LIMA puluh dua bendera kebangsaan berkibar, di antara umbul-umbul warna-warni. Ribuan orang pun datang~ ~berduyun, dari pelbagai negeri, untuk menyaksikan~ ~warna-warni kehidupan santai di akhir abad ini. Aneka seni, sport, kedai makan, dan obyek pariwisata digelar. Keramaian di gelanggang World Expo 88, di Brisbane, Australia Timur, ini tampaknya tengah menapaki puncak kesemarakannya. Pameran internasional 6 bulan yang akan berakhir Oktober mendatang itu dibuka sendiri oleh ratu negara-negara Persemakmuran, Ratu Elizabeth. Berbeda dengan expo yang lewat (1986 di Kanada, 1985 di Jepang, misalnya) Australia menyuguhkan tema "Kehidupan Santai Dalam Era Teknologi". Maka, keramaian itu bukanlah arena festival teknologi. Itu tentu mempengaruhi para desainer anjungan. Mereka seolah sepakat, membuat suasana pesta: cahaya warna-warni yang menghias, bentuk anjungan yang ramah. Lihatlah anjungan Indonesia. Bagian depan anjungan itu berkopiahkan rumah-rumahan berarsitektur Toraja, yang anggun tapi ramah. Begitu melangkah ke dalam, suasana akrab memeluk kita: seorang Bali sedang sibuk mengukir, sementara sejumlah kerajinan dipamerkan - dari batik tulis sampai kerajinan rotan. Di seberangnya ada stupa Candi Borobudur, miniatur beberapa bangunan adat, serta kain tenun Sumba. Bahkan negeri pemilik teknologi tinggi, Amerika dan Jepang, seperti menahan diri. Anjungan Amerika, misalnya, lebih banyak memajang alat-alat sport. yang diterangi dengan tata cahaya yang sungguh ceria. Dan robot-robot Jepang kali ini adalah robot barongsai yang pintar menari, dan robot penerima tamu yang pintar beramahtamah dengan arigato, atau excuse me. Yang juga baru adalah diundangnya sejumlah pematung dari berbagai negara, yang diminta mengisi expo seluas 44 hektar ini. Maka, makin semaraklah suasana, karena sebagian besar pematung menyuguhkan patung lingkungan, misalnya anak-anak memanjat kelapa. Putut Tri Husodo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini