Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Nah, hetty dan zwesty

Hetty koes endang jadi juara wanita dan juara umum dalam lomba penyanyi pop tingkat jakarta. malam final berlangsung di balai sidang jakarta. juga menampilkan drama nyanyi "100 gema papiko" karya titiek puspa.(ms)

29 Juli 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN membawa lagu wajib Bila Cengkeh Berbunga (Minggus Tahitu) dan lagu pilihan Kepegian Mama (Titiek Puspa) Biduanita Hetty Koes Endang unggul kembali. Ia mengumpulkan angka 568,25 dan memastikan dirinya menjadi juara jenis wanita serta juara umum Lomba Penyanyi Pop tingkat Jakarta. Dengan demikian untuk kedua kalinya ia akan mewakili Jakarta dalam perebutan tingkat nasional. Banyak orang memperkirakan dia pulalah yang bakal membawa nama Ibukota ke Tokyo kembali tahun ini. Malam final yang berlangsung di Balai Sidang Jakarta, 15 Juli yang lalu, diikuti 7 finalis wanita, 7 pria dan sebuah duet pria. Meski malam final itu dikuntit penonton yang tipis, pihak panitia mencoba menggembirakan hatinya sendiri. Jumlah seluruh peserta kini naik sampai 302 orang dua kali lipat dari tahun kemarin. Titiek Puspa -- Ketua II -- sempat menyelidiki, "bahwa 11 dari 15 finalis adalah muka baru," katanya. Bahkan di antara finalis itu ada yang baru mengenal Jakarta -- dengan Balai Sidangnya, "beberapa bulan ini saja," kata beberapa orang peserta. Mus Mualim, suami Titiek yang memerkuat barisan juri, mengungkapkan pula kelebihan festival ini. "Dalam teknik dan penampilan, para peserta tahun ini lebih berani," katanya kepada TEMPO. "Tone para finalis rata-rata tinggi." Sementara juri lain, Iravati Sudiarso di samping setuju untuk menanggapi materi para finalis tersebut sebagai bagus-bagus mencoba memberi kritik. Ia melihat masih banyak yang kejangkitan demam panggung. Rita Butar-Butar misalnya karena bingungnya mengganti nama Mus Mualim jadi Mus Mulyadi. Sementara itu Harry Tobing kena penyakit lain. Meskipun materinya bagus, tekniknya kurang dan terutama sekali sikap formilnya keterlaluan. Yang aneh pun ada. Dua dari 11 anggota juri mewakili awam. Mereka adalah Bajuri dan Rima Melati. Panitia mungkin ingin sekali menunjukkan bahwa juri telah mewakili seluruh golongan masyarakat, seluruh selera yang ada. Diketuai Iravati, tak kurang dari 1 jam mereka berembuk. Hasil yang diperoleh untuk jenis wanita adalah Hetty Koes Endang (I), Zwesty Wirabuana (II), Rita Butar Butar (III) dan juara harapan Ida Rosyid. Untuk kelompok pria Jonas Souisa (I), Ferdy Ferdian (II), Bambang Aries (III) dan juara harapan Harry Tobing. Malang nasib Jonas Souisa. Ia tak berhak mewakili Jakarta di samping Hetty. Jumlah biji yang dikumpulkannya hanya 527,25, sementara Zwesty Wirabuana meskipun juara dua berhasil mencapai angka 533. Maka biduanita yang 2 tahun terakhir ini seperti lenyap itu, tiba-tiba bergetar kembali dengan meyakinkan. Iravati bahkan memuji kehadirannya yang begitu pesat dan tampil dalam malam final itu. Zwesty memiliki pengalaman, kematangan panggung dan kerendahan hati -- persiapan yang baik untuk jadi juara. 100 Gema Papiko Adapun Hetty sendiri, ia berjanji. "Inilah festival terakhir yang saya ikuti. Sesudahnya saya memberi kesempatan kepada adik-adik yang lain," ujarnya. Ia mengaku, pada awalnya ia berniat tidak ikut serta. Tapi kedua adik kandungnya yang ikut tampil sebagai seksi cuap-cuap, mendesak keras. Hetty akhirnya ikut sambil memikul risiko yang berat: seandainya gagal, nama yang dipupuknya susah payah selama 3 tahun bisa berantakan -- meskipun menurutnya: "menyusutnya karier bukan pada soal kalah menang. Yang pokok bagi saya menyalurkan hobi." Ia sendiri mengaku, kepopulerannya sekarang lewat pita rekaman tak bikin puas. Dia tidak ingin hanya putar-putar di studio. Dia ingin populer di antara penonton lewat festival. Sedang festival, yang mungkin hanya dianggap soal kalah menang, baginya sebenarnya memiliki nilai yang lain. "Yang saya anggap penting adalah hasil penilaian juri -- di situ sebenarnya saya bisa menakar sampai di mana kemampuan saya. Sedang di studio rekaman, kemampuan seseorang senantiasa diukur dengan komersialitasnya," katanya. Pintar juga. Juri, yang mengukur para finalis lewat suara teknik, penghayatan dan penampilan, mengukuhkan ketetapan bahwa Hetty menguasai seluruh kriteria itu dengan utuh. Kemenangannya merupakan prestasi yang baik, karena lawan-lawannya tidak kecil. Para finalis tahun ini rata-rata berada di atas kemampuan finalis tahun lalu," ujar Titiek Puspa. Ia juga melihat keragaman yang lebih banyak -- mengingat tahun lalu para peserta memiliki kecenderungan yang sama, yakni jazzy alias ngejazz. "Itu lho, sekarang ini mereka bisa berpindah-pindah dengan enaknya dari suara leher ke kepala sino," kata Titiek dengan lucu sambil menunjuk dahinya. O, ya Titiek Puspa rupanya gatal juga dalam kesibukan ini. Dasar orangnya spontan dan kaya ide, di samping jadi ketua ia memimpin sebuah drama nyanyi pendek. Judulnya: 100 Gema Papiko. Dengan didukung keluarga artis seperti Debby Oma Irama, Santy Sardi, Titiek Sandhora, Prety Sisters, Arya Yunior, sepasang bintang Grace Simon dan Ahmad Albar berduet bersahut-sahutan. Acara yang disuguhkan secara play back ini hanya digarap dalam waktu 2 hari, tapi hasilnya boleh juga sebagai selingan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus