Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Musik dari ladang

Andree colson bersama 11 rekannya mengadakan pagelaran di studio v rri jakarta. penghayatan musik klasik yang dibawakan banyak berekspresi tentang kehalusan alam sesuai dengan daerah tempat tinggalnya. (ms)

17 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANDREE Colson, seorang wanita. Ia memimpin orkes gesek Perancis yang didirikannya sendiri pada tahun 1955. Tanggal 6 Pebruari yang lalu, bersama 11 rekannya, tiga orang di antaranya pria, Colson muncul di Studio V RRI Jakarta. Pembagian tugas dalam rombongan itu enam orang memegang biola, dua biola alto, satu cello, satu bass dan satu yang disebut harpsiscor. Semua peralatan non elektronis. Dengan pakaian serba hitam mereka membawakan karya T. Albinoni, J.M. Leclair (telah ditranskripsi Renee Violier), Vivaldi dan J. Turina. Untuk gongnya dimainkan karya Jacques Chailley yang selama ini mensuplai ansambel instrumental Andree Colson. Bagi kegiatan musik di Jakarta, pergelaran ini merupakan informasl yang cukup berharga. Ini karena Colson di akui sebagai wanita yang memberi nafas baru pada dunia musik ansambel instrumental. Ia khusus mendalami musik klasik. Karya modern sesekali ia mainkan juga. Tapi itu setelah dipadukan dengan unsur klasik. "Saya tidak mencipta lagu sendiri, saya hanya memainkannya," ujarnya kepada Marga na dari TEMPO. Orkes ansambel Andree Colson termasuk satu di antara tiga atau empat orkes yang pada masa ini dianggap terkemuka. "Kekhususan kami boleh jadi karena kami berusaha menyalurkan perasaan melalui gerak pundak, tangan dan jari jemari, bukan memakai teknologi peralatan modern," kata Colson lebih lanjut. Di samping tampil di dalam konser, Colson memiliki 6 buah piringan hitam. Termasuk resitalnya sendiri untuk karya Vivaldi, Rossini dan Mouret. Pada penampilan di studio V permaman perorangan kelihatannya mantap kerjasama pun terasa kompak. Ini menunjukkan adanya pengertian yang mendalam antara sesama anggota di samping ketekunan pribadi-pribadi. "Untuk memperoleh itu, selama 24 tahun, kami hanya menambah 5 pemain "kata Colson pula. Ia menunjukkan betapa berhati-hatinya ia menyusun kekuatan grupr-ya. Waktu didirikan anggotanya hanya 6 orang plus Beatrice Colson, puterinya sendiri. Wanita itu kini berusia 55 tahun. Ia menjadi ibu dua orang anak. Selain mengorganisir orkes itu, apakah ia juga bertindak sebagai pemimpinnya "Kira sdma-sama menjadi pen-impin," ujarnya dari kepribadian semacam itu, wajar kemudian jika ia mendekati pengarang lagu Jacques Chailley untuk mengarang buat ansambelnya. Chailley juga sering tampil mengaransir lagu-lagu yang hendak ditampilkan. "Kami memang memainkan karya orang lain, tapi jiwa dan penghayatan kami mempunyai peranan besar dalam penampilan," kata Coison. Rombongan ini sudah tetirah ke Amerika Serikat, Kanada, India, Hong kong, Pilipina, Muangthai dan tentu saja di kawasan Eropa sana. Mungkin karena ia seorang wanita maka ia jadi dekat sekali pada alam. Itu pulalah yang terbawa di dalam orkes. "Kami selalu menekankan kehalusan akan te tapi juga selalu berusaha untuk dinamis dalam permainan," katanya. "Kami memilih warna dan penghayatan pada hal-hal yang manis. Segala sesuatu tentang alam, seperti rumput, hutan, ladang pertanian yang ada di tempat kami, membangkitkan sesuatu yang khusus kepada rekan-rekan saya." Nyonya Colson memang hidup bersama seorang petani -- suaminya. Mereka menempati sebuah rumah di daerah pertanian Vernou -- Perancis. Di sana ia juga mengundang para remaja yang berbakat dari seantero penjuru dunia untuk belajar main musik. Pendidikan itu sudah menjadi semacam lembaga. Bahkan entah dari mana biayanya, ia juga menyediakan bea siswa bagi bakatbakat muda itu. Darah Yang Meruap "Kami bukan hanya mengajar pengetahuan musik, terutama sekali saya juga memberikan penghayatan musik kepada mereka," kata Colson. Tentu saja ia tidak sembarang terima murid. Nyonya ini mengaku benar-benar hanya memilih calon siswa yang berbakat bagus dan trampil. "Di samping juga yang bisa menjiwai musik," kata Colson. Dari lembaga itulah ia memperkuat kelompoknya dengan 5 orang anggota lagi. Di antaranya ada yang berasal dari Amerika Serikat, Swiss dan Jepang. "Musik bersifat internasional, untuk itu saya tidak membedakan kebangsaan pemain," kata Colson lebih lanjut. Yang dilakukan oleh nyonya yang gigih ini memang sangat mengesankan. Terutama sekali karena ia tidak hanya hadir sebagai tukang. Ia menghidupkan karya klasik, memberinya interpretasi, mengisinya dengan darah yang meruap dari dunia pertanian suaminya. Sesuatu yang barangkali dapat menjelaskan bahwa pada musik tidak benar hanya musiknya yang penting. Manusia yang memainkan musik itu juga tak kalah pentingnya. Dan dalam hal ini, agaknya kita di Indonesia masih kalah. Kata orang kita masih megap-megap untuk menguasai persoalan teknis. selum sampai pada kondisi berekspresi secara bebas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus