Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Jika ingin selamat, perhatikan...

Rancangan pesawat dalam menyelamatkan penumpang pada kecelakaan lunak dipertanyakan. konstruksi kursi bisa menyebabkan maut. misalnya pada kasus kecelakaan fairchild f227. kebakaran dan asap berbahaya.

12 September 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAMPU merah telah dinyalakan. Suara lembut pramugari menyapa penumpang, "Harap matikan rokok dan kenakan sabuk pengaman," dalam bahasa Inggris dan Muangthai. Peragaan menyelamatkan diri pada keadaan darurat dipertontonkan. Lalu pesawat pun mengudara, dan 50 menit kemudian Boeing 737 milik Thai Airlines ini siap mendarat di Pulau Wisata Phuket, 860 km barat daya Bangkok, awal pekan lalu. Tapi pesawat itu tak pernah menyentuh ujung landasan bandara itu. Nahas menjemputnya, di garis 13 km lepas pantai Puthet. Dalam posisi melayang turun, siap mendarat, mendadak pesawat itu seperti kehilangan kontrol dan terus menukik tak terkendali, lalu terempas di lautan. Pesawat itu amblas kemudian meledak. Tujuh puluh empat penumpang dan sembilan awak tewas. Sampai akhir pekan lalu, pangkal kecelakaan itu masih tetap teka-teki. Dugaan terakhir: petugas menara bandara Phuket membuat kesalahan. Seharusnya ia menyilakan pesawat Thai Airlines -- yang berada di depan -- mendarat lebih dulu. Namun, konon ia memerintahkan pesawat Dragon Air dari Hong Kong, yang berada lima menit di belakang pesawat Thai Airlines, untuk mendarat lebih dulu. Akibatnya, pesawat Thai Airlines, yang sudah turun. "bingung" dan harus menanjak dengan mendadak, hingga kehilangan kontrol. Pesawat raksasa jenis Boeing, betapapun sering disebut sebagai tempat bagi ratusan jiwa melayang, nyatanya bisa memberikan jaminan keselamatan penumpang yang tinggi. Seorang penumpang Boeing 747 yang terbang dari New York ke California (sama seperti dari Sabang ke Merauke), menurut catatan NTSB (National Transport Safety Board, sebuah badan pengkajian keselamatan transportasi), akan selamat tiba di tempat tujuan, dengan peluang 99,99995%. Artinya, peluang menghadapi kecelakaan udara hanya lima perseratus ribu. Angka keselamatan itu akan bertambah besar jika hal-hal "kecil" dalam pesawat mendapat perhatian yang cukup. Sebab, banyak ahli kini mempertanyakan kemampuan rancangan pesawat dalam menyelamatkan penumpangnya pada kecelakaan "lunak". Soal konstruksi kursi, misalya, bisa jadi menimbulkan perkara besar. Kasus kecelakaan pesawat Fairchild F227, yang jatuh di Pegunungan Andes 15 tahun silam, umpamanya, membuktikan bahwa kursi bisa menjadi perkara besar. Sewaktu jatuh, empasan badan pesawat itu diduga tak terlalu kuat. Terbukti, rangka pesawat itu tetap utuh. Tapi di dalamnya penumpang bertumpuk, centang perenang, di ujung depan kabin, berbaur dengan kursi-kursi pesawat. Rupanya, ketika pesawat tersuruk, konstruksi kursi tak mampu menahan deselerasi (perlambatan) yang besar, sehingga copot dari dudukannya, dan tersorong ke depan. Tiga penumpang tewas seketika, 16 lainnya cedera ringan sampai berat. Korban yang masih hidup, demi menyambung nyawa, terpaksa menjadi kanibal: memakan jasad korban yang tewas. Konstruksi kursi pesawat, menurut pengujian NTSB, pada umumnya hanya mampu menahan gaya dorong horizontal dari perubahan percepatan sebesar 9 g (setara dengan percepatan tarikan bumi, gravitasi, sekitar 9,8 m per detik kuadrat). Sedangkan pada gerak vertikal, percepatan yang bisa ditanggung oleh kursi pesawat hanya 5 g. Padahal, tubuh manusia mampu menahan perubahan percepatan, horizontal dan vertikal, sampai 25 g, tanpa cedera. Akibatnya, cedera penumpang pada kecelakaan kerap ditimbulkan oleh impitan kursi-kursi itu. Selain empasan, bahaya lain yang mengancam penumpang pesawat yang mengalami kecelakaan adalah kebakaran dan asap. Seorang ahli kecelakaan pesawat terbang memperkirakan, 80% dari penumpang yang tewas pada kecelakaan pesawat diakibatkan oleh asap dan bukan oleh api. "Hanya diperlukan beberapa detik untuk membuat seseorang terjungkal akibat asap," kata Ernest McFaden, ahli yang pernah bekerja pada Dinas Penerbangan Sipil AS (FAA) itu. Dalam kondisi darurat, penumpang yang terjungkal di dalam pesawat akan menghambat penumpang lainnya menyelamatkan diri. Agaknya, Itulah yang terjadi ketika pesawat Boeing 727 United melakukan pendaratan darurat dan terbakar di Salt Lake City, AS, 1965. Tercatat 43 jiwa melayang, dan kebanyakan akibat mengisap asap. Hasil penyelidikan terhadap kecelakaan ini kemudian menggelindingkan upaya mengegolkan peraturan yang mengharuskan para pembuat pesawat terbang menggunakan bahan tahan bakar dalam produk mereka. Akhirnya, setelah terjadi kebakaran pada pesawat Air Canada di Cincinnati, 1983, FAA mensyaratkan penggunaan bahan antiterbakar ini pada pesawat yang dibuat setelah November 1987. Tapi tak semua dosa tewasnya penumpang kecelakaan pesawat dapat ditimpakan pada pabrik pembuatnya. Para ahli keselamatan terbang Eastern Airlines memperkirakan, 30% dari korban yang tewas pada kecelakaan pesawat terbang antara 1967 dan 1976 bisa dihindarkan seandainya penumpang memperhatikan peragaan keselamatan yang dilakukan awak kapal sebelum lepas landas. Jadi, bila Anda terbang nanti, jangan lupa melakukannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus