka. Kita toh tidak bisa memaksa mereka. Sebelum bikin
keputusan ini saya sudah konsultasi dengan para importir. Kita
tidak perlu terlalu banyak judul film. Justru kalau judul kurang
masa putar bisa panjang. Akibat dari banyaknya film impor, masa
putar jadi pendek. Lagi pula tidak semua film yang diimpor itu
baik. Meskipun demikian toh ada intimidasi dari film asing
terhadap film nasional, seolah-olah film impor itu selalu baik
dan film nasional selalu jelek. Ini tidak betul. Film Indonesia
yang baik juga ada.
TAMBANG EMAS
Kenapa konsorsium? Ya, itu pengelompokan. Soalnya karena kemarin
kita Jadi korban permainan adu domba para distributor atau
eksportir luar negeri. Film yang mestinya seratus ribu bisa dua
kali lipat. Tentu saja harga karcis dalam negeri juga ikut
terpengaruh.
Konsorsiurm itu sistimnya macam koperasi.Menurut pendapat saya,
pembinaan film nasional harus dengan prinsip yang kuat membantu
yang lemah. Impor ini bisa disebut tambang emas, dan produksi
itu tidak disenangi orang. Jadi sekarang ini bagaimana supaya
yang lemah itu dirangsang oleh yang kuat.
Dengan berproduksi yang ingin kita capai ialah kwantitas maupun
kwalias yang lebih tinggi. Saya kira tidak beralasan ketakutan
bahwa karena ada kewajiban berproduksi bagi importir, maka akan
banyak film asal jadi yang dibuat. Kalau jumlah saja yang jadi
sasaran mereka, sedangkan mutu merosot, tentu saja mereka akan
rugi. Saya yakin tidak akan ada produser yang mempertaruhkan
namanya dengan membuat film murahan. Dan untuk melayani jumlah
film yang dibuat saya harapkan mencapai 100 judul dalam tahun
anggaran ini (April 1976 hingga Maret 1977) -- tenaga artis dan
karyawan yang ada cukup. Dengan dana yang ada, Deppen sejak lama
ikut membantu berbagai kursus dan upgrading orang-orang film.
TAK SEPERTI DPFN
Pembinaan harus meliputi produksi, distribusi maupun impor dan
ekspor. Pembinaan tidak bisa sektoral saja, seperti pengalaman
kita dengan Dewan Produksi Film Nasional dulu. Tapi toh tidak
tertutup kemungkinan bagi Deppen untuk misalnya membiayai sebuah
film yang dibuat oleh seorang sutradara yang baik. Yang tidak
akan kita lakukan adalah jadi bank dengan meminjamkan uang
kepada para produser seperti kasus dana SK 71 itu. Yang saya
lakukan sekarang adalah mendekati bank-bank pemerintah agar mau
memberikan perlakuan khusus kepada dunia perfilman. Kalau perlu
uang dana yang ada pada Deppen itulah yang jadi jaminannya.
Sebagai menteri penerangan, saya tidak hanya bertanggung jawab
pada lancar tidaknya produksi film, tapi juga mengenai bisa
tidak film itu dinikmati secara meluas. Untuk peredaran ini kita
punya PT Perfin . Sekarang ini memang masih periode transisi,
organisasinya belum baik. Perfin nantinya harus kerja sama
dengan konsorsium itu agar ada sinkronisasi. Dan kalau semuanya
sudah jalan baik, istilah free booking macam yang ada sekarang
ini otomatis akan hilang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini