Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Menanti Pemikiran Ulama Perempuan

Ulama perempuan mesti lebih berani dan kreatif memihak perempuan. Antara lain mengenai kesetaraan gender.

26 Juni 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK dalam jumlah, minim dalam melahirkan pemikiran dan gagasan tentang kesetaraan gender. Demikianlah ironi "wajah" ulama perempuan sekaligus pondok pesantren kita. Padahal dari merekalah diharapkan lahir pemikiran baru yang cergas berkaitan dengan masalah perempuan.

Beberapa waktu lalu, kita bangga melihat para ulama perempuan menggelar Kongres Ulama Perempuan Indonesia di Cirebon, Jawa Barat. Kongres yang digelar di Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy itu tak hanya dihadiri ulama perempuan dari seluruh Indonesia, tapi juga ulama dari sekitar 30 negara tetangga.

Kongres ini melahirkan tiga fatwa, yakni pengharaman pernikahan anak, perusakan alam, dan kekerasan seksual. Dalam hal pernikahan, para ulama perempuan mendesak pemerintah mengubah batas minimal umur pernikahan anak perempuan--yang menurut Undang-Undang Perkawinan adalah 16 tahun, yang pada akhirnya cenderung merugikan perempuan--menjadi 18 tahun. Hanya, bisa dikatakan, sampai kini tindak lanjut hasil kongres ini tak terdengar.

Perkawinan muda, diskriminasi gender, dan relasi tak setara hubungan perempuan-lelaki merupakan sejumlah persoalan yang dihadapi perempuan kita sejak dulu. Masalah laten tersebut pada akhirnya meminggirkan sekaligus mengerdilkan peran perempuan. Tidak semua perempuan memiliki kesempatan maksimal mengembangkan diri. Dalam konteks pondok pesantren, para pengasuhnya--kiai atau ulama--boleh dikatakan belum bisa sepenuhnya mengatasi masalah tersebut.

Pesantren semestinya bisa "mendobrak" situasi ini--pandangan yang mengecilkan makna dan kedudukan perempuan, yang sebenarnya diletakkan agung dalam Al-Quran. Jumlah pesantren Indonesia cukup besar, sekitar 27 ribu, dengan total santri hampir empat juta orang dan hampir separuhnya perempuan. Jika pengubahan cara pandang terhadap perempuan muncul dari pesantren, hasilnya pasti luar biasa. Bukan hanya umat Islam Indonesia yang beruntung, melainkan juga bangsa ini.

Penelusuran majalah ini terhadap sejumlah pondok pesantren perempuan--yang dipimpin ulama perempuan--antara lain menemukan bahwa nilai-nilai kesetaraan gender itu belum masuk kurikulum pesantren yang wajib diikuti semua santri. Yang "sistematis" justru hal-hal yang bisa disebut "remeh-temeh": pelajaran tata boga, tata busana, atau latihan pidato. Penekanan dan pembelajaran perihal kesetaraan diberikan sporadis, sesuai dengan kesempatan dan "kreativitas" pengajarnya. Jelas cara semacam ini jauh dari efektif. Para santri tak akan memiliki pengetahuan yang utuh tentang hal penting bagi diri mereka.

Salah satu cara mengubah pandangan dan mendobrak kondisi tak adil terhadap wanita semestinya datang dari para ulama perempuan sendiri. Tidak hanya nilai-nilai kesetaraan itu mesti mereka ajarkan secara sistematis di pesantren, tapi lebih dari itu, mereka harus berani terus menggali dan mengeluarkan pemikiran tentang kesetaraan dalam Islam dari sumber mana pun--tak sebatas Al-Quran.

Kita berharap ulama perempuan kita yang jumlahnya banyak itu memiliki keberanian untuk menggali tafsir agama yang berpihak pada perempuan. Tafsir yang akan mengangkat derajat perempuan sekaligus menyadarkan mereka yang berpandangan sempit bahwa di dalam Islam perempuan memiliki derajat yang setara dengan lelaki.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus