Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Obituari

Peran Abadi Rizal Ramli

Rizal Ramli dikenal sebagai ekonom dan mantan menteri. Namun peran yang tak pernah dia lepaskan adalah aktivis.

4 Januari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli berpose di kantornya, Jakarta, 13 Juli 2016. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Rizal Ramli meninggal pada Selasa, 2 Januari 2024, di usia 69 tahun.

  • Ekonom sekaligus dosen dan penulis ini pernah menjadi menteri pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan Jokowi periode pertama.

  • Hingga akhir hayatnya, Rizal Ramli selalu merasa sebagai aktivis, peran yang dia jalani sejak masa kuliah di ITB dan membuatnya masuk penjara.

Sulit menjelaskan predikat Rizal Ramli dalam satu kata. Dia adalah ekonom, dosen, penulis, sekaligus mantan menteri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun gambaran kehidupan seseorang bisa terbaca dari para pelayatnya. Rizal Ramli, yang meninggal pada Selasa malam, 2 Januari 2024, banyak didatangi pejabat tinggi. Dari Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan; Menteri Keuangan Sri Mulyani; Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko; dan calon presiden, Prabowo Subianto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melayat ke rumah duka almarhum Rizal Ramli di Jakarta, 3 Januari 2024. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Tapi mayoritas pelayat di rumah duka di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, kemarin siang tak lain tak bukan adalah mahasiswa dan aktivis. Sebagian datang dari Bandung dan Garut. Mereka mengaku sebagai murid Rizal dalam rangkaian diskusi—Rizal lebih suka menyebutnya "pengajian politik"—di rumah di Jalan Bangka IX tersebut.

Rizal Ramli, 69 tahun, sejatinya tak ingin menjadi ekonom. Dia bercita-cita menjadi fisikawan seperti idolanya, Albert Einstein. Karena itu, dia masuk jurusan fisika di Institut Teknologi Bandung. Namun masalah politik dan ekonomi justru lebih membetot perhatiannya. Saat kuliah, dia dipenjara karena menulis buku putih yang menentang terpilihnya kembali Presiden Soeharto, untuk periode ketiga, pada 1978.

Selanjutnya ekonomi menjadi jalan hidup Rizal Ramli, termasuk dengan meraih gelar doktor ekonomi di Boston University, Amerika Serikat, pada 1990. Bersama ekonom lain, seperti Laksamana Sukardi dan Arif Arryman, dia mendirikan Econit, lembaga think tank ekonomi yang kerap memprotes kebijakan Orde Baru. Program mobil nasional, pupuk urea, sampai Freeport tak lepas dari kritikannya.

Di era reformasi, pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Rizal masuk lingkaran kekuasaan sebagai Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog), lalu menjadi Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri. Saat itu dia dianggap sebagai satu dari empat pejabat paling berpengaruh di samping Gus Dur; Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri; serta Menteri Koordinator Sosial, Politik, dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono. Catatan suksesnya waktu itu antara lain meningkatkan produk domestik bruto dari minus 1,7 persen menjadi 4,2 persen dan menurunkan utang luar negeri hingga US$ 3,2 miliar per tahun.

Pergantian pucuk pemerintahan dari Gus Dur ke Megawati pada 2001 membuat Rizal Ramli tak lagi menjadi menteri. Dia diberi jabatan sebagai komisaris di sejumlah badan usaha milik negara, antara lain Bank BNI dan Semen Gresik. Posisi nyaman itu tak mengendurkan semangatnya sebagai aktivis yang rajin mengkritik kebijakan pemerintah.

Rizal Ramli berunjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, 20 Mei 2008. TEMPO/Tony Hartawan

Presiden Joko Widodo menyebut Rizal Ramli sebagai petarung dan mengajaknya masuk kembali ke pemerintahan pada 2015. Kali ini sebagai Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Mineral. Keputusan ini mengejutkan karena Rizal berulang kali mengecam kebijakan pemerintahan Jokowi. Dari rencana pembelian pesawat berbadan besar Airbus A350 oleh Garuda Indonesia, proyek listrik 350 ribu megawatt, sampai pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.

Silang pendapat dengan sesama menteri, juga Wakil Presiden Jusuf Kalla, dia sebut sebagai jurus "Rajawali Ngepret". "Rajawali biasa terbang di dunia bebas. Dia bawa angin dari luar ke dalam, lalu dia kepret. Itu untuk shock therapy," kata Rizal kepada Tempo, seperti ditulis majalah Tempo edisi Senin, 24 Agustus 2015.

Di pemerintahan, Rizal ngepret ke sana-sini. Tujuannya hampir sama: menghemat uang negara. Misalnya saat menentang rencana Pertamina membangun gudang penyimpanan minyak di seluruh Indonesia. Proyek senilai Rp 34,4 triliun itu didasarkan pada permintaan Jokowi yang ingin daya tampung persediaan minyak naik dari 19 menjadi 30 hari. Rizal menyampaikan ketentuan yang menyatakan kewajiban membangun tempat penyimpanan adalah pemasok minyak, bukan Pertamina.

 

Banyak dari kritiknya yang terbukti benar. Sebut saja penolakan proyek pembangkit 35 ribu megawatt, yang membuatnya berseberangan dengan Jusuf Kalla, yang kini terbukti menjadi penyebab oversupply listrik Indonesia.

Kepretan Rizal membuat kegaduhan di kabinet. Walhasil, mudah ditebak, masa jabatannya cuma seumur jagung. Dia dicopot dari posisi Menteri Koordinator Maritim pada 27 Juli 2016, kurang dari setahun sejak dilantik.

Selepas dari jabatan itu, keinginan Rizal sederhana: mengkhatamkan tumpukan buku yang belum tersentuh di kamarnya. Namun cita-cita itu tak tercapai karena rumahnya tak pernah sepi dari tamu. Dia biasa menerima tamu setelah sarapan hingga siang, lalu setelah makan siang sampai sekitar pukul 15.00, dan terakhir saat malam. Tamunya dari pelaku usaha, mantan pejabat, sampai kalangan militer. Tapi yang paling sering adalah mahasiswa dan aktivis. "Beliau merasa harus selalu bekerja agar sehat," kata Yosef Sampurna Nggarang, juru bicara keluarga.

Meski terus beraktivitas, Rizal Ramli tetap tak kuasa melawan penyakit. Sakit usus yang membuatnya naik meja operasi pada 2008 kerap kambuh kembali. Begitu juga diabetes yang ikut mendorong kerusakan pada pankreasnya yang diserang kanker. Dua bulan terakhir, dia dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat, dengan diagnosis kanker pankreas stadium 4. Pada Selasa petang, 2 Januari, dia merasa lebih bugar seusai terapi radiologi dan siap untuk pulang. Namun, beberapa saat kemudian, kondisinya drop dan meninggal pada pukul 19.30. Rizal Ramli dikebumikan hari ini, Kamis, 4 Januari, di Tempat Pemakaman Umum Jeruk Purut, Jakarta Selatan.

REZA MAULANA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Reza Maulana

Reza Maulana

Bergabung dengan Tempo sejak 2005 setelah lulus dari Hubungan Internasional FISIP UI. Saat ini memimpin desk Urban di Koran Tempo. Salah satu tulisan editorialnya di Koran Tempo meraih PWI Jaya Award 2019. Menikmati PlayStation di waktu senggang.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus