Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Pembunuh di Balik Dinding

The Wall menghadirkan ketegangan cukup dengan dua aktor, satu suara, dan satu lokasi cerita.

26 Juni 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GURUN pasir tanpa ujung, dua tentara Amerika Serikat, sepotong dinding roboh, dan sebuah suara tanpa wujud. Ini adalah film bertema perang yang tak menyajikan ledakan dahsyat, pertempuran antarpasukan, atau berondongan senjata otomatis.

Boleh dibilang The Wall lebih tepat dikategorikan sebagai thriller psikologis. Perang hanya menjadi latar belakang situasi. Film ini merupakan pendekatan sutradara Doug Liman yang berbeda dengan film-film sebelumnya yang melibatkan pertempuran skala besar, seperti Edge of Tomorrow, The Bourne Ultimatum, dan Mr. & Mrs. Smith. Kali ini Liman bermain dengan elemen paling mendasar dari peperangan: adu strategi dan kelihaian manusia untuk kabur dari maut.

Dengan setting akhir perang Irak tahun 2007, dua tentara Amerika ditugasi memantau lokasi konstruksi pipa minyak di tengah gurun. Sebuah serangan misterius baru saja terjadi di sana yang menewaskan empat pekerja dan dua kontraktor proyek. Sersan Allen Isaac (Aaron Taylor-Johnson) dan Sersan Shane Matthews (John Cena) bersembunyi di balik semak di kejauhan, mengamati dan menganalisis siapa di balik serangan itu.

Setelah beberapa menit awal yang panjang, dengan pemandangan semak, pasir, dan beberapa tubuh tak bernyawa dari balik teropong, akhirnya sesuatu terjadi. Matthews memutuskan mendekat ke lokasi dan seketika langsung terkapar di tanah karena sebuah tembakan misterius menghantamnya. Isaac, yang buru-buru menghampiri, juga terkena tembakan di bagian kaki, tapi ia sempat berlari ke balik tembok dan untuk sementara aman dari bidikan sniper tak terlihat itu.

Di balik tembok, Isaac menggunakan radio untuk meminta bantuan dari tim lainnya. Sebuah suara menjawab panggilan Isaac. Alih-alih markas komando, suara di radio ternyata adalah si sniper (disuarakan oleh Laith Nakli) yang dikenal sebagai Juba dan terkenal di kalangan pasukan Amerika sebagai penembak maut legendaris. Percakapan antara Isaac dan Juba lewat radio adalah dialog saling melakukan manipulasi di antara kedua tokoh: upaya bagaimana cara membunuh lawannya lebih dulu. Itulah yang menjadi inti cerita film ini.

Dengan lokasi tunggal dan konfrontasi satu lawan satu di antara dua tokoh utama, The Wall mengingatkan pada thriller tête-à-tête serupa seperti Phone Booth (2003) dan Buried (2010). Sang tokoh utama ibarat tikus dalam perangkap yang nasibnya berada di tangan sniper kecuali ia berhasil menggunakan kecerdikannya untuk kabur. Kemulusan cerita bergantung pada kepiawaian tokoh utama menampilkan teror yang ia hadapi dan Aaron Taylor-Johnson cukup berhasil dalam hal ini.

Taylor-Johnson mampu menampilkan sisi putus asa dan ketakutan Isaac sekaligus pelan-pelan mengungkap sisi personal yang menyentuh lewat percakapannya dengan Juba. Kita sedikit demi sedikit mendapat gambaran tentang apa saja yang telah direnggut perang dari Isaac--yang dapat menjadi representasi pengalaman para tentara pada umumnya. Dalam film debutnya ini, penulis skenario Dwain Worrell juga berusaha menyampaikan topik penting mengapa terorisme tak dapat diberantas dengan perang lewat lontaran kalimat dari Juba.

Percakapan timbal balik Isaac dan Juba menjadi permainan kecerdikan yang menegangkan dan kadang membuat frustrasi. Isaac berusaha memancing Juba kepeleset lidah untuk mengetahui lokasi persembunyiannya. Cukup mendebarkan saat Isaac mengira-ngira posisi Juba hanya berdasarkan bunyi ketukan seng tertiup angin dan sudut tembakan. Sementara itu, Juba berusaha menggali detail personal dari Isaac untuk menemukan titik lemah layaknya seorang psycho menguasai pikiran mangsa-mangsanya. Di sini, John Cena tak terlalu banyak berperan. Tapi, saat muncul, ia memberi cukup kesegaran di tengah plot yang makin lama makin membosankan.

Tak seperti Phone Booth atau Buried yang menyajikan konflik berlapis dan membuat keputusan apa pun yang diambil tokoh utama berdampak lebih besar, plot The Wall terlalu sederhana. Dalam Phone Booth, misalnya, selain Colin Farrell yang terjebak di boks telepon umum, istri dan selingkuhannya juga dilibatkan dalam teror oleh si pembunuh. Naik-turun plot terasa lebih genting. Adapun The Wall yang berkepanjangan tak menampilkan tambahan subplot menarik. Durasi 90 menit film ini dipendekkan jadi 30 menit pun rasanya tak mengapa.

Moyang Kasih Dewimerdeka


The Wall

Sutradara: Doug Liman
Skenario: Dwain Worrell
Studio: Amazon Studios dan Roadside Attractions
Pemain: Aaron Taylor-Johnson, John Cena

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus