Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Di Jakarta mereka bersatu

Persatuan agen surat kabar dan majalah diresmikan oleh tjokropranolo, gubernur dki jakarta. diharapkan pasum dapat menolong nasib pengecer. anggotanya: agen, sub agen dan pengecer jakarta. (md)

1 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA kini mengenakan jaket ungu terong dengan tulisan Pasum (Persatuan Agen Suratkabar dan Majalah) di punggung. Kodak Metro Jaya kini, bersikap agak lunak terhadap mereka. Dulu mereka sering dikejar polisi ketika menjajakan koran dan majalah di sekitar lampu lalu-lintas. Meski dilarang, mereka selalu membangkang, hingga mengganggu lalu-lintas. Pada suatu hari seorang pengecer tewas diganyang bis ketika polisi mengejarnya. Sejak kematian Zainuddin, demikian nama pengecer yang malang itu, para pengecer bersama agen mereka terdorong membentuk wadah Pasum. Bahkan Gubernur DKI Jakarta, Tjokropranolo, berkenan meresmikan kehadiran Pasum itu dua pekan lalu. "Sebelum saya bangun koran sudah sampai," kata Gubernur ini yang tinggal di Jl. Tegal, Menteng. "Sebelum makan saya sudah sarapan koran dulu. " Diharapkannya dengan Pasum nasib pengecer bisa ditolong. Tujuan utama Pasum adalah 'mengorganisir mereka masuk ke daerah yang selama ini masih bebas koran dan majalah," kata ketuanya, Masri Pasaribu. Misalnya, ia ingin memasuki hotel, bandar udara, kompleks perkantoran dan perbelanjaan, selain pelosok kampung dan desa. Pokoknya kegiatan para pengecer akan diaturnya secara tertib. Suasana di tiap lampu lalu-lintas memang kini lebih tenteram. Sudah lebih sepertiga dari sekitar 6.000 pengecer dan loper di Jakarta tercatat sebagai anggota Pasum. Sedang dari 600 agen dan sub-agen, baru 80 saja yang jadi anggotanya. "Tapi 80 orang itu menguasai sekitar 2/3 dari semua koran dan majalah yang beredar di Jakarta, " kata Pasaribu. Namun kebanyakan pengecer koran sore Sinar Harapan, kata Kris Kandou manajer sirkulasinya, "masih lihat-lihat dulu, tidak tergesa masuk Pasum." Sekitar 30% dari oplah SH dipasarkan lewat pengecer. "Tidak banyak dari pengecer kami yang berminat masuk Pasum," sambung Rosilah, manajer sirkulasi Kompas, yang 15% dari oplahnya dijual pengecer. Tapi ada kemungkinan kedua koran besar itu juga beredar lewat para agen dan sub-agen anggota Pasum. Di Medan Pasum tak dikenal. "Pasum akan sulit berdiri di Medan," kata Ikbal, pemimpin Pustaka Antara. Kenapa? "Agen dan sub-agen koran serta majalah di sini maunya saling telan," sahut A. Munir, seorang agen koran. Cukup banyak agen yang sukses. Agen seperti Masri Pasaribu yang memiliki Yan Nusantara Agency, misalnya. Keuntungan yang diperolehnya bisa mencapai Rp 1 juta sebulan. Ia mengendalikan 70 sub-agen dengan sekitar 1.000 pengecer. Ia merupakan agen terbesar TEMPO di Jakarta. Dari penerbit biasanya agen memperoleh komisi (potongan) 20-30% dari harga jual. TEMPO, Sinar Harapan dan Kompas misalnya memberi komisi 20% kepada agen. Jadi harga 1 eksemplar SH dari penerbit ke agen adalah Rp 57. Tapi baik Kompas maupun SH, akhirnya lewat tangan pengecer, bisa berharga Rp 100/eks. "Proses perjalanan koran dari penerbit sampai ke pembaca memang cukup panjang," kata Rosilah. "Kita memang hanya bisa mengontrol harga sampai di agen saja," tambah Kandou. Tentu tidak seluruh komisi 20-30% dari penerbit tadi jatuh ke agen. Sebab koran dan majalah itu harus disalurkannva lagi ke tangan sub-agen dan kemudian ke pengecer, yang juga harus dapat imbalan. "Jadi memang benar kalau harga koran sampai di tangan pembaca sangat mahal, hampir dua kali lipat," kata Kandou. Tapi siapa yang dapat untung banyak, "Sukar ditunjuk," jawabnya. Agaknya agenlah yang mendapat untung banyak, apalagi agen yang berhubungan langsung dengan langganan - meskipun harus menggaji sejumlah loper. Tapi pengecer seperti Muhammad Ali, 41 tahun, yang berkaok-kaok di Jembatan Merah, Surabaya, mengaku ia sedikitnya bisa memperoleh Rp 750 sehari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus