Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - SH Mintardja wafat pada 18 Januari 1999, tepat hari ini 25 tahun lalu. Memiliki nama lengkap Singgih Hadi Mintardja, ia adalah seorang penulis yang dikenal sebagai pionir dalam genre cerita silat dengan mengangkat dan mempopulerkan cerita silat di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SH Mintardja mulai menulis cerita silat pada tahun 1950-an, di mana pada saat itu cerita silat sedang mengalami masa keemasan di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia berhasil menciptakan tokoh-tokoh yang kuat dan menarik, serta menyajikan alur cerita yang penuh dengan intrik dan aksi. Salah satu karya terkenal dari SH Mintardja adalah Nagasasra Sabuk Inten.
Pada Majalah Tempo Edisi Maret 2006, kisah Mahesa Jenar dalam Nagasasra dan Sabuk Inten karya S.H.Mintardja awalnya dimuat bersambung di harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta pada 1966.
Selain sebagai penulis cerita silat, SH Mintardja juga dikenal sebagai seorang seniman yang memiliki kecakapan dalam menggambar.
Penulis ratusan judul cerita silat ini dilahirkan di Yogyakarta pada 26 Januari 1933. Mintardja pernah bekerja di Bagian Kesenian Jawatan Kebudayaan, dan terakhir bekerja di Bidang Kesenian Kanwil Depdikbud Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kisah-kisah Mintardja digali dari pelbagai sejarah kerajaan di Jawa. Salah satu karya Mintardja yang digandrungi, Api di Bukit Menoreh (1967). Dalam Majalah Tempo Edisi Desember 1980, bukit menoreh di Yogyakarta, dikenal lewat cerita Api Di Bukit Menoreh karangan S.H. Mintardja, sebagian besar penduduknya beragama Katolik.
Semasa hidup SH Mintardja dalam tulisan-tulisannya hanya ingin menyampaikan pesan-pesan moral yang dilandasi dengan budaya Jawa. Dalam Koran Tempo Edisi 16 Agustus 2015, SH Mintardja, penulis yang semasa hidup bermukim di Yogyakarta. Ia juga menulis cerita-cerita lain yang tak kalah menarik, seperti Istana yang Suram, Pelangi di Langit Singasari, Suramnya Bayang-bayang, dan lainnya
Dalam kisah yang diangkat dari negeri sendiri, Mintardja menyingkap pergulatan di seputar perebutan kekuasaan di Tanah Jawa.
Ia meninggal di Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta. Meskipun SH Mintardja telah tiada, warisan sastranya tetap hidup dan terus dikenang oleh para penggemar karya-karyanya.
Dikutip dari Antara, salah satu karya Mintardja mendapat penghargaan dalam Borobudur Writers and Cultural Festival 2012 berupa patung dengan bertuliskan gelar Sang Hyang Kamahayanikan Award 2012 Singgih Hadi Mintardja (1933-1999).
MAJALAH TEMPO | KORAN TEMPO | ANTARANEWS
Pilihan editor: Iko Uwais Adu Akting dengan Jet Li, Ma Dong Seok dan Tony Jaa di Film Nonstop