Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
The Monuments Men
Sutradara: George Clooney
Skenario: George Clooney dan Grant Heslov
Berdasarkan buku karya Robert M. Edsel dan Bret Witter berjudul The Monuments Men: Allied Heroes, Nazi Thieves and the Greatest Treasure Hunt in History (2010)
Pemain: George Clooney, Matt Damon, Bill Murray, John Goodman, Jean Dujardin, Bob Balaban, Hugh Bonneville, Dimitri Leonidas, Cate Blanchett, Holger Handtke
Apakah sebuah karya seni cukup berharga untuk diburu meski harus mengorbankan nyawa?" Itu pertanyaan penting Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt kepada Frank Stokes (George Clooney).
Pada pengujung Perang Dunia II, Nazi sudah mendekati titik kekalahan. Adolf Hitler mengeluarkan wasiat: jika Nazi kalah dan dia tewas, lima juta karya seni yang mereka "akuisisi"-alias dicolong dari berbagai negara Eropa-harus dihancurkan.
Adalah Frank Stokes-yang terinspirasi dari tokoh nyata George L. Stout, ahli restorasi seni di Museum Harvard Fogg-yang melaporkan kepada Presiden Roosevelt tentang bahaya "kehilangan pencapaian tertinggi dalam sejarah umat manusia" akibat pencurian dan penggondolan karya seni Barat oleh Nazi secara sistematis. Tanpa panjang-lebar, Presiden Roosevelt menunjuk Stout untuk memimpin sebuah tim yang kelak dikenal dengan nama The Monuments Men. Tugasnya mencari, menyusuri, dan merebut kembali berbagai karya seni milik pribadi maupun lembaga.
Dari buku berjudul The Monuments Men: Allied Heroes, Nazi Thieves and the Greatest Treasure Hunt in History karya Robert M. Edsel dan Bret Witter, Clooney kemudian menciptakan tujuh tokoh yang terinspirasi dari anggota Monuments, Fine Arts and Archives Section The Monuments Men, yang namanya diubah agar dia mempunyai lisensi kreativitas.
Frank Stokes segera saja merekrut beberapa nama besar dalam dunia sejarah seni rupa, di antaranya Letnan James Granger, terinspirasi dari tokoh James Rorimer, kurator Metropolitan Museum of Art, yang diperankan Matt Damon; dan Preston Savitz, yang terinspirasi dari tokoh Lincoln Kirstein, penulis dan kelak dikenal sebagai pendiri New York City Ballet, yang diperankan Bob Balaban. Mereka yang belum berpengalaman bertempur itu mendapatkan latihan militer dasar sebelum dicemplungkan ke Eropa Barat.
Seluruh dua jam The Monuments Men hampir seperti gabungan film Inglourious Basterds (Quentin Tarantino)-karena ingin memperlihatkan "kemampuan" mengelabui dan menghajar Nazi-dan komedi gaya Ocean Eleven (Steven Soderberg) karena ketujuh kurator dan sejarawan seni rupa itu dengan lucu memanggul senapan dan diluncurkan di pantai Normandia sembari mencoba mengendus ke mana benda seni itu disimpan.
Stokes membagi penyusuran ke beberapa tempat. Letnan Donald Jeffries (Hugh Bonneville), yang diinspirasikan berdasarkan tokoh Ronald E. Balfour, sejarawan asal Inggris, mendapat tugas mencari patung Bruges Madonna yang dicuri Nazi dari gereja Katedral di Belgia. Granger ditugasi menemui Claire Simone (Cate Blanchett), sejarawan seni rupa Prancis dan Galerie Nationale du Jeu Paume, pencatat semua isi museum.
Semua anggota mempunyai tugas serta melalui derita dan komedi masing-masing. Pencarian tentu saja tak mudah karena, seperti dikatakan Stokes, Adolf Hitler bernafsu membuat museum untuk dirinya yang berisi semua karya seni colongan. Tapi, jika Nazi kalah, Hitler tak ingin karya-karya itu kembali ke pemiliknya. Maka Stokes dan kawan-kawan berpacu dengan waktu. Beberapa tempat persembunyian benda seni yang akhirnya ditemukan kelompok Monuments Men bukan hanya tak terduga, melainkan juga mengerikan. Sebab, banyak kekejian lain yang "disimpan" Nazi di tempat itu.
Yang berharap The Monuments Men berlangsung tegang seperti Inglourious Basterds akan kecewa karena George Clooney-sebagai sutradara-mengeksekusi kisah ini dengan ringan dan renyah, seperti rasa popcorn disiram mentega dan garam. Ada humor lucu, meski sebetulnya saya berharap terdengar debat atau celetukan jenaka tentang lukisan atau seniman perupa yang lazimnya hidup penuh drama dan gosip. Clooney memilih humor perang dan bagaimana lucunya kaum sipil belajar memegang senjata.
Beberapa adegan menjadi seperti kartun dan para karakter tidak berkembang, meski Clooney bisa memilih paling tidak dua-tiga tokoh untuk disorot. Sebab, mereka semua kelak menjadi tokoh penting dalam seni rupa dunia. Ada bagian menyentuh, karena peperangan selalu meminta korban. Dan, yang penting, kita kembali pada pertanyaan Presiden Roosevelt: "Apakah sebuah karya seni cukup berharga untuk diburu meski harus mengorbankan nyawa?"
Kamera meloncat ke museum tempat Frank Stokes tua (diperankan Nick Clooney, ayah George Clooney) dan cucunya menatap salah satu karya yang ia selamatkan: "Ya, sangat berharga."
Leila S. Chudori
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo