Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

200 juta dan perjalanan panjang

Derry sirna, pimpinan teater keliling berhasil mencari sponsor sehingga dapat dilakukan pementasan di mana saja. daftar penyumbang banyak tapi masih punya hutang. (ter)

17 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DERRY Sirna, jebolan Trisakti jurusan arsitektur, mendirikan Teater Keliling bersama-sama dengan Rudolf Puspa, Buyung Z dan Palmirta Pangiman. Ia masih belum menikah. Bergerak ke sana ke mari, nyabet dan menyeruduk berbagai kemungkinan, orang inilah yang menjadi motor Teater Keliling. Kegiatan teater ini mendapat bantuan antara lain dari PT Indomilk, Berita Yzdha, AMPI (Golkar), Majalah Mode, Pelni, Pelita Air Service, Wapres Adam Malik, Menmud Abdul Gafur, dan Departemen P & K. Istana Negara sudah mereka tembus, berkat bantuan Sampurna SH, KepaIa Rumah Tangga Istana. Anggota-anggota Teater Keliling berusia antara 16 sampai 32 tahun. Setiap kali silih berganti. Di antaranya tercatat Jajang Pamoncak (bakal isteri Arifin) dan Cok Simbara (bintang film) -- keduanya sekarang tidak aktif lagi. Menurut Derry, pemain Teater Keliling tidak diberi honor. Semua pendapatan disimpan untuk biaya produksi berikutnya. Mereka melakukan pementasan di mana saja. Di pasar, sekolah, kantor, di Rumah Sakit Jiwa bahkan di depan orang buta. (Yang terakhir ini luar biasa). Naskah yang dimainkan seringkali milik Arifin C. Noer, Putu Wijaya, Motinggo Boesye dan terjemahan dari karya Chekov. Seringkali dengan merombak dan menambah isi naskah, sesuai dengan penonton dan kekuatan grup. Untuk imbalan pada kebaikan para sponsor, mereka giat membawa spanduk perusahaan dalam perjalanan. Pemerintah Daerah yang mereka kunjungi pun membantu. Semuanya beres. Derry tidak mau menyebutkan berapa besar sumbangan-sumbangan itu, kecuali bahwa daftar penyumbangnya amat banyak. Ia hanya menyebutkan, sumbangan di dalam jumlah uang belum ada yang sebesar Rp 1 juta. Bahkan ia mengaku punya hutang. "Malahan kami berhutang satu setengah juta dari berbagai pihak, karena pengeluaran sudah Rp 200 juta sejak didirikan," kata Derry. Karena perjalanan panjang, pengalamannya pun banyak. Di Samosir misalnya, mereka main di depan masyarakat yang tak faham berbahasa Indonesia. Juga sempat bermain untuk bekas Romusya di kebun Kelapa Sawit Malaysia. Di antara Romusya itu, ternyata ada yang pernah menjadi anggota sandiwara Dardanella. Yang mengharukan, dalam satu kesempatan di Natuna, seorang nenek setelah usai menonton, mengelus Derry "Saya baru mau mati setelah melihat orang Jakarta," ucapnya. Tidak jelas sekarang nenek itu masih hidup atau sudah tutup usia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus