Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua puluh tujuh tahun dari sekarang, dunia terpuruk dalam kemiskinan dan populasi berlebihan setelah terjadi krisis bandwidth-apa pun maksudnya itu. Satu-satunya pengalih perhatian dari penderitaan adalah permainan realitas virtual bernama OASIS (Ontologically Anthropocentric Sensory Immersive Simulation). Tak jelas bagaimana orang-orang miskin di masa depan ini mencari nafkah. Yang jelas, semua mampu membeli perangkat permainan berupa kacamata canggih yang dapat membawa mereka masuk ke sebuah jagat virtual.
Dalam OASIS, siapa pun bisa menjadi sekuat, sekaya, atau sehebat apa pun yang mereka inginkan-dalam wujud avatar game. Bagi tokoh utama kita, Wade Watts (Tye Sheridan), OASIS adalah pelarian dari kehidupan bersama paman-bibi jahat yang hanya menyediakan penutup mesin cuci yang selalu bergetar untuk tempatnya tidur. Di balik kacamata game-nya, remaja 18 tahun itu bisa berubah menjadi Parzival, lalu ikut dalam berbagai kompetisi seru. Transisi bolak-balik antara dunia nyata dan jagat virtual ini menjadi sajian utama dalam film Ready Player One.
Sutradara Steven Spielberg merilis Ready Player One hanya beberapa bulan setelah The Post, film serius tentang skandal Gedung Putih yang dibongkar The Washington Post. Namun dua film itu sungguh tak dapat dibandingkan. Ready Player One adalah wahana bermain bagi jiwa kanak-kanak di dalam diri Spielberg.
OASIS ibarat museum tempat ratusan ikon budaya pop dari 1970-an hingga awal milenium ketiga dipamerkan. Bayangkan, saat ada balapan, tiba-tiba T. rex dari Jurassic Park atau King Kong yang bergelayutan di puncak Empire State Building muncul. Stormtrooper, Lara Croft, hingga Chucky berlarian di arena. Parzival berbalapan dengan mesin waktu DeLorean dari Back to the Future-nya Robert Zemeckis. Maniak game dan pencinta sinema dipastikan akan menjerit kegirangan.
Namun tak mesti menjadi penggemar game atau menonton film-film 1980-an untuk dapat memahami cerita. Spielberg mampu menciptakan keseimbangan. Saat ratusan ikon yang dihadirkan dengan efek computer-generated imagery (CGI) itu mulai memenuhi kepala, kita ditarik lagi untuk berfokus pada karakter utama.
Wade atau Parzival turut serta dalam kompetisi yang digagas pencipta OASIS, James Halliday (Mark Rylance). Sebelum wafat, Halliday menyelipkan wasiat: barang siapa dapat menemukan tiga kunci yang tersembunyi di berbagai sudut OASIS akan dihadiahi sebuah telur Paskah yang setara dengan triliunan dolar saham di OASIS. Selama bertahun-tahun, banyak pemain mengincar telur Paskah itu, tapi tak ada yang berhasil. Hingga-tentu saja-Parzival menjadi orang pertama yang mampu memecahkan teka-teki itu karena kecintaan murninya kepada game. Parzival pun jadi target konglomerasi video game jahat yang dipimpin Nolan Sorrento (Ben Mendelsohn).
Ready Player One jelas mengusung pesan tentang percampuran kemanusiaan, interaksi sosial, dan teknologi. Tak usah 2045, kini pun gadget teknologi tinggi telah jadi bagian hidup sehari-hari. Spielberg tak cerewet menyatakan bahwa tenggelam dalam gawai itu buruk. Namun ia memastikan pesannya tersampaikan-bahkan dengan kelewat jelas-lewat mulut Halliday, yang berkata, "Reality is the only thing that's real."
Hanya, Spielberg luput mendalami karakter manusianya sendiri. Latar belakang Wade dan tokoh utama perempuan Samantha Cooper atau Art3mis (Olivia Cooke) dipaparkan. Namun anggota geng Parzival lain, seperti Helen (Lena Waithe), Daito (Win Morisaki), dan Sho (Philip Zhao), tak dijelaskan. Perempuan kulit hitam dan dua pemuda Asia ini terasa dihadirkan, ya, demi etika keberagaman semata. Tak jelas pula bagaimana lima orang yang biasanya hanya bertemu di OASIS (yang bisa diakses dari seluruh dunia) ini kok bisa ternyata sama-sama tinggal di Ohio, tak jauh dari markas IOI.
Moyang Kasih Dewimerdeka
Ready Player One
Sutradara: Steven Spielberg
Skenario: Zak Penn, Ernest Cline (berdasarkan buku Ready Player One
oleh Ernest Cline)
Produksi: Warner Bros. Pictures
Pemain: Tye Sheridan, Olivia Cooke,
Ben Mendelsohn, Mark Rylance
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo