Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Terasa pudar kembali

Kelompok pemusik dari bandung mengadakan pertunjukan di teater terbuka tim. grup kharisma batal tampil, pertunjukan harry roesli dan benny subardja belum berhasil mengobati kekecewaan penonton. (ms)

27 Agustus 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAGET juga penonton malam pertama. Grup 'Kharisma' yang direncanakan tampil bersama Harry Roesli, batal naik panggung Teater Terbuka TIM. Mungkin sekali ini di luar kekuasaan Monticelli, sang koordinator asal Bandung itu. Padahal penonton sudah terlanjur memadati bangku-bangku beton meskipun itu mungkin untuk nama Harry, yang sudah banyak menolong penjualan karcis untuk 13 dan 14 Agustus itu. "Sebagian anggota Kharisma kesurupan sehabis pertunjukan di Gedung Merdeka Bandung," ucap Harry kasih alasan sehabis pertunjukan malam kedua. Malam itu penonton agak beruntung, lantaran masih ada suguhan awal dari Remaja Radio Prambors. Kelompok ini, kendati tersengal-sengal, sudah sempat mengawali penampilan dengan lagu bernama Sekelumit Kehidupan. Mereka sempurnakan dengan lagu Pelamun yang boleh juga di bagian cuap-suapnya. Berteriak-teriak Kelompok bernama keren Double SB Singing Students of Bandung kemudian mengoper tempat adik-adik Prambors. Di punggung mereka terbentang poster seorang lelaki yang membentangkan 18 tangannya, dengan tulisan 'Double SB'. Gambar yang perkasa. Sementara 3 cewek plus 6 cowok segera membakar suasana dengan lagu Hell. Army -- itu yang pegang gitar utama menerangkan lagu ini mengisahkan kekejaman neraka. Barangkali itu sebabnya mereka berusaha menjadikan panggung seperti Kawah Candradimuka. Semuanya memukul senar gitar habishabisan, drum digebuk dengan ribut, sementara mulut terbuka lebar. Anakanak muda itu pun be teriaklah, bukan main hiruk-pikuknya. Maklum neraka kan. Sampai lagu ketiga, Tentang Bintang di Langit, hawa panas yang mereka bikin itu masih saja bergelora. Padahal lirik lagu sebenarnya sangat sederhana, di dalamnya juga terselip suara biola. Demikianlah potensi penggesek yang malang itu jadi tidak sempat ditampilkan. Sebagaimana biasa, Rudy Jamil tak mau ketinggalan. Badut sopan dan intelek ini sudah menjadi maskot musik Bandung. Walau selorohnya agak kering pada malam kedua, terus terang, ia tak menyia-nyiakan fungsinya sebagai beras kencur. oengan pintar dia mengatur pergantian kelompok yang ternyata kaku. Lalu tampillah Benny Subardja memegang gitarnya. Didukung oleh 3 orang rekannya - menggantikan l)ouble SB-ia menyingkap sebuah lagu manis bernama Keindahan Alam. Lirik dan petikan gitarnya sederhana, tetapi ia sempat menampilkan suasana yang enak. Tetap duduk di kursi ia meneruskan kemanisan itu dengan judul lagu Matahari Terbit. Benny memang punya kekuatan untuk lagu-lagu seperti itu. Suaranya khas dan memukau. Tapi tatkala ia mencoba melemparkan suasana lain dengan lau Nelayan, ada terasa yang tidak muncul. Ia tidak sempat menitipkan kecupak laut, tiupan angin, kekerasan hidup pesisir baik lewat lirik maupun aransemen. Nelayan di tangan Benny jadi terlalu lembut. Beda sekali dengan nelayan versi Leo Kristi yang tegar dan perkasa. Mungkin sekali Benny memang dilahirkan untuk lagu yang bernafas hijau hutan atau dinginnya embun gunung. Temperamen yang merupakan ciri umum musik Tanah Sunda. Akhirnya keluarlah Harry Roesli. Masih tetap nervous, meskipun ia telah mencoba mulai dengan lagu tentang isteri Mao Tse Tung - yang terdengar sedikit jorok. Khalayak yang memperhatikan ulah solonya dengan gitar, dengan sabar mendengarkan lirik lagu yang jelas mau berseloroh tetapi tak mendapat tanggapan. Mungkin sekali lagak urakan, lagak nakal, laLsak kurang ajar, sekarang sudah menjadi terlalu basi. Harry meneruskan pertunjukannya dengan kisah pegawai negeri yang tergoda setan dan masih harus menerima bujukan setan. Lagu ini asembling baru dari lagu Kaki Langit. Seorang biduanita ceking bernama Kania, kemudian menolong Harry membawa lagu Keringat. Ini sedikit menyegarkan suasana. Dengan suara yang kecil, melengking tinggi bagaikan roket, Kania telah menolong pertunjukan Harry yang terasa sangat tidak siap ini. Walhasil, tampang Bandung - yang mulai apik pada 2 bulan sebelumnya - terasa pudar kembali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus