MEMORIBILIA
Karya: : David Tarigan
Tempat: : Galeri Barak, Bandung
Waktu: : 27 Januari - 10 Februari 2001
Di ujung Bandung terjadi sebuah keriuhan budaya pop. Di Galeri Barak, perupa David Tarigan menarik penonton melihat etalase, neon box, display T-shirt klub bola terkenal Eropa, warna-warni mesin dispenser permen karet dan box sticker, ataupun segarnya minuman botol dalam lemari pendingin yang diletakkan dengan gaya penuh sensasi dan mencolok.
Lihat saja karya berjudul 19 New Ways to Fly Around the World of Easy Listening, sebuah neon box bergambar foto dirinya, mengenakan T-shirt bergambar si pemberontak Che Guevara dengan gaya rambut menggelembung dan dekorasi motif bunga. Pencitraan ini mengingatkan kita pada gaya flower generation akhir tahun 1960-an. Dia meminjam obyek yang tersedia dalam dunia gaul anak muda dari grafis sampul kaset atau majalah.
David Tarigan tampak mengonsumsi dan merekonstruksi sesukanya untuk tujuan artistik. Misalnya, ketika dia mengembangkan mesin stiker pada karya bertajuk Teenage Funclub, yang mengeluarkan stiker bergambar foto dirinya. Sedangkan pada Charlie don't surf, dia memainkan susunan huruf dan angka dalam berbagai ukuran dan tipe seperti alat uji mata (optotype) yang dikendalikan dengan remote control. Terkadang dari jejeran huruf dan angka muncul kata suck. Tapi susunan huruf dan angka sepertinya hanya memberikan sensasi optis.
Karya David merupakan representasi budaya yang kini sedang menjadi tren dalam masyarakat urban kontemporer. Budaya ini terbentuk dari konsumsi berlebihan akibat sirkulasi tanda dari berbagai produk lokal maupun global, film atau musik lewat mediasi televisi, majalah, mal, billboard, atau internet. Model konsumsi ini menjadi gaya hidup bagi sebagian masyarakat, maka muncullah "mutan budaya" (sub-culture) berupa komunitas punk, skinhead, skater, surfer, hacker, atau "anakanak mal".
Bagi David, produksi artistik adalah cara mengonsumsi tanda tertentu untuk tujuan aktualisasi diri. Konsumsi informasi oleh masyarakat urban dewasa ini memungkinkan mengubah sistem pertandaan. Ketika tanda diproduksi dengan kecepatan tinggi, secara langsung atau tidak hal itu mengubah sistem representasi yang terjebak dalam lorong simulasi. Pada realitas ini kita tak mengenali lagi batas antara yang nyata dan tak nyata, asli dan palsu. Kita hanya bertualang dari satu tanda ke tanda lain, dari duplikasi ke duplikasi. Simulasi dalam seni menghasilkan estetika yang kitsch, yaitu dengan mengonsumsi berbagai elemen seni tinggi serta seni pop, yang semuanya dianggap berpotensi menjadi seni. Hal ini tampak jelas pada karya David berjudul Damien and Pistols, yang merupakan duplikasi karya seniman kontemporer Inggris, Damien Hirst, yang terdiri dari botol berisi obat dalam sebuah rak. Secara vulgar David menjiplak tanpa memberikan kesempatan memahami makna karya aslinya.
Pada karya ini, proses simulakra berlangsung dengan cara mendekonstruksi karya asli dan kemudian melepaskan diri untuk membentuk kembali (rekonstruksi) secara arbitrer (untuk tujuan lain), sehingga terjadi "mutasi" yang menghasilkan karya lain yang berbeda secara bentuk dan makna. Bandingkan dengan karya Asmudjo Irianto pada pameran Kleptosign, yang secara radikal mensimulasi dan mendekonstruksi citraan seniman terkenal dunia.
Seniman simulasionis bersikap dengan sengaja menceburkan diri masuk ke dalam kesenangan luar biasa, bermain bebas dengan tanda. Maka, karya David juga sebuah representasi dari komunitas masyarakat urban yang berada pada suasana yang serba menyenangkan, yang senang akan tantangan duniawi, keparadoksan, senang akan kedangkalan. Pada karyanya David membenturkan penonton dalam suasana yang serba kontradiktif: antara kedalaman dan kedangkalan, yang dianggap baik dan yang benar, yang hitam dan yang putih. Penonton seolah terasuk dalam arus deras tanda-tanda sehingga tak mampu lagi berpikir.
Agung Hujatnika Jenong, kurator pameran ini, menyebut bahwa karya David adalah sebuah "Memoribilia" atau perilaku golongan konsumer, fenomena fashion, gaya hidup, dan budaya bendawi. Karya ini sebuah metafor bagi benda yang patut dikenang dengan alasan nilai historis, kultural, ideologis, utilitas, atau nilai sosial, yang bisa memberikan status di hadapan individu lain. David memproduksi penanda melalui sensasionalitas obyek, seperti iklan sela, kejutan dalam film horor, tetapi kemudian membuka pintu ruang penandaan seluas-luasnya atau pada proses pemaknaan, walau kita mungkin tak pernah menemukan logos. Dia memang tidak sedang mengomentari keadaan tetapi sedang bermain dengan kefatalan.
Rifky Effendy, Pengamat seni rupa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini