Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Omong-omong dengan chopin dll

Marusya nainggolan, 25, pianis lulusan akademi musik lpkj tahun 1979 mengadakan pertunjukan di teater tertutup tim. penampilannya baik, tapi masih terlalu formal, penafsiran masih terbatas. (ms)

1 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SESUDAH istirahat, Prelude karya salah seorang komponis Amerika yang penting dan populer, George Gershwin (1898-1937), dimainkan Marusya Nainggolan. Mungkin ciptaan Gershwin ini, di Teater Tertutup TIM, Kamis malam pekan lalu paling enak didengar. Marusya, 25 tahun, mengaku sudah sejak usia 6 tahun belajar piano dari ayahnya. Bahkan "umur 4 tahun saya sudah menirukan anak-anak yang kursus kepada bapak saya," ceritanya. Tapi mungkin yang membuka jalan baginya ialah gurunya di SMP Negeri Bogor. Oleh gurunya dia dianjurkan masuk Yayasan Pendidikan Musik di Jakarta. Baik Marusya sendiri, maupun orangtuanya ternyata setuju saja -- karena sekolah YPM tak setiap hari masuknya, lagipula dibuka siang hari. "Sering saya dari sekolah langsung naik bis ke Jakarta," tuturnya. Lulusan Akademi Musik LPKJ angkatan pertama ini (1979) agaknya memang tak terlalu emosional. Keenam nomor malam itu dia sajikan dengan rapi. Meski pada Arabesk karya Trisutji Djuliati Kamal dia mengaku membawakannya "kurang sreg." Gaya permainannya yang rapi tentu saja, bagi seorang yang menyukai permainan dramatik, kurang begitu menyentuh. Pianis Iravati misalnya -- kebetulan guru Marusya di LPKJ -- meski tak menyebut permainan Marusya buruk toh kurang puas. "Tapi ini soal selera," katanya. "Misalnya dalam Fantasie karya Chopin. Musik itu mestinya dramatik, Marusya memainkannya terlalu datar, seolah tanpa emosi." Tapi Iravati memuji pilihan karya-karya malam itu, karena sesuai dengan kemampuan si pianis. Anehnya, orangnya sendiri paling puas dengan Chopin-nya. Sedang keenam ciptaan yang dia pilih, memang sudah dipertimbangkannya masak-masak. "Sesuai dengan selera dan kemampuan teknik saya," tuturnya. Misalnya saja, ia sangat takut memainkan karya Rachmaninoff. Padahal ada persamaan antara si komponis Rusia itu dengan Marusya keduanya pernah bercita-cita masuk tentara. "Karya Rachmaninoff sulit, untuk ukuran jari tangan saya," katanya. Upacara Penguburan Kembali pada Prelude Gershwin, ciptaan ini rasanya memang tak begitu berat. Komponis ini memang tenar dengan kekhasannya bertolak dari jazz dan blues melahirkan musik yang dianggap standar. Malam itu Prelude mungkin yang terdengar paling bersih dan menyentuh. Paling tidak, lagu ini membawa suasana lain. Ketegangan musik klasik yang biasanya mencekam itu, dalam ciptaan Gershwin, eh, ternyata bisa santai didengar. "Marusya memang baik. Tapi mungkin karena usianya, dia masih terlalu formal." Ini komentar Trisutji Djuliati Kamal tentang permainan Marusya setahun lalu -- karena malam itu, meski satu ciptaannya ikut dimainkan, dia tak bisa datang. Maksud Trisutji, dalam penafsiran Marusya masih terbatas, belum berani menggunakan kesempatan yang diberikan. Pertama kali tampil dalam resital piano tunggal di TIM, setelah beberapa kali di tempat lain -- ITB misalnya. "Kalau saya bermain piano, itu seperti sedang omong-omong dengan pencipta komposisi yang saya bawakan," ceritanya. Jadi dia berhasil memahami "omong-omong" itu atau tidak, itulah yang menentukan hasil permainannya. "Paling tidak 5 jam tiap hari saya berlatih. Tapi kalau sedang gila bisa delapan jam." Cuma pernah dia sepuluh hari tak menyentuh piano. Tahun 1976, 24 November ayahnya meninggal --padahal pertengahan Desember dia harus ujian. Bayangkan. Entah berkat restu ayahnya, entah memang anak ini berbakat besar, meski 10 hari tak berlatih bisa lulus juga. "Bahkan dosen penguji saya heran -- karena saya memainkan komposisi yang ada upacara penguburannya. Anehnya, saya waktu ujian tak teringat sama sekali kepada ayah. "

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus