Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Stabilitas adalah kepercayaan yang stabil karena alasan-alasan stabil. membina kepercayaan dengan memberikan alasan dan sebab untuk percaya sbg usaha mewujudkan stabilitas. mustahil dapat menipu orang terus menerus

27 Agustus 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

STABILITAS mungkin populer pada masa Orde Baru. Perkataan itu mendesing di angkasa Indonesia semenjak Soekarno dengan "Jimat" revolusinya jatuh dari kekuasaan. Orde Baru lahir di tahun 166 justru dari pergolakan, kegelisahan dan hasrat untuk perobahan radikal. Inti-intinya konon terletak pada koreksi total atas salah-salah Orde Lama. Itu secara politisnya. Dalam bahasa hukum: kembali ke Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekwen. Kalau ada yang kotor harus digosok lagi biar bersih, kalau ada yang menyimpang perlu diatur lagi biar konsekwen. Kalau sudah bersih dan lurus, urusan berikut adalah pembangunan. Di segala bidang, jasmani dan rohani. Pertanian dan industri. Politik dan hukum. Pendidikan dan kesehatan. Syarat bagi pembangunan adalah ketenangan dan mantapnya keadaan. Singkatnya: Stabilitas. Artinya: mana mungkin membangun rumah kalau tukang-tukang sibuk berkelahi. Mana dapat membuat bendungan kalau insinyur pada jotos-jotosan? Keadaan sudah aman, yang lain pasti jalan. Untuk memupuk stabilitas, kebebasan harus dikekang sedikit. Mahasiswa boleh kasih keberatan. Tapi demonstrasi, mbok ya jangan. Politik secara teoritis boleh saja, tapi politik praktis mendingan tidak di kampus. Kalau sudah selesai kuliah, diwisuda, lalu jadi anggota DPR, barulah magang Jangan suka keburu. Semua pada waktunya. Lambat-lambat asal selamat. Hidup, bernegara, berpolitik, sekolah, kawin atau kerja, untuk apa semua itu, kalau ujung-ujungnya bukan untuk selamat? Pers juga harus maklum. Kebebasan dijamin halal. Tapi tanggungjawab dong! Artinya: kritik sih boleh, cuma jangan bikin goncang. Tepo seliro-lah barang sedikit. Sopan santun dan bijaksana menyampaikan pikiran. Jangan galak atau cemberut. Soal apa sih yang tak selesai kalau masih bisa musyawarah? Jangan suka terpengaruh oleh faham oposisi. Itu warisan kebudayaan 13arat, kompetitif dan liberal. Senangnya cuma jegal-jegalan. Tapi Timur kan lain. Apalagi Indonesia: harmoni dan tata-tenteram. *** Kalau sudah stabil, lalu apa? Jangan bilang sudah. Komunis laten masih banyak. Unsur subversif tetap mengendap-endap. Ada kelompok-kelompok yang tetap ingin mengacau. Makanya waspada dan selalu hati-hati. Pemerintah dan rakyat hanya bisa kerja kalau situasinya aman. Mikirin planologi kota atau industri berat bukan perkara sepele. Mana mungkin di tengah huru-hara? Perlu operation room. Kamar kerja harus sepi dan sejuk. Aman dan stabil kan tidak hanya secara fisik? Iya, tapi fisik kan perlu juga. Kalau ada 10 pencopet dalam bis kota, mana penumpang bisa aman? Kalau di sekolah ada anak main pistol dan tembak, ya terang celaka. Makanya pencopet harus disingkirkan dan yang nembak orang segera ditangkap. *** Bagaimana pun stabilitas memang perlu. Itu prasarana untuk kerja nasional. Entah pembangunan, pendidikan. seni atau ekonomi. Stabilitas harus ada supaya ada kesempatan membuat sesuatu: belajar, mengarang, bercocok-tanam, mengatr perkebunan, mengelola peternakan atau berdagang. Orang Cina di Tiongkok ogah bikin peluru dari mesiu. Mendingan bikin petasan. Kalau ada bedil dan peluru orang gampang cari perang. Kalau perang, dagangan macet. Bikin petasan saja. Pasaran tak bakal sepi. Mana ada anak yang bosan main mercon? Meledak, gemerlapan dan meriah. Stabilitas juga perlu untuk melatih kesabaran. Kalau tarif bis naik. harap maklum. Pengusaha bis kota pada rugi. Naik 20 perak apalah artinya. Dihemat sebatang Gudang Garam sudah dapat. Makanya, jangan kebanyakan merokok. Iritlah sedikit untuk bantu transpor. Kasihan pengusaha bis kota. Kalau bangkrut, dengan apa dari Banteng ke Cililitan? Demi kepentingan bersama dan stabilitas juga. *** Sebentar, numpang tanya. Kapan rumah-tangga disebut stabil'? Bukankah negara kita berdasarkan asas kekeluargaan dalam ekonominya? Mana syarat-syaratnya keluarga stabil? Anak dan ibu nggak boleh buka mulut bila uang sekolah selalu debet? Isteri tak boleh menegur suami kalau saban kembali selalu lewat tengah malam? Atau suami takut menanyakan ibu rumah kenapa uang belanja selalu habis di tengah bulan? Pokoknya keadaannya serba hati-hati dan rikuh. Takut timbul cekcok. Sudah cekcok, mana mungkin mantap dalam keluarga. Namun, stabilitas juga tidak patut jadi tempat memendam keresahan. Sederhananya? Stabilitas mungkin artinya begini pegawai atau karyawan boleh tuntut kenaikan gaji tanpa khawatir didepak dari kerjanya. Siswa boleh mendebat gurunya tanpa cemas ditekan waktu ujian. Dan suami boleh menegur isteri kalau kelewat royal, tanpa perlu timbul huru-hara dalam rumah. Kalau demi stabilitas, suami hanya harus menekan perasaan, bisa dipastikan, keuangan keluarga hancur-lebur. *** Pikir-pikir, stabilitas itu dasarnya apa sih? Apa sebetulnya yang bikin mantap keadaan dan suasana? Apakah represi? Terang tidak. Represi hanya mampu mendiamkan. Ancaman? Akibatnya adalah ketakutan atau dendam. Kekerasan barangkali? Tidak juga, karena kekerasan hanya berfungsi memaksakan. Lalu apa? Mungkin kepercayaan. Kalau anak masih percaya bahwa ayahbunda selalu jujur dan tidak bohong, maka stabillah seluruh keluarga. Kalau murid masih percaya bahwa gurunya tak punya pamrih, mantaplah sekolah. Sebaliknya kalau sang anak hanya diam saja karena tidak kuat menentang orangtuanya yang lalim, maka yang a la hanya ketegangan. Kalau siswa tahu bahwa gurunya tukang peras dan rajin cari untung, tapi terus diam karena cemas tahan kelas, itu hanya ketakutan dan sikap munafik. *** Stabilitas adalah kepercayaan yang stabil karena alasan-alasan yang stabil. Mengusahakan stabilitas hanya mungkin dengan membina kepercayaan. Membina kepercayaan artinya memberi alasan dan sebab untuk percaya. Cara lain agak susah. Abraham Lincoln masih tetap benar. Katanya: anda bisa sesekali menipu orang banyak. Anda juga dapat menipu seorang terus-menerus. Tapi anda mustahil dapat menipu orang banyak terus menerus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus