Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Mooie Indie dan 'Mooie' Australia

Pameran karya perupa Amanda Johnson dari Australia di Galeri Padi memberi alternatif tentang pengertian ''Mooie Indie". Ia punya kecenderungan untuk bermain dengan citra alam dan pemandangan.

8 Maret 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM wacana seni rupa Indonesia, lukisan pemandangan alam yang sering dijuluki ''Mooie Indie" punya citra buruk. Menurut Soedjojono, lukisan-lukisan ini dibuat untuk kenang-kenangan pejabat kolonial Belanda yang pulang ke negerinya. Menurut sejarah, pemandangan alam merupakan paradigma seni lukis kolonial selama 100 tahun—sejak A.A.J. Payen, pelukis Pemandangan Ternate, pada 1830.

Pada saat yang bersamaan—awal abad ke-19 sampai awal abad ke-20—lukisan pemandangan alam berkembang pula di Australia di antara kecenderungan lain. Di sana, lukisan pemandangan alam mempunyai citra baik. Ketika para perupa Australia mencoba menemukan identitas Australia sebagai bukan koloni Inggris, lukisan pemandangan alam menawarkan pencarian. Kehidupan flora yang ditampilkan lukisan pemandangan alam terlihat mencerminkan alam yang tidak ada di tempat lain. Ini identitas Australia.

Pemandangan alam (landscape) yang sarat dengan masalah sejarah itu menarik perhatian Amanda Johnson, seorang perupa kontemporer Australia. Sejak 1996, ia mengangkat tema ini dalam karya-karyanya. Di sini ia menggali kisah Mooie Indie berikut sejarahnya. Pertengahan Februari lalu, Amanda menggelar pameran di Galeri Padi, Bandung, di bawah judul, ''Memiliki Kenangan" (Owning Memory).

Pamerannya yang menampilkan lukisan, karya media campuran, foto, fotokopi berwarna, instalasi, dan teks, sangat menarik. Dengan bahasa rupa yang halus dan simpatik, karya-karya Amanda mendorong perasaan dan pikiran kita ke berbagai perenungan. Pemandangan alam, yang pada kita biasanya cuma menggugah ingatan sempit tentang Mooie Indie dan sikap anti-Belanda, pada pameran Amanda tiba-tiba membangkitkan berbagai kesadaran dengan wilayah yang sangat luas.

Kita segera sadar pemandangan alam pada karya-karya Johnson bukan lagi sekadar gambaran kenyataan. Pada karya Unnatural Scenographic, Johnson seperti bermain-main dengan citra pemandangan alam. Pada karya ini, ia membuat semacam topografi—pemandangan alam yang dilihat dari atas—tapi sesungguhnya ia tidak menampilkan topografi. Topografi ini ia buat dengan mencetak potongan-potongan sidik jarinya ke atas sebuah papan. Lalu, ia membaurkan topografi ''gadungan" ini dengan alur serat kayu (sesungguhnya) tempat topografi itu tercetak.

Karya Amanda Johnson menyangkal filosofi lama yang percaya pada kebenaran di balik fenomena pemandangan alam. Ia ingin menunjukkan pula, citra pemandangan alam atau citra apa pun tidak obyektif karena bergantung pada siapa (sidik jari) yang mempersoalkannya. Di Indonesia, Mooie Indie membangun memori tentang masa kolonial. Namun, di Australia, pemandangan alam justru diandalkan untuk membuang memori masa kolonial.

Karya-karya Amanda bukan representasi kenyataan, melainkan representasi pemikiran tentang berbagai masalah di sekitar tema pemandangan alam—cerita tentang masa kolonial, pemikiran tentang intensitas, perubahan sosial, penulisan sejarah, bahkan masalah lingkungan yang membawa renungan kita ke masa depan.

Pandangan yang menonjol pada representasi Amanda, seperti terlihat dalam karya-karya Reading History dan Six Ways to Read History, adalah kesadaran bahwa narasi sejarah tidak berhubungan dengan kenyataan. Sejarah adalah mitos yang dibayangi berbagai kepentingan. ''Sejarah itu sejarah siapa, saya sebagai perempuan tak pernah merasa sejarah adalah sejarah saya," kata Amanda.

Pada lukisan berjudul Catchment Memory, Amanda seperti mempertanyakan seluruh usaha menggariskan identitas Australia. Lukisan ini menampilkan perbukitan gurun pasir dari kejauhan. Namun ini bukan bagian penting karyanya. Di atas lukisan ini ia membuat maket bukit (tiga dimensional) yang mirip dengan gambaran bukit dalam lukisannya. Bukit miniatur ini ternyata dibuat dari bubuk kunyit yang dibiarkan tumpah ke lantai di bawah lukisan.

Karya itu bisa dipahami dengan mengamati karya lain berbentuk instalasi yang berjudul, Furling, Unfurling, Flagging Series, tempat Amanda Johnson menggantungkan 15 batang kayu manis, bahan bumbu masakan. Pada batang-batang kayu manis yang berjajar seperti jemuran ini, Amanda menempelkan teks yang berisi uraian sejarah Tanah Sunda. Karya ini, serta Catchment Memory, Mapping Java, Patterning Absency, seperti berkata, aroma bumbu masakan, pola hias, pakaian—yang tidak pernah ditoleh teori-teori identitas—lebih bermakna untuk mengenali suatu masyarakat secara lebih dekat. Jadi, apa fungsi identitas, untuk mengenalikah atau sebenarnya untuk dikenali?

Jim Supangkat
*) Pengamat Seni Rupa dan Kurator

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus