LAKSMI Simanjuntak, penata tari muda dari Institut Kesenian Jakarta. Ia mempergelarkan lagi karyanya di Taman Ismail Marzuki pada 2 dan 3 September lalu. Setelah melampaui percobaan-percobaan dalam karyanya, kali ini ia tampil lebih mantap. Musik "bebas" yang disusun Toni Prabowo untuk karya Laksmi itu kini tak lagi terasa terpisah dari gerak yang dirancangnya. Demikian pula sajak yang diambilnya sebagai sumber ilham telah memperoleh tafsiran visual-kinetik-auditif yang saling menunjang. Dua buah karya ditampilkannya dalam pergelaran ini. Yang pertama suatu garapan bergaya "klasik", mengambil format bedhaya yang lengkap -- sembilan penari dalam busana dodot seragam. Yang kedua merupakan karya "bebas" dengan landasan teknik tari Jawa, dan merupakan interpretasi atas sajak Goenawan Mohamad berjudul Penangkapan Sukra, yang didahului oleh "Monolog Adipati Anom". Keduanya dipersatukan oleh suasana Jawa. Bedhaya Sokamaya, karya pertama, diawali dwngan tampilnya "nyi tumenggung" berkebaya hitam (Laksmi Simanjuntak) yang beringsut-ingsut dari sisi luar pentas menuju ke tengah pentas menghadap ke layar. Kemudian ia menyembah dan melapor (kepada raja yang tak terlihat) bahwa tarian sudah siap. Bagian ini barangkali dimaksudkan untuk memberi suasana keraton dan kekhidmatan. Tetapi, karena kecanggungan pelaksanaan laku dhodhok, jalan dengan lutut, maka yang terasa adalah sekadar romantisme. Namun, garapan tarinya sendiri sangat baik. Terutama tercapai suatu ke-lulut-an, kesejalanan, antara gerak dan iringan karawitan. Khususnya Laksmi mengikuti gerak nada dari gending-gending klasik yang digunakan, yaitu Endhol-endhol dan Langen Gita. Bahkan susunan gerak hanya mengikuti lagu. Hal ini tidak membosankan karena disusun dengan sensitivitas yang cukup tinggi. Kontras-kontras yang diusahakan dengan beberapa kali men-jantur gending -- menggerakkan gending menjadi sayup, hanya instrumen-instrumen lembut yang berbunyi dan nyanyian bersama pun diteruskan dengan suara yang diredam -- mampu juga membentuk relief pada rasa keseluruhan tari. Kontras diupayakan pula dengan hanya menghadirkan suara keprak pada gending kedua. Kesensitifan Retno Maruti dalam membunyikan keprak ini turut membangun suasana yang utuh. Karya kedua, Penangkapan Sukra, didukung penataan musik Toni Prabowo. Ia menggunakan suara para perawit, instrumen gamelan dan synthesizer sebagai sumber-sumber bunyinya. Komposisinya sendiri mampu mewujudkan kesatupaduan -- dan enak pula mengantar motif demi motif dari keseluruhan dongeng tari ini. Laksmi membagi "cerita" Sukra ini ke dalam potongan-potongan dengan memenggal sajak Goenawan bagian demi bagian secara berurut. Tiap-tiap bagian dibacakan dan disertai maupun diikuti oleh tafsiran visual-kinetik yang sesuai dengan inti suasana dan perasaan yang terkandung di dalamnya. Di samping itu, ada motif-motif yang sempat tampil dalam pelanturan karya ini. Misalnya motif Adipati Anom yang bangga dengan kebangsawanannya, keunggulan derajatnya. Lalu motif Sukra yang terperangkap oleh kekuatan di luar dirinya. Kemudian motif pasukan jantan yang menjalankan peran sebagai alat dari kekuatan-kekuatan. Lalu motif perempuan yang tak berdaya. Tata pentas yang di kerjakan Roedjito memang ikut mendukung penampilan imaji-imaji yang sejalan dengan tema. Pentas Teater Tertutup hanya terpisah dari langit di balik Teater Terbuka dengan tirai tipis -- satu dua, atau tiga lapis tirai berbeda-beda untuk tiga adegan. Manipulasinya itu menimbulkan kesan perbedaan ruang perbedaan kedalaman. Misalnya antara di mana Adipati berada dan di mana Sukra berada. Atau antara gambaran tokoh dan gambaran situasi yang dilambangkan kelompok penari. Di antara bagian-bagian garapan tari ini yang dapat menumbuhkan kesan kuat adalah tari kelompok tari-tari di balik tirai yang diiringi gesekan dua rebab yang mengeluarkan dua warna bunyi. Lalu dilanjutkan dengan duet di tengah kelompok penari yang dipotong oleh satu tokoh laki-laki yang melintas pada gari diagonal secara keras. Seterusnya, ada suara titik-titik air, di kolam, yang menyertai bagian sajak yang berbunyi bulan lumpuh ke bumi, sebelum parak pagi. Sajak Goenawan -- penyair kelahiran Batang, Pekalongan, Jawa Tengah, pada 1941 -- mengacu kepada sejarah dan budaya Jawa. Musik Toni Prabowo bergaya "bebas budaya" Dan Laksmi menjadi pengikat di tengah-tengahnya. Teknik tari dasarnya yang digunakannya adalah Jawa. Tetapi sepanjang karyanya ini banyak ditampilkannya gerak-gerak yang bukan kineme (satuan gerak bermakna yang terkecil) Jawa. Gaya paduan itu tampak pada kostum: dasar Jawa Tak satu pun penari mengenakan samput atau selendang tari, yang begitu khas Jawa. Edi Sedyawati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini