DENGAN membawa lagu wajib Bila Cengkeh Berbunga (Minggus Tahitu)
dan lagu pilihan Kepegian Mama (Titiek Puspa) Biduanita Hetty
Koes Endang unggul kembali. Ia mengumpulkan angka 568,25 dan
memastikan dirinya menjadi juara jenis wanita serta juara umum
Lomba Penyanyi Pop tingkat Jakarta. Dengan demikian untuk kedua
kalinya ia akan mewakili Jakarta dalam perebutan tingkat
nasional. Banyak orang memperkirakan dia pulalah yang bakal
membawa nama Ibukota ke Tokyo kembali tahun ini.
Malam final yang berlangsung di Balai Sidang Jakarta, 15 Juli
yang lalu, diikuti 7 finalis wanita, 7 pria dan sebuah duet
pria. Meski malam final itu dikuntit penonton yang tipis, pihak
panitia mencoba menggembirakan hatinya sendiri. Jumlah seluruh
peserta kini naik sampai 302 orang dua kali lipat dari tahun
kemarin. Titiek Puspa -- Ketua II -- sempat menyelidiki, "bahwa
11 dari 15 finalis adalah muka baru," katanya. Bahkan di antara
finalis itu ada yang baru mengenal Jakarta -- dengan Balai
Sidangnya, "beberapa bulan ini saja," kata beberapa orang
peserta.
Mus Mualim, suami Titiek yang memerkuat barisan juri,
mengungkapkan pula kelebihan festival ini. "Dalam teknik dan
penampilan, para peserta tahun ini lebih berani," katanya kepada
TEMPO. "Tone para finalis rata-rata tinggi." Sementara juri
lain, Iravati Sudiarso di samping setuju untuk menanggapi materi
para finalis tersebut sebagai bagus-bagus mencoba memberi
kritik. Ia melihat masih banyak yang kejangkitan demam panggung.
Rita Butar-Butar misalnya karena bingungnya mengganti nama Mus
Mualim jadi Mus Mulyadi. Sementara itu Harry Tobing kena
penyakit lain. Meskipun materinya bagus, tekniknya kurang dan
terutama sekali sikap formilnya keterlaluan.
Yang aneh pun ada. Dua dari 11 anggota juri mewakili awam.
Mereka adalah Bajuri dan Rima Melati. Panitia mungkin ingin
sekali menunjukkan bahwa juri telah mewakili seluruh golongan
masyarakat, seluruh selera yang ada. Diketuai Iravati, tak
kurang dari 1 jam mereka berembuk. Hasil yang diperoleh untuk
jenis wanita adalah Hetty Koes Endang (I), Zwesty Wirabuana
(II), Rita Butar Butar (III) dan juara harapan Ida Rosyid. Untuk
kelompok pria Jonas Souisa (I), Ferdy Ferdian (II), Bambang
Aries (III) dan juara harapan Harry Tobing.
Malang nasib Jonas Souisa. Ia tak berhak mewakili Jakarta di
samping Hetty. Jumlah biji yang dikumpulkannya hanya 527,25,
sementara Zwesty Wirabuana meskipun juara dua berhasil mencapai
angka 533. Maka biduanita yang 2 tahun terakhir ini seperti
lenyap itu, tiba-tiba bergetar kembali dengan meyakinkan.
Iravati bahkan memuji kehadirannya yang begitu pesat dan tampil
dalam malam final itu. Zwesty memiliki pengalaman, kematangan
panggung dan kerendahan hati -- persiapan yang baik untuk jadi
juara.
100 Gema Papiko
Adapun Hetty sendiri, ia berjanji. "Inilah festival terakhir
yang saya ikuti. Sesudahnya saya memberi kesempatan kepada
adik-adik yang lain," ujarnya. Ia mengaku, pada awalnya ia
berniat tidak ikut serta. Tapi kedua adik kandungnya yang ikut
tampil sebagai seksi cuap-cuap, mendesak keras. Hetty akhirnya
ikut sambil memikul risiko yang berat: seandainya gagal, nama
yang dipupuknya susah payah selama 3 tahun bisa berantakan --
meskipun menurutnya: "menyusutnya karier bukan pada soal kalah
menang. Yang pokok bagi saya menyalurkan hobi."
Ia sendiri mengaku, kepopulerannya sekarang lewat pita rekaman
tak bikin puas. Dia tidak ingin hanya putar-putar di studio. Dia
ingin populer di antara penonton lewat festival. Sedang
festival, yang mungkin hanya dianggap soal kalah menang,
baginya sebenarnya memiliki nilai yang lain. "Yang saya anggap
penting adalah hasil penilaian juri -- di situ sebenarnya saya
bisa menakar sampai di mana kemampuan saya. Sedang di studio
rekaman, kemampuan seseorang senantiasa diukur dengan
komersialitasnya," katanya. Pintar juga.
Juri, yang mengukur para finalis lewat suara teknik, penghayatan
dan penampilan, mengukuhkan ketetapan bahwa Hetty menguasai
seluruh kriteria itu dengan utuh. Kemenangannya merupakan
prestasi yang baik, karena lawan-lawannya tidak kecil. Para
finalis tahun ini rata-rata berada di atas kemampuan finalis
tahun lalu," ujar Titiek Puspa. Ia juga melihat keragaman yang
lebih banyak -- mengingat tahun lalu para peserta memiliki
kecenderungan yang sama, yakni jazzy alias ngejazz. "Itu lho,
sekarang ini mereka bisa berpindah-pindah dengan enaknya dari
suara leher ke kepala sino," kata Titiek dengan lucu sambil
menunjuk dahinya.
O, ya Titiek Puspa rupanya gatal juga dalam kesibukan ini. Dasar
orangnya spontan dan kaya ide, di samping jadi ketua ia memimpin
sebuah drama nyanyi pendek. Judulnya: 100 Gema Papiko. Dengan
didukung keluarga artis seperti Debby Oma Irama, Santy Sardi,
Titiek Sandhora, Prety Sisters, Arya Yunior, sepasang bintang
Grace Simon dan Ahmad Albar berduet bersahut-sahutan. Acara
yang disuguhkan secara play back ini hanya digarap dalam waktu 2
hari, tapi hasilnya boleh juga sebagai selingan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini