Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Metropolis, Distopia, dan Rayuan Android Jalang

Festival Jerman dibuka di Teater Jakarta dengan pemutaran film bisu Metropolis karya Fritz Lang. Film yang mendahului zaman. Diiringi tampilan langsung orkestra Babelsberg.

14 September 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Raut wajah perempuan muda bernama Maria itu demikian panik begitu mengetahui ia terpojok. Sesosok laki-laki tua muncul, menarik tangannya dengan kasar. Perempuan itu membuka mulutnya lebar-lebar seperti tengah berteriak. Pada momen mulutnya menganga itu, tempo musik dari Babelsberger Filmorchester atau Orkestra Film Babelsberg yang mengiringi film ini naik. Aura nada menjadi mencekam.

Film selanjutnya menampilkan adegan yang sangat futuristik. Setelah Maria ditangkap, ia terlihat tergeletak di sebuah dipan dengan selubung kaca. Kabel-kabel menghubungkan tubuhnya dengan sesosok manusia mesin. Di balik selubung sinar, manusia mesin itu pelan-pelan berubah wujud menjadi Maria. Sebuah Maria android telah lahir.

Film bisu hitam-putih yang diputar di Teater Jakarta pada 5 September lalu ini adalah Metropolis, yang dianggap sebagai pionir film fiksi ilmiah Jerman. Film yang dibuat pada 1925-1926 oleh sutradara Fritz Lang ini diputar sebagai pembuka Jerman Fest, perhelatan yang akan berlangsung selama tiga bulan hingga Desember mendatang. Film ini sangat mendahului zaman.

Metropolis bukan pertama kali diputar di sini. Pada 1999, film ini pernah ditayangkan di gedung Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail. Kala itu yang mengiringi hanya seorang pianis asal München bernama Aljoscha Zimmerman. Sekarang disajikan kembali dengan orkestra lengkap. Heinrich Blömeke, Direktur Goethe-Institut Indonesien, menyebutkan Metropolis dipilih sebagai pembuka festival karena berbicara tentang kondisi masyarakat urban. "Ketegangan sosial, gap antara golongan berada dan yang kurang berpunya, semua adalah masalah serupa yang dihadapi kota metropolis, termasuk Jakarta," ujarnya.

Metropolis mengambil tempat di sebuah masyarakat distopia. Fritz Lang membayangkan kejadiannya pada 2026, atau 100 tahun setelah film itu dibuat. Film bercerita tentang perjalanan Freder, anak semata wayang Fredersen, penguasa Metropolis yang berhati dingin. Freder yang dimanja suatu saat bertemu dengan Maria, penghuni Kota Buruh dari bawah tanah. Freder yang terpikat pada Maria mengikutinya sampai ke Kota Buruh, menyaksikan para pekerja diperas tenaganya tanpa rasa manusiawi.

Freder kemudian menukar bajunya dengan salah satu pekerja, demi melihat lebih dekat hidup para pekerja di gua-gua bawah tanah. Para buruh itu sebenarnya tengah menanti mediator antara mereka dan penguasa Metropolis. Sementara itu, seorang ilmuwan gila bernama Rotwang tengah mengembangkan sebuah manusia mesin yang akan ia gunakan untuk menghancurkan Frederson dan Metropolis.

Metropolis, yang ditulis istri Lang, Thea von Harbou, terlihat jelas dipengaruhi cerita biblikal. Banyak adegan visual berupa citra Menara Babel, sejumlah katakomba-tempat berdoa bawah tanah. Maria digambarkan sebagai seorang suci yang sering mengajak para buruh bermunajat di sebuah ceruk gua yang penuh dengan palang salib.

Film yang kabarnya begitu disukai oleh Adolf Hitler ini pada awalnya memang menggambarkan opresi terhadap kaum buruh. Film ini secara kontras menampilkan bagaimana terdapat konflik antara kaum majikan dan buruh. Para elite kota diposisikan sebagai antagonis. Namun, di bagian akhir, para buruh pun ternyata digambarkan tak kalah bengis. Demi revolusi-yang akhirnya menghancurkan mereka sendiri-mereka lupa pada anak-anaknya yang tenggelam di bawah tanah.

Metropolis banyak menggunakan efek visual yang rumit untuk ukuran zamannya. Contohnya seperti efek sinar saat manusia mesin dihidupkan Rotwang. Bukan hanya itu, Metropolis adalah film yang sungguh ambisius, dilihat pada desain set dan properti panggung yang tak main-main, plus figuran yang jumlahnya disebut mencapai lebih dari 30 ribu orang. Bahkan studio pembuat film ini, Universum Film AG, hampir bangkrut seusai pembuatan Metropolis. Adegan-adegan buruh berbaris dan kericuhan buruh adalah adegan yang kolosal. Adegan air bah melanda Metropolis, yang membuat anak-istri para buruh nyaris tenggelam, tanpa iringan musik pun mungkin sudah mencekam. Kekuatan sinematografi ini ditambah imajinasi Lang dan simbol-simbol yang ia gunakan untuk memperkuat ekspresionisme. Lihat, misalnya, bagaimana buruh bergerak bersama dengan irama yang ritmis, tubuh mereka seperti menyatu dalam mesin.

Metropolis yang juga akan diputar di Surabaya dan Bandung ini adalah hasil rekonstruksi terakhir atas kepingan-kepingan film yang hilang akibat perang. Aslinya, saat diputar perdana pada Januari 1927, film ini berdurasi 153 menit. Potongan terbaru ditemukan pada 2008 di Buenos Aires, Argentina, dan menghasilkan versi terbaru dengan durasi terpanjang saat ini, 148 menit. Artinya, ada adegan-adegan baru yang tidak ada tatkala Metropolis diputar di Gedung Usmar Ismail pada 1999. Betapapun demikian, versi ini tetap bukan Metropolis yang utuh. Diperkirakan masih ada dua adegan lain yang hilang, yaitu khotbah di dalam katedral serta perkelahian antara Frederson dan Rotwang. Untuk mengisi kekosongan ini, muncul narasi berupa tulisan dalam layar.

Orkestra Film Babelsberg dari Berlin membawakan scoring asli film ini, yang digubah oleh Gottfried Huppertz. "Meski bagian filmnya terpisah-pisah, catatan tentang musik pengiring tetap utuh," ujar Klaus-Peter Beyer, pendiri orkestra ini. Karena itu, musik pengiring tersebut pun menjadi salah satu acuan untuk melakukan rekonstruksi film ini.

Matt Dunkley, konduktor Orkestra Film Babelsberg, menyebutkan sangat terasa nuansa era golden age dari Hollywood dalam music score film ini. "Banyak tone dan suara yang bisa dengan mudah dikenali dalam film ini, dan ini bukan satu hal yang kebetulan," katanya. Ia menyebutkan kondisi perpolitikan Jerman saat Nazi berkuasa mendorong musikus Jerman dan Eropa Tengah mengungsi ke sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat. Lihatlah betapa futuristiknya film ini. Maria android mampu menipu buruh. Seakan-akan ia adalah Maria asli yang pengasih. Whore of Babylon ini matanya mengerling dan menggoyangkan pinggulnya nakal di depan massa buruh dan elite kota.

Ratnaning Asih

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus