Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Mereka diperlakukan sama

Festival penyanyi lagu minang modern seindonesia di padang tidak dibagi dalam kelompok pria dan wanita. penilaian juri menekankan not, dinilai kurang menampilkan identitas kesenian minang. (ms)

27 Agustus 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FESTIVAL penyanyi lagu Minang Modern se-Indonesia akhirnya jadi juga. Setelah tertunda selama 6 bulan awal Agustus acara itu bisa dilaksanakan di Padang, sebagaimana ditentukan semula. Kompetisi 4 hari itu menampilkan Femmy Djohar sebagai juara merebut piala bergilir Gubernur Sumatera Barat. "Femmy terbaik di antara 34 peserta " begitu diumumkan Usman Kagami Ketua Dewan Juri. Sang juara, yang mewakili Sumatera Barat mengumpulkan nilai 3881. Pada urutan berikutnya masih penyanyi Padang, Yuang Patapayan, dengan nilai 3875. Sedang Sumatera Utara liwat penyanyi Renny Bakar merebut gelar juara III dengan nilai 3802. Femmy sejak babak penyisihan ketika membawakan lagu wajib Laruik Sanjo (Asbon), sudah unggul kata seorang juri kepada TEMPO. Ia makin mantap pula ketika membawakan Pulanglah Yuang (Ibenzani) dalam babak semi final. Dewan Juri kali ini terdiri dari 8 orang - di antaranya bapak dan anak Usman Kagami dan Ibenzani Usman. Galegek Salung Gedung Pertemuan Umum Bagindo Aziz Chan, ramai tiap malam pada babak penyisihan. Peserta tidak dibagi dalam kelompok-kelompok pria (16 orang) dan wanita (18 orang) sebagai lazimnya sebuah festival. Mereka diperlakukan sama. Penyanyi yang berhasil tampil di babak final menyusut jadi 12 orang. Lomba berlangsung di aula Don Bosko Padang yang juga mendapat limpahan kunjungan peminat. Tapi penyelenggaraan festival kisruh sejak awal. Hasil akhir pun mengundang perdebatan. "Yang terbaik memang betul. Tapi urutan juara tidak tepat," begitu komentar seorang musikus Minang di Jakarta. Ia menegaskan: kekuatan lagu Minang Modern terletak pada improvisasi. "Sejauh manapenyanyi mampu menampilkan misalnya gelegek salung, yang merupakan satu di antara identitas kesenian Minang" begitu dituturkan. Musikus yang tidak bersedia disebut nama ini menilai yang disebut lagu Minang Modern adalah lagu Minang yang ada galegek saluIlg atau juga getaran-getaran rebab. Ia melihat emmy yang juara, kurang memperlihatkan keterampilan dalam memberi improvisasi macam itu. "Yuang Patapayan lebih kuat dari Femmy," katanya. Dewan juri kebanyakan adalah guru-guru menyanyi. "Seluruh juri beraliran konservatif. Karena itu pegangan mereka cuma not." Karena itulah untuk festival berikutnya ia mengharapkan kriteria yang lebih jelas bagi pegangan para juri. Jika tekanan penilaian diletakkan pada not, lagu yang dibawakan akan jadi Minang populer, Minangnya tinggal syair. Belum adanya pegangan yang jelas diakui juga oleh Mursal Esten orang pertama Pusat Kesenian Padang. "Semacam lokakarya untuk menemukan kriteria itu akan kita lakukan, ini penting untuk lomba berikutnya," kata Mursal kepada TEMPO seusai Lomba. Apa boleh buat memang. Penyelenggaraan festival itu tadinya digagas oleh Yayasan Pembina Artis Minang (Yapami) di Jakarta. Idenya memang bagus, untuk merangsang penggalian. "Mengapa Asbon dulu berhasil dengan Gumarangnya. Ini perlu dicontoh," begitu Gubernur Harun Zain memberikan dukungan. Asbon memang berhasil memperkenalkan lagu daerah khususnya Minang, ketika pada tahun 50-an Orkes Gumarangnya mengalun liwat piringan. Seperti Asbon, Nurseha penyanyi Minang dengan Ayam den Lapehnya itu memang sudah jadi masa silam. Dan untuk membangkitkan hal itulah festival penyanyi Minang Modern dilakukan. Tapi malangnya, ide Yapami tertegun-tegun. Misalnya festival yang tadinya direncanakan bulan Pebruari akhirnya ditunda jadi Agustus. Bahkan tidak ada tanda bakal jadi, padahal panitia sudah dibentuk sejak Januari. Tidak bisa lain, Gubernur dan Walikota Padang terpaksa turun tangan. Gubernur berharap festival macam itu dilanjutkan. Meski yang pertama ini hanya diikuti 4 daerah (Sumut, Sumsel, DKI dan Sumbar), festival mendatang diharapkan lebih matang. Yang menarik para artis Minang di Jakarta ramai-ramai pada pulang kampung. Macarn Elly Kasim, Eva Nurdin, Tiar Rnon, Lim Campay, Yan Bastian, Asbon dan lainnya. Juga perkumpulan Gumarang yang sepak bola.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus