Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LIMITLESS
Sutradara: Neil Burger
Skenario: Leslie Dixon Berdasarkan novel The Dark Fields karya Alan Glynn
Pemain: Bradley Cooper, Robert De Niro, Abbie Cornish
Di tepi hidupnya yang sudah membusuk, Eddie Morra merasa tak punya pilihan. Layar komputernya kosong tanpa kata. Tenggat penulisan novel sudah berlalu. Penerbitnya sudah menghardik. Utang bertumpuk. Ibu kos apartemen sudah menyalak. Isi apartemen penuh baju dan piring kotor yang sudah berlumut. Dan Morra (Bradley Cooper) hanya bisa mengeluh di tepi bar sembari mengisi tenggorokannya dengan bergalon-galon bir. Di atas tumpukan kehidupan yang busuk, sang kekasih, Lindy (Abbie Cornish), meninggalkan Morra, yang hidupnya sudah acak-acakan seperti topo lecek.
Di pinggiran jalan New York, Morra tak sengaja bertemu dengan mantan iparnya, Vernon Gant (Johnny Whitworth). Dari Vernon-yang mengaku kini profesinya "konsultan farmasi"-Morra berkenalan dengan NZT, pil sebening kristal seharga US$ 800 sebiji yang belum lolos uji dari pemerintah. Pil ini, konon, akan memaksimalkan fungsi otak. "Tahukah kau bahwa otak kita yang berfungsi hanya 20 persen?" Vernon memulai bujukannya. Morra menolak. Tapi hidupnya sudah di tepi jurang. Akhirnya dia menenggak pil bening itu. Dan... dahsyat! Segala sesuatu bisa diserapnya dengan cepat, sigap, dan tepat. Tak hanya berhasil menulis sebagian novelnya, yang membuat editornya gelagapan saking girang, dia juga dengan segera bisa membaca gerak harga saham secara tajam. Untuk menambah modal, Morra meminjam duit kepada lintah darat yang keji, yang gemar menguliti para peminjam duit yang terlambat membayar utangnya.
Menyaksikan film ini terasa seperti mengendarai mobil sport yang melesat di jalan mulus: seru, tegang, girang, adrenalin melejit hingga ke titik orgasmik. Kamera seolah-olah merekam gerak dan denyut Kota New York hingga akhirnya masuk ke kerja otak Morra.
Bradley Cooper, yang menggantikan aktor Shia LaBeouf-yang berhalangan-ternyata memerankan tokoh Eddie Morra dengan pas: dari pecundang yang megap-megap menghadapi kekalahan hidup berkembang menjadi pria New York pemegang kendali pergerakan saham yang diburu semua pengusaha dan investor. Robert De Niro sebagai Carl van Loon, konglomerat muslihat, tampil lebih meyakinkan, paling tidak dibandingkan dengan penampilannya pada serangkaian film komedi The Fockers.
Pada 30 menit akhir film, kita mulai merasa melewati gerunjal-gerunjal. Begitu banyak tokoh yang tewas, tapi tak pernah ada yang dijaring polisi. Meski pil NZT adalah sesuatu yang fiktif, kemunculan pil upper sudah banyak mengganggu, sehingga problem yang terjadi pada pecandu NZT terasa cukup realistis. Tapi sutradara Burger terlalu banyak memasukkan beberapa "musuh". Ada sang lintah darat, ada konglomerat Carl van Loon, dan ada pengusaha lawan yang ternyata juga pecandu NZT.
Selain itu, sutradara Burger tampak tak tega menghukum tokoh utamanya. Para pecandu pil NZT dalam film ini rata-rata tewas dalam sekejap. Apakah Morra akan dibiarkan terkapar pada akhir film? Dan apakah Lindy, kekasih yang sudah kembali ke pelukannya, akan melesat keluar lagi setelah mengetahui rahasia buruk Morra?
Dan penjelajahan Eddie Morra belum selesai....
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo