Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selalu ada jeda beberapa menit di antara tiap lagu yang dimainkan Hanyaterra dalam konser "Piring Terbang" pada malam Minggu pekan lalu di At America, Pacific Place, Jakarta. Saat jeda itu, Tedi Nurmanto atau Aaf Andzar akan berjongkok menyetel kembali gitar atau bas yang mereka mainkan. "Maaf ya, instrumen kami memang harus disetel terus karena gampang berubah," kata Tedi, vokalis sekaligus gitaris.
Gitar dan bas itu tidak biasa. Badannya kotak agak pipih. Warnanya cokelat kemerahan seperti batu bata. Senarnya rapat-rapat. Bahannya dari tanah liat. Bila digenjreng, suara gitar terdengar agak kering. Sebaliknya, bunyi bas lempung itu justru lebih lembut dan dalam dibanding bas biasa.
Itulah instrumen yang diciptakan sendiri oleh Hanyaterra dari tanah liat di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat. Selain gitar dan bas lempung, masih banyak instrumen "ajaib" lain yang dibawa Hanyaterra. Bila tak tahu akan ada konser musik, orang bakal mengira panggung itu tempat pameran keramik. Di sudut kiri, ada deretan piring cembung, beberapa somplak di ujungnya. Di tengah panggung, potongan genting disusun di atas rak setinggi pinggang. Ada juga kendi berleher panjang, tempayan berpenutup kulit, guci, dan pecahan keramik.
Kendi berleher panjang dengan lubang di tengahnya adalah sadatana alias suara tanah. Ahmad Thian Vultan memainkannya dengan cara menepuk-nepuk sisinya. Bunyi yang keluar seperti tambur dengan gaung lebih panjang. Adapun susunan genting, teranika, ketika dipukul, instrumen itu berbunyi layaknya gamelan. Makin tebal gentingnya, makin tinggi bunyinya. Ada pula octarina, suling kecil dari tanah.
Sebagian besar lagu yang dimainkan malam itu diambil dari album pertama Hanyaterra, Janji Tanah Berani. Musik mereka bernuansa pop, rock, sekaligus etnik. Pentas dikemas dengan tayangan video di latar belakang yang menampilkan kehidupan para perajin keramik Jatiwangi.
Salah satu lagu terunik adalah Hidden Sound. Tiga tahun lalu, komunitas seni Jatiwangi sengaja membuat hoax tentang penemuan situs purbakala di belakang desa. Disebarkan berita bahwa konon di sana telah ditemukan alat-alat musik purba. Orang ramai berdatangan. Garis polisi pun dipasang.
Lirik Hidden Sound berisi narasi tentang sejarah situs itu. "Tahun 1450 dikenal tradisi tembang suluk alias meniup tanah. Tradisi ini diketahui ketika ditemukan alat musik tiup dari keramik di Desa Jatisura," demikian lirik yang dibawakan Tedi dalam gaya deklamasi campur rap ditingkahi bunyi teranika yang dramatis.
Beberapa lagu mengingatkan pada komposisi band Efek Rumah Kaca (ERK), seperti Hulu Hilir dan Hari Berjari, tapi dengan bunyi yang lebih kaya dari instrumen beragam. "ERK memang salah satu idola kami. Mereka pernah kami undang ke desa," kata Tedi.
Hanyaterra awalnya hanya bereksperimen dengan genting. Para personelnya anak muda Jatiwangi, kecamatan yang sejak 1905 dikenal sebagai daerah penghasil genting terbesar se-Asia Tenggara. Selain Toni, Aaf, dan Ahmad, ada Kiki Permana dan Iwan Maulana, yang mencoba menggali bermacam-macam bunyi dari tanah sejak 2007. "Tanah punya bunyi yang tak dimiliki instrumen lain," ujar Tedi.
Mereka mendatangi pabrik genting untuk mencari macam-macam nada dengan cara mengetuk-ngetuk genting. Praktek mengetuk genting memang biasa dilakukan di pabrik sebagai cara menguji kualitasnya. Kalau bunyinya panjang, berarti itu genting bagus. Bila hanya berbunyi tuk tuk tuk pendek, kualitasnya jelek. Kadang mereka harus membelah genting untuk mendapat nada yang diinginkan.
Namun bunyi genting saja tak cukup memenuhi kebutuhan musikalitas mereka. Eksperimen lain pun dilakukan. Berturut-turut, jadilah suling tanah, gitar tanah, sadatana, dan seterusnya. Tak terhitung jumlah keramik yang pecah akibat eksperimen itu. "Tinggal bikin lagi, tanah banyak di belakang rumah," kata Tedi, tertawa.
Keunikan musik mereka membuat Hanyaterra pernah diundang pentas ke luar negeri, seperti Polandia, Denmark, dan Swiss. Terakhir, Tedi mendapat kesempatan menjadi salah satu peserta program One Beat di Amerika Serikat pada Oktober tahun lalu.
Moyang Kasih Dewimerdeka
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo