Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pahlawan dan Cerita Lainnya, Mozaik Melayu Modern Penulis: Karim Raslan Penerbit: Yayasan Obor Indonesia, 2006 Tebal: 164 halaman
Puluhan tahun ia menggenggam rahasia itu. Segala tentang dia cukup luar biasa—cerdas, tampan, lajang, dan santun—kecuali satu hal: kakinya. Satu peristiwa tragis terjadi, sesudah itu sang kaki lumpuh.
Nazrin, nama lelaki itu. Ia masih 20-an tahun ketika peristiwa itu terjadi, 30 Mei 1969. Di Penang, waktu ia menemani seorang utusan perdana menteri, aksi kekerasan meletup. Tulang kakinya remuk, sedangkan sang utusan menghilang, menyelamatkan diri, meninggalkan teman yang nestapa.
Kisah bangsawan pengecut yang menjaga citra sebagai lelaki heroik ini ada dalam Para Pahlawan, cerita pendek karya sastrawan-kolumnis Malaysia, Karim Raslan. Sosok yang oleh pengamat Nirwan Arsuka bisa dibandingkan dengan Idrus, penulis Indonesia yang melukiskan zaman merdeka dengan gaya realisme dan sarkasme pada 1950-an.
Karim memang bercerita tanpa selubung. Dalam Para Pahlawan, ia membongkar rahasia di ujung cerita: Nazrin dan si bangsawan bertemu tanpa rencana melalui orang ketiga, yakni putri sang bangsawan, pengagum berat ayahnya sendiri. Dalam cerita lainnya, Tetangga Sebelah, ia menulis tentang Datin Sarina. Ia istri bangsawan yang haus kekuasaan dan (nyaris) jatuh cinta pada tetangga barunya yang rupawan. Sampai akhirnya ia menjumpai pujaannya bercinta dengan seorang banci.
Para Pahlawan adalah satu di antara kumpulan cerita pendek Karim Raslan, Pahlawan dan Cerita Lainnya (terjemahan dari Heroes and Other Stories). Antologi yang memuat delapan kisah: Yang Terkasih, Para Pahlawan, Makan Siang Tahun Baru di Jalan Kia Peng, Warisan, Puan Gundik, Sara dan Perkawinan, Ayo Ke Timur, dan Tetangga Sebelah.
Pahlawan dan Cerita Lainnya bercerita tentang banyak aspek kehidupan para bangsawan—semuanya menggiring ke satu titik: hipokrisi aristokrat Melayu. Sosok-sosok yang digambarkannya sering bermain golf atau polo di klub, menenteng tas Louis Vuitton sembari tangan kirinya menjepit rokok Dunhill, senang membanggakan gelar Datuk dan Datin. Di balik aristokrasi ada kegandrungan akan seks, uang, dan kuasa.
Karim Raslan memang memiliki ciri khas dalam karya-karyanya, tapi sayangnya ia tak begitu populer di Semenanjung Malaysia. ”Tulisannya berbahasa Inggris tinggi dan tak dimengerti orang Malaysia kebanyakan,” kata Abdul Razak dari Dewan Bahasa Pustaka Malaysia. Selama ini Karim lebih dikenal sebagai kolumnis. Kumpulan tulisan kolomnya telah dibukukan menjadi Ceritalah: Malaysia in Translation yang menjadi buku laris di Malaysia. Juga Journeys Through Southeast Asia: Ceritalah 2.
”Saya menulis apa yang saya alami, lihat, dan temukan dalam riset. Saya hanya ingin jujur,” kata Karim. Karim Raslan dilahirkan pada 2 Agustus 1963 di Petaling Jaya, Kuala Lumpur, Malaysia. Dan ia memang bercerita di luar arus utama penulis Malaysia. Mungkin pengalamannya tinggal 16 tahun di negara ibunya (Inggris) memberi pengaruh dalam gayanya yang blak-blakan. Ia mengambil pendidikan hukum di Inggris dan menjadi pengacara berlidah setajam kritiknya di harian-harian berbahasa Cina dan Inggris di Malaysia yang rutin ditulisnya.
Sejumlah cerita pendek Karim sekarang bisa dibaca dalam Bahasa Indonesia. Yang sedikit mengganggu para pembacanya di sini adalah singkatan-singkatan Malaysia yang acap kali muncul tanpa keterangan apa pun.
Istiqomatul Hayati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo