Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seharusnya konser Musica Antiqua Koln pada Jumat malam pertengahan Oktober lalu ditutup dengan Overtur G minor—sebuah komposisi Johann Sebastian Bach. Tapi tepuk riuh penonton, yang memang royal sejak awal konser, memaksa kelima pemain musik orkes kamar dari Jerman itu menambah sebuah repertoar lagi. Mereka memainkan Ciaconna karya Heinrich Franz Biber.
Dibuka dengan gesekan violin, Ciaconna mengalir dalam tempo lambat. Berangsur-angsur, violin dua, viola, cello, dan cembalo, mengikuti di belakangnya. Kelima instrumen itu bersahut-sahutan, sambung-menyambung, bergerak seperti air mengalir dan tak terkesan patah-patah. Di bawah pimpinan violin, musik berkembang menjadi suatu jalinan harmoni khas Barok.
Ciaconna merupakan tema variasi dari Mystery Sonatas karya Heinrich Franz Biber. Ketika menciptakan Ciaconna sekitar empat abad silam, komponis Jerman itu tak membubuhkan makna lebih dalam dari komposisi karya utamanya itu. Komposisi didesain sedemikian rapi sehingga semua terkesan serba simetris. Dalam komposisi itu tak ada letupan emosi yang sekonyong-konyong memotong garis melodi utama.
Tapi di gedung Goethe-Institut Jakarta, konser Musica Antiqua Koln malam itu memberikan sentuhan lain pada Ciaconna. Letupan emosi membuncah dari permainan cello Klaus-Dieter Brandt. Gesekannya yang cepat tiba-tiba memotong garis melodi, lalu menikung, dan akhirnya kembali ke garis melodi utama. Hal serupa dilakukan pemain violin dan viola. Alhasil, nada-nada pun tak lagi mengalir simetris.
Interpretasi yang disuguhkan itu memang menjadi ciri khas Musica Antiqua Koln. Sejak didirikan Reinhard Goebel 33 tahun lalu, orkes kamar itu menjadi penjelmaan atas interpretasi yang hidup terhadap musik zaman Barok. Terobosan yang dilakukan Goebel dan rekan-rekannya dari Sekolah Tinggi Musik Koln, Jerman, itu kemudian melahirkan ”Mazhab Koln”.
Yang menarik, instrumen yang digunakan orkes kamar itu adalah alat musik kuno asli bikinan Italia dan Jerman abad ke-17 dan 18. Dalam konser malam itu, misalnya, violin yang dimainkan Lisa Marie Landgraf buatan David Teccler pada 1720 di Roma, Italia. Lalu cello yang dimainkan Klaus-Dieter Brandt dibuat Sebastian Wolfram pada 1776 di Muenchen, Jerman.
Dengan instrumen-instrumen kuno dan terobosan interpretasi itu, Musica Antiqua Koln telah memikat sejumlah kritikus musik. Terobosan itu juga mengantarkan orkes kamar itu menyabet berbagai penghargaan, antara lain Deutsche Phonoakademie 1981, Gramophone Award 1993, Prix Caecelia 1993, dan Tokyo Record Academy Award 2004.
Yang jelas, dengan terobosan interpretasi itu, konser Musica Antiqua Koln malam itu memang memberikan warna lain pada musik Barok. Komposisi-komposisi Barok karya komponis Jerman—Samuel Scheidt, Johann Philipp Krieger, Georg Philipp Telemann, Georg Friedrich Handel, dan Bach—yang dimainkan mengalir lebih hidup, cair, tapi tetap elegan. Dan konser sepanjang sekitar dua jam pun terasa singkat.
Ya, dengan berbagai interpretasinya, tampaknya Musica Antiqua Koln memang berupaya mencairkan kekakuan yang kerap menyelimuti musik Barok Yang terang, dengan teknik permainan di atas rata-rata, kelompok orkes kamar itu bisa menjadi ”juru bicara” para komposer Jerman dengan sangat baik malam itu.
Sayangnya, terobosan orkes kamar dari Jerman itu tak bisa dinikmati lebih panjang lagi. Sebab, ensambel yang istimewa itu akan membubarkan diri secara resmi tahun depan. Dan konser di Goethe-Institut Jakarta malam itu merupakan bagian dari tur perpisahan keliling Asia mereka.
Nurdin Kalim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo